Confused

243 47 0
                                    

Pagi-pagi sekali, Rose membuat ku berlarian demi menemuinya yang kabarnya akan menyerahkan surat pengunduran diri ke ruang HRD. Joe memberitahu ku karena tak sengaja mendengar gosipan dari para karyawan mengenai rencana Rose yang resign karena dilarang bekerja oleh pacarnya. Bahkan mereka digosipkan akan menikah dalam waktu dekat. Sebagian besar dari mereka menganggap itu romantis namun tidak dengan ku. Bagi ku ini keputusan yang gila karena Rose rela melepas semuanya demi lelaki itu. Padahal dulu dia berjuang mati-matian untuk sampai di titik ini. Namun karena Cinta, dia melepasnya begitu saja.

"Apa'an sih?" omel Rose sembari mengibaskan tangannya. Bahkan dia sudah kesal saat pertama kali melihatku.

"Lo gila ya?" tegur ku sembari mengatur napas yang masih ngos-ngosan. Dia melirik ku sekilas kemudian membuang muka.

"Iya. Gue udah gila. Emangnya kenapa?" tanya Rose dengan nada seolah kesal. Aku menghela napas panjang.

"Lo mati-matian sampe di titik ini dan sekarang dengan mudahnya lo lepasin semua demi cowo itu?" tanya ku dengan nada agak meninggi.

"Iya gue lepasin semua demi cowo yang gue Cinta. Apa itu salah?" tanya Rose membuat ku bungkam sejenak. Memang tidak, namun mengapa rasanya aku tidak rela saat Rose bukan hanya melepas pekerjaannya namun juga memutus persahabatan kami. "Udah deh ga usah sok perhatian. Padahal lo seneng kan kalo gue resign? Kan artinya lo udah ga ada saingan." lanjutnya sembari berlalu begitu saja. Aku terdiam dan tak menyangka kalau dia masih berpikir seperti itu tentang ku.

"Kenapa sih lo masih juga nganggep gue kek gitu?" gumam ku saat melihatnya berlalu.

     Sebesar apa masalah yang terjadi, aku kembali ke rutinitas ku. Memeriksa berkas dan menandatangani dokumen penting dari beberapa divisi lain. Namun, hari ini berkas-berkas masih menumpuk di meja dan belum ada yang tersentuh. Aku masih memikirkan mengapa ini bisa terjadi. Entah karena aku berusaha membuat Rose berjalan di jalan yang menurut ku baik atau karena ego Rose yang sangat besar sehingga menghancurkan kami. Tiba-tiba aku menyalahkan diriku sendiri yang terlalu egois. Masalah selalu berakhir seperti itu, menyalahkan diriku sendiri. Hari ini terasa sangat berat, beruntung Joe datang untuk membantu ku memeriksa berkas dan memberitahu ku dokumen yang perlu di tandatangani.

"Kau sudah bicara dengannya?" tanya Joe. Aku hanya mengangguk pelan. "Bagaimana? Apa dia mau tetap bekerja atau.. "

"Dia memilih pacarnya." sambarku membuat Joe menganga. Dia sama tak percaya nya dengan ku.

"Wah ini gila. Dia rela resign demi pacarnya." sahutnya tak percaya dengan apa yang terjadi. "Apa menurut mu, mereka benar-benar akan menikah?" tanya Joe.

"Entahlah." balas ku tak tahu mengapa Joe menanyakan itu.

     Percakapan singkat itu menguap begitu saja karena kami sibuk dengan aktivitas masing-masing. Usai menandatangani dokumen, aku melangkah menuju ruang rapat karena CEO akan melakukan evaluasi atas kinerja semua orang terutama para kepala divisi yang bekerja keras belakangan ini karena CEO memutuskan untuk mengikuti ajang kompetisi yang sebenarnya tidak sesuai dengan fokus utama mereka. Selama rapat berlangsung, aku tak bisa berhenti minum karena pikiran ku sedang fokus pada hal lain. Beruntung evaluasi berjalan dengan lancar dan aku rasa seseorang pasti akan menegurku karena tidak terlalu aktif dalam rapat kali ini. Tapi ku harap semoga saja tidak.

"Ku dengar, teman mu resign." ujar seseorang saat ruang rapat mulai sepi. Aku langsung membuka mata karena ku kira semua orang sudah ke luar.

"Ah CEO Kim." gumam ku sembari beranjak dari duduk. Rasanya malu sekali karena sepertinya dia tahu alasan ku tidak fokus dalam rapat kali ini.

"Apa kalian ada masalah?" tanya CEO Kim membuat ku terdiam sejenak kemudian membalasnya dengan senyuman.

"Tidak, kami baik-baik saja." sahutku disambut anggukan dari CEO Kim.

Undecided [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang