Belakangan ini aku menghabiskan malam dengan merenung, memikirkan apakah keputusan yang ku ambil sudah tepat. Bahkan sampai aku duduk sendiri di depan sebuah cafe dekat kantor sialan itu, aku masih memikirkannya. Pikiran ku tak pernah bisa terlepas dari semua ini, tak peduli sedang sendiri ataupun berada di keramaian sekalipun. Pikiran ini benar-benar sangat mengganggu. Lamunan ku buyar saat mendengar sapaan seorang pemuda yang mendekat ke arah ku. Yah siapa lagi dia kalau bukan Joe. Kurasa tidak enak kalau harus pergi begitu saja tanpa mengatakan sesuatu padanya. Mengingat semenjak Rose pindah ke luar kota, Joe satu-satunya orang yang dekat dengan ku. Dia tak pernah membiarkan ku merasa kesepian karena perginya Rose. Dia benar-benar merawat ku dengan baik selama di kantor.
"Tumben banget?" tegur Joe mengundang senyuman miring ku. Tentu, aku harus memperlakukannya dengan baik hari ini. Tak peduli dengan ocehannya yang terkadang membuatku kesal. "Jangan senyum kek gitu. Udah kayak orang stress aja."
"Gimana ga stress, gue di pecat coy." sahut ku mengundang kekehan Joe. Sepertinya dia lupa kalau sekarang, perempuan dihadapannya hanya seorang pengangguran yang menjadi penghambat perekonomian negara.
"Aelah kek ga ada kerjaan laen aja." celetuk Joe dengan santainya. Tentu dia mengatakan itu dengan mudah karena belum pernah pernah berada di posisi ku. Mendengar ocehannya, aku hanya menggeleng pelan. Tiba-tiba dia menyuruh ku mendekat seolah ada hal penting yang tak boleh didengar orang lain. "Nih lo dapet rekomendasi." bisiknya sembari mengulurkan sebuah amplop.
"Dari siapa?" tanya ku dengan nada berbisik. Beginilah adanya, aku selalu mengikuti apa yang Joe mainkan termasuk drama kali ini.
"Katanya sih dari Ceo Kim." balas Joe membuat ku langsung mengembalikan amplop itu.
"Bilang aja gue ga butuh." sahut ku membuat Joe menganga. Ini sudah menjadi keputusan ku untuk berhenti terlibat dalam berbagai hal yang ada kaitannya dengan Ceo Kim.
"Wih ada apa nih? Bau-bau ada hati yang patah.. "
"Bukan hati tapi bentar lagi tulang lo yang patah." sahut ku kesal karena Joe mulai membahas Ceo Kim. Itu adalah topik yang paling kuhindari saat ini.
"Heh?" tanya Joe memasang wajah cengo.
"Gue patahin sini." ujarku berpura-pura beranjak dari duduk membuat Joe refleks menghindar dan memasang kuda-kuda. Dia sama sekali tak terlihat malu melakukannya di depan pengunjung cafe lain.
"Heh jangan ngawur lo. Masa depan gue masih panjang." omelnya membuat ku berdecak lidah mendengarnya. Kalau masalah begini saja dia membawa-bawa masa depan.
"Idih kayak punya masa depan aja lo." ejek ku membuat Joe merengut mendengarnya. Dia terlihat merajuk dengan gaya khasnya.
"Punya lah walau burem." sahutnya cengengesan. Aku menyesap minuman ku sembari menggelengkan kepala. Joe tidak pernah berubah. Dia akan berubah menjadi orang seperti itu saat bersama teman dekatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Undecided [COMPLETE]
FanfictionMungkin ini akan menjadi kisah terkonyol yang pernah kalian dengar. Aku menikah dengan seorang pemuda asing yang sama sekali tidak ku kenal karena kejadian aneh yang mengharuskan kami menikah. Ini bukan karena perjodohan, kupikir itu terlalu klasik...