Senja hari itu tampak cantik, warna jingganya terlukis indah di langit. Meski beberapa gedung hampir roboh akibat angin topan, akan tetapi senja hari itu masih tetap indah.
Sayangnya semua berubah ketika guncang besar melanda. Awal mula getaran itu tidak terasa sampai akhirnya getaran itu berubah menjadi guncangan.
Guncangan yang sanggup membuat piring-piring berjatuhan dari lemari, orang-orang mulai berlarian karena panik. Jeritan-jeritan mulai menggema, semua tampak sibuk melindungi diri.
Tanah yang mereka pijak berguncang hebat, pohon-pohon tumbang, listrik padam seketika.
Bahkan jalan yang mereka lalui kini mulai rusak, bangunan-bangunan mulai roboh. Dan hampir sebagian manusia terhimpit reruntuhan bangunan.
Siapa yang menyangka akan terjadi peristiwa besar hari itu. Mereka bahkan belum memiliki persiapan untuk esok hari.
Gempa bumi berskala 9,8 magnitudo menguncang sore hari itu. Gempa bumi terbesar sepanjang sejarah dengan waktu 10 menit.
Meskipun hanya terjadi selama 10 menit tetapi ribuan orang tewas, hilang, luka, dan jutaan orang mengungsi.
Siapa yang sanggup menghentikan semua ini? Mungkin sudah saatnya manusia punah. Tidak ada harapan lagi.
Semua orang tahu esok hari akan terjadi lebih parah lagi. Mungkin gempa susulan yang lebih besar, gunung meletus yang membinasakan, atau tsunami yang menelan orang-orang.
Tak ada yang tahu, mungkin esok hari kiamat terjadi. Mereka manusia, mana mungkin mereka dapat memprediksi secara akurat apa yg terjadi di esok hari.
Bahkan anggota The Umbrella Academy pun tidak dapat melakukan hal itu. Meski mereka memiliki peramal, sekali lagi mereka juga manusia.
Kini separuh dari mereka bahkan hilang, entah karena berusaha menyelamatkan orang atau menyelematkan diri sendiri. Atau mungkin mereka mati karena menyelamatkan orang-orang.
Mereka kini hanya dapat dihitung jari.
•••
Butiran-butiran debu mengotori wajahnya. Pandangannya kabur, tubuhnya terasa remuk.
Ilaria, gadis itu mencoba mengerejapkan mata berulang kali. Berusaha melihat dengan jelas.
Pemandangan yang ia lihat dengan jelas untuk pertama kali semenjak itu bangun ialah Lian. Anak kecil yang kini terkulai dihimpit reruntuhan.
"Lian! Wake up! please! " jeritnya dengan suara parau.
Ilaria tentu berusaha bangkit dari posisinya. Sayang sekali kakinya yang mati rasa kini terjepit reruntuhan.
Dengan susah payah Ilaria menggunakan kekuatannya. Tidak berhasil, sepertinya tubuhnya sudah terlalu lelah.
Tak habis pikir, Ilaria mencoba memutar otak. Akhirnya kakinya lepas dari reruntuhan.
Lian, anak itu kondisinya lebih parah dari dugaan. Tapi dia masih bisa bernafas.
Lian terbangun karena pipinya terus ditepuk Ilaria. "Tetaplah bangun, jangan sampai kau kehilangan kesadaran Lian!"
Lian menatap Ilaria berkaca-kaca. "Lan? " anak itu mencari kakak perempuannya yang entah berada dimana.
Ilaria menggeleng sebagai jawaban atas ketidaktahuannya, rasanya sedikit sesak menahan tangis. Ia bahkan tak tahu keberadaan Five dan yang lainnya.
Gadis itu merengkuh pipi Lian, "dengar, kau bisa bertemu kakakmu jika kau terus terbangun seperti ini."
Lian mengangguk sebagai jawaban. Ilaria kini melihat sekelilingnya. Ia tak menemukan orang lain selain Lian. Sembari menyeret kaki kirinya, ia berusaha mengeluarkan anak itu dari reruntuhan.
Butuh waktu cukup lama untuk membebaskan tubuh Lian. Ilaria berulang kali menepuk wajah Lian agar terjaga, anak itu nampak terlihat amat sangat tersiksa. Namun hanya itu yang bisa Ilaria lakukan.
Ilaria menghela nafas. Berulang kali ia berteriak tolong tetapi tak ada seorangpun yang menyahut. Bahkan kini sudah tengah malam, udara semakin dingin. Ia lapar dan sekarang ia harus menggendong Lian untuk mencari pertolongan.
"Five! Anyone!? " ia berteriak parau.
Jujur saja, Ilaria sendari tadi cemas dan takut tak bisa bertemu dengan Five.
Dimana lelaki itu sekarang? Apakah dia masih hidup?
Itulah selintas yang ada dipikirannya, tanpa ia sadari ia sudah berjalan sejauh mungkin. Tanda-tanda keberadaan manusia mulai terlihat.
Ia sedikit bersyukur, setidaknya bukan hanya dirinya yang selamat.
Tubuhnya lelah dia ambruk disaat itu juga.
•••
Pagi menjelang, terhitung sudah 12 jam Ilaria beristirahat di sana. Namun selama itu batang hidung Five belum juga kelihatan.
Ilaria yakin sekali Five tidak akan mati begitu saja. Lelaki itu cerdas dan cekatan. Ya, Ilaria lagi-lagi memikirikan Five terus menerus.
Ia mulai mengingat bagaimana Five memperlakukannya, sentuhan-sentuhan kecil yang memabukan, dan ciuman panas yang kini ia rindukan.
Ilaria mengacak surai menunduk dalam-dalam. Tiba-tiba sebuah tangan kecil mengelus pucuk kepalanya.
Bukan itu bukan Five, tangannya 3 kali lipat lebih kecil dari tangan Five.
"Lian, " sapa gadis itu dengan senyuman tipis.
Ilaria jadi lupa, Lian bahkan kehilangan kakak perempuannya. Entah dimana Liana berada.
Lian duduk di samping Ilaria. "Mereka pasti kembali," ujarnya.
Raut wajah Ilaria menjadi kosong. Ia bahkan tak tahu apakah mereka masih hidup atau tidak.
Ilaria lagi-lagi menunduk. Lian menyenggol tubuh Ilaria pelan. Anak kecil itu tampak antusias.
"Kak! Lihat! Aku benarkan? Mereka datang! " lontar Lian.
Ilaria mengangkat wajahnya, matanya seketika berbinar-binar.
Di depan sana ada Five dan Liana dengan keadaan porak poranda. Wajah dan pakaian kotor, luka disekujur tubuh.
Lian buru-buru berlari disambut pelukan hangat dari kakanya, Liana. Anggota Umbrella Academy menyambut Five dengan semangat.
Hanya Ilaria yang mematung, tak tahu harus berbuat apa.
"Five... "
Five tersenyum dibalik wajah kotor, ia merentangkan tangan menunggu pelukan dari Ilaria.
Tak menunggu waktu lama Ilaria langsung jatuh pada pelukan Five.
They're kiss and hugging tight each other 🥰
•••
Lah baru sadar hiatus 2 bulan? 😭
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Hargreeves | Five Hargrevees
Fantasyrate : 18+ warn : violence, rape, etc genre : romance - fantasi Kehidupan Ilaria sudah cukup berat, banting tulang demi diri sendiri dan menjadi pelacur di sebuah club. Namun sekarang bertambah berat ketika dia bertemu seorang lelaki bernama Five Ha...