Bab 4

4.4K 470 33
                                    


Flashback 

'Semenjak datang ke sini, pikiranku sudah sangat kacau. Mungkin banyak orang menyangka aku bisa mengendalikan diriku, tidak menggila seperti Mark hyung dan Chenle. Mereka semua salah! Aku sama sekali tidak bisa mengendalikan diriku sendiri. Rasa takut kehilangan Haechan jauh lebih mendominan pada diriku saat ini. Aku takut, benar-benar takut. Aku berusaha menepis segala pikiran negatif di kepalaku, namun tetap saja pikiran buruk itu semakin menghantuiku.

'Haechan ahh, jangan tinggalkan aku. Bukankah kamu sudah berjanji akan bersamaku di masa depan nanti. Haechan, kamu harus ingat, saat pengisian angket20, kamu sendiri yang menyuruhku untuk menulis namamu disana. Haechan, aku masih ingat pertanyaan itu, dan aku yakin kamu juga masih mengingatnya. Kalau memang kamu lupa akan pertanyaan itu, maka aku dengan senang hati akan mengingatkanmu kembali isi dari pertanyaan itu. Di sana tertulis 10 tahun kemudian, siapa orang yang ingin kamu ajak traveling bersama? Saat itu kamu menghampiriku bukan, kamu menyuruh aku menulis namamu disana. Jujur, saat itu dengan siapa pun aku pergi traveling tidak menjadi masalah bagiku, tapi karna kamu menyuruhnya, dengan senang hati aku menuliskan namamu disana. Haechan kamu tidak boleh melupakan itu'.

Lee Jeno kembali tenggelam dalam pikirannya. Kejadian pada hari ini terus saja berputar di kepalanya, dan membuatnya sangat sedih. Sejak saat mendengar kabar buruk itu, air matanya terus menetes tak henti-hentinya. Saat rekaman siang tadi, dia dengan bersusah payah mengendalikan dirinya agar tidak terlihat kacau. Awalnya mungkin berhasil namun itu tidak bertahan lama, tembok professional yang dia bangun runtuh begitu saja, sehingga dia harus berulang kali mengulangi rekaman, hal itu membuatnya semakin lama menemui Haechan. Di saat proses rekaman telah usai dengan tak sabaran dia menuju rumah sakit ini dengan para member Dream lainnya. Sesampai di rumah sakit membuat hatinya semakin hancur, ternyata saat ini dia benar-benar tidak sedang bermimpi buruk, ini nyata. Haechan memang berada di sana, di ruangan operasi, entah bagai mana kondisinya saat ini.

Berjam-jam dia telah menunggu di depan pintu yang tertutup rapat itu, namun belum juga ada tanda-tanda seseorang akan keluar dari dalam sana, dan pada akhirnya ada seorang laki-laki keluar dari ruangan itu, Ia mengatakan betapa gigihnya sahabatnya berjuang melawan maut, mendengar hal itu membuatnya begitu sedih, seharusnya dia ada disana, memberi Haechan kekuatan, bukan hanya membiarkan Haechan berjuang sendiri! Bukankah dia adalah sahabat Haechan! Dirinya saat ini sama sekali tidak seperti sahabat. Bukankah sahabat itu akan menjadi orang pertama berada di sisinya di saat seperti ini. Tetapi lihatlah dia sekarang, dia bukan orang yang pertama  berada di sisi Haechan saat ini. Apakah kata sahabat masih pantas Ia sandang. Batinnya miris. Dia harus melihat Haechan membuka mata dan kembali ceria seperti sedia kala. Dia tidak ingin mataharinya redup.

Beberapa saat setelah orang itu pergi meninggalkan Jeno dan yang lainnya, kembali terdengar suara pintu terbuka dan memperlihatkan Haechan yang tengah menutup mata, terbaring lemah di atas ranjang pasien, tubuhnya sangat pucat, banyak sekali peralatan medis melekat di sana. Ranjang itu di dorong oleh beberapa orang menuju sebuah ruangan. Mata Jeno tidak pernah beralih dari wajah Haechan yang terlelap, tubuh Jeno dengan reflek mengikuti kemana Haechan dibawa. Dan sampailah di sebuah ruangan yang cukup besar, disinilah Haechan akan dirawat.

***

"Hyung kau pikir ini lelucon!" bentaknya kepada Johnny.

"..."

"Buka matamu lebar-lebar! Apakah ini terlihat seperti bercanda bagimu? Ayolah, apakah kau tidak bisa melihat sendiri dengan matamu itu?"

"..."

"Seharian ini aku telah berusaha menahannya, tapi setelah mendengar ucapanmu membuat aku kesal!"

"..."

DUNIA APA INI!?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang