Bermulut Manis

16 2 0
                                    

Koridor sekolah yang sudah sepi, hanya ada beberapa siswa yang ada di sekolah.

Kali ini Susan pulang tidak dengan Alvin, sebagai alasan Susan akan main dulu ke rumah Airin. Jadi, Alvin pulang duluan.

Tapi mereka berdua ke toilet untuk membersihkan saus yang menempel di rok Ana, dan Susan sendirian menuju kelasnya.

"Susan?" panggil seseorang dari belakang.

Susan pun menoleh ke arahnya dan menjawab sapaan dari orang tersebut.

"Salam kenal, gue Nina. Mantannya Alvin."

Nina menyulurkan tangan kanan untuk menjabat tangan Susan, Susan pun melakukan hal yang sama.

"Bisa kita bicara sebentar?" lanjutnya lagi setelah menghampiri Susan.

Susan hanya menganggukan kepala menyetujui ajakan tersebut.

"Mengenai masalah Alvin, lo gak usah takut, karena gue gak akan merebutnya dari lo. Kalo di bandingin antara gue dan elo sih ya Alvin pasti milih lo, secara kan lo lebih cantik dari gue. Dan gue harap lo tidak benci sama gue karena gue sekolah di sini."

"Pemikiran gue gak sampai kesitu, tapi jika pun iya suatu saat nanti Alvin lebih milih lo ketimbang gue, ya gue bisa apa? Jika dengan lo Alvin merasa bahagia, ya silahkan, gue gak akan ngelarang orang yang gue sayang untuk bahagia, tapi gue nitip sama lo, jika dia balik lagi ke kehidupan lo, jangan sia-siakan dia. Gue harap lo memperlakukannya dengan baik. Gue gak akan pernah rela jika lo nyakitin dia untuk yang kedua kali."

Jelas Susan panjang lebar. Susan tahu betul bahwa dulu Alvin begitu sabar ngehadapi sikap Nina, karena hal apapun tentang masalalunya sudah Alvin ceritakan pada Susan.

"Kelihatan banget lo begitu menyayanginya." ucap Nina sambil menatap Susan.

Sangat terlihat dari mata Susan ia benar-benar menyangi Alvin.

"Rasa sayang gue ke dia gak main-main."

jawab Susan dengan serius tapi tidak lupa di akhiri dengan senyuman, ya karena Susan gak merasa benci atau pun gak suka sama dia.

Susan slalu berusaha untuk bersikap dewasa dan berusaha untuk tidak kekanak kanakan, baginya masalalu ya masalalu, ngapain dia benci sama orang yang pernah ngebahagiain orang yang saat ini dia cintai.

"Gue bicara gini ke elo bukan berarti gue ngasih Alvin ke elo. Gue gak akan pernah ngelepas Alvin ke siapapun, kecuali dia yang minta" sambungnya lagi.

"Apapun keputusan Alvin nanti, gue gak akan marah. Tapi untuk saat ini Alvin masih punya gue, jadi gue harap kalian berdua tidak bermain api di belakang gue."

Susan melanjutkan perkataannya. Tidak menunjukan rasa kebencian mau pun rasa takut.

Padahal dalam lubuk hatinya yang paling dalam, ia sangat takut, takut jika Alvin pergi meninggalkannya dan lebih memilih kembali ke masalalunya. Dia kubur rapat-rapat ketakutannya. Berusaha untuk yakin bahwa pilihan Allah jauh lebih baik dari pada apa yang dia inginkan.

"Hal yang mustahil jika Alvin kembali lagi sama gue. Dan tenang saja, gue masih bisa ngehargain lo."

Nina tersenyum, entah apa dari arti senyuman itu.

"Gue percaya, karena gue yakin lo orangnya baik."

Kedua teman Susan melihat Susan sedang ngobrol dengan Nina. Mereka mulai bertanya-tanya apa yang sedang mereka obrolkan.

Mereka juga melihat senyuman licik dari Nina, senyuman yang penuh kebencian. Tapi berbeda dengan Susan, dia menganggap senyuman tersebut melambangkan ketulusan, keakraban untuk saling mengenal satu sama lain.

Tentang Kita (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang