-
"Hai! "
Ilaria menoleh ke belakang. Vixtor, lelaki itu tersenyum ke arahnya. Bajunya berwarna hitam, tangan kananya memegang sebuah kubus berwarna hitam pula.
Ilaria melihat sekelilingnya, semua bangunan runtuh, tidak ada orang lain selain mereka. Tanah yang dipijaknya sudah tidak berbentuk. Tetapi pakaiannya berwarna putih tak bernoda.
"Vixtor, kita ada dimana? " tanya gadis itu.
Lelaki itu tersenyum. "Aku bukan Vixtor. Aku Christoper, aku adalah kehancuran."
Ilaria menatap lelaki itu, gadis itu masih bingung. "Maksudmu? "
Vixtor tersenyum, tapi entah kenapa senyumannya terlihat mengerikan. Ilaria mundur perlahan. Tanpa sadar ia sudah dipenghujung jalan, dibawah sana lava berkobar-kobar siap melahap dirinya.
"Jangan mendekat! " titah gadis itu. Alih-alih berhenti lelaki itu terus mendekat.Vixtor menarik tangan gadis itu sebelum Ilaria jatuh.
Ilaria berusaha melarikan diri usai hal itu. Tapi langkahnya terhenti ketika melihat langit yang perlahan mulai runtuh.
Ilaria menoleh kebelakang melihat lelaki itu dengan kubusnya. Kotak hitam seperti batu itu tampak sangat tidak asing, tp dimana Ilaria melihatnya?
Entahlah.
"Hentikan ini Vixtor! " teriak gadis itu semakin ketakutan apalagi ketika tanah mulai bergetar hebat.
Lelaki itu tersenyum. "Aku Christoper dan hanya kubus ini yang bisa menghancurkan bumi begitupun sebaliknya. "
"Apa maksudmu!? Menyelamatkan bumi?"
"Ternyata kau lebih pintar dari dugaanku, gunakanlah dirimu sendiri untuk menghancurkan batu ini..."
-
Hari itu mereka habiskan untuk beristirahat. Pasalnya mereka sudah tahu kemungkinan terburuk yang akan terjadi di esok hari.
Apakah mungkin hari esok benar-benar menjadi akhir dari dunia? Bisakah mereka mencegah itu?
Tidak ada yang tahu jawaban yang pasti. Namun dengan berbagai peristiwa yang telah mereka lalui, sepertinya sangat tidak mungkin untuk menyelamatkan dunia dari kehancuran.
Hari akhir, kehancuran mungkin akan tiba secara mendadak. Mungkin bumi akan porak poranda, manusia akan mati satu persatu.
Untuk membayangkannya saja sudah ngeri. Apalagi jika terjadi. Jadi bagaimana cara mencegah itu semua?
Ilaria mendengus, tangannya menopang dagu. Wajahnya kusut karena terlalu banyak berpikir, matanya melihat pada sinar rembulan tetapi pandangannya kosong.
Mimpinya tadi sore membuat kepalanya sedikit pening. Ralst sangat pening.
Ia bahkan tak menyadari seseorang duduk di sampingnya.
"Talking to the moon? " tanya Five membuat lamunan Ilaria.
Ilaria menoleh. "Besok... "
Five tersenyum, wajahnya sedikit lebih ceria entah kenapa. Mungkin karena ini dapat menjadi malam terkhir. "Kenapa dengan besok? "
Ilaria memicingkan mata. "Jangan bilang kau hilang ingatan? "
Lelaki itu menggeleng, senyum masih terpatri di wajahnya yang tampan. Sangat tampan sampai Ilaria ikut tersenyum malu.
Namun seketika senyumnya sirna, ketika ingat akan hal yang akan terjadi esok.
Five menangkup wajah Ilaria. Seolah bertelpati, Five langsung mengerti apa yang dipikirkan gadis dengan gerak geriknya. "Hey! Look at me! Dont worry okay,"
Mata berwarna hijau emerald itu tampak lebih indah dibawah sinar rembulan. Ilaria tampaknya tak bisa melepaskan pandangannya dari Five.
"Sebenarnya aku punya ide bagus," ungkap gadis itu.
Five mengangkat sebelah alisnya. "Apa? "
"Kemampuanku itu menyerap kekuatan lain dan memindahkannya? Maka dari itu bagaimana jika aku menyerap kotak sialan itu lalu memindahkannya ke objek lain? " wajah Ilaria tampak sedikit semangat.
Tapi ide itu ditolak mentah-mentah oleh Five.
"Itu bisa membahayakan mu bodoh... kau pun tahu batu itu bisa merusak bumi dalam hitungan menit, kau tidak akan kuat. Mungkin kau akan binasa bahkan sebelum berhasil memindahkannya,"
"Lagi pula kita tak punya objek kuat, " omel lelaki itu.
Ilaria kembali memutar otak. "Kalo begitu pantulkan saja,"
Five terdiam seketika. Benar juga, konsepnya seperti cermin dan sebuah senter. Cahaya dari senter akan dipantulkan oleh cermin. Tapi cermin tidak akan sama kuatnya dengan batu kubus itu.
Ilaria kembali mengajukan diri. "Aku akan memantulkan kembali kekuatannya, itu lebih baik daripada menyerapnya bukan? "
Five mau tidak mau harus setuju. Belajar dari pengalaman sebelumnya, ia tidak mungkin merusak ruang waktu lagi. Hal itu akan terus mengikuti mereka jika Five terus megacaukan rangkaian waktu.
"Baiklah, aku akan memberi tahu Luther dan yang lainnya. Kita harus menemukan posisi batu itu secepat mungkin," tutur Ilaria.
Gadis itu sangat siap dengan segala resiko yang akan dia terima.
"Kau yakin? " tanya Five sekali lagi.
Lagi, Ilaria mengangguk. "Aku pasti bisa Five! "
Sebelum benar-benar pergi, Five menarik tangan Ilaria. Ya, lelaki itu mencium Ilaria sangat ganas seolah Ilaria akan hilang esok pagi.
"Please, let me breath Five! "
"Lemme kiss you as if it's your last, as if it was the last night, as if there is no tomorrow"
----
Alah:(
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Hargreeves | Five Hargrevees
Fantasyrate : 18+ warn : violence, rape, etc genre : romance - fantasi Kehidupan Ilaria sudah cukup berat, banting tulang demi diri sendiri dan menjadi pelacur di sebuah club. Namun sekarang bertambah berat ketika dia bertemu seorang lelaki bernama Five Ha...