Chapter 3.2: No More Hasitate

1.1K 245 6
                                    

Hanya membutuhkan waktu sepuluh menit dari rumah Ibra untuk sampai di apartemen Tera Residence. Begitu masuk ke lobi, aku dan Ibra disambut oleh Mas Yudha. Lelaki yang memiliki perawakan gempal itu sangat ramah dan menyenangkan, seperti apa yang diceritakan oleh Ibra sebelumnya.

Setelah basa-basi yang cukup lama, Mas Yudha mengajak kami ke unit apartemen kakaknya. Begitu tahu unit yang dimaksud ada di lantai 17, aku girang bukan main. Seingatku, ada senior HRD yang tinggal di lantai yang sama, tapi aku nggak yakin di unit berapa dia tinggal. Mas Radi tidak akan berani menampakkan batang hidungnya saat dia tahu aku pindah ke unit apartemen milik kakaknya Mas Yudha.

Mas Yudha mengenalkan aku dan Ibra pada kakak perempuannya, Mbak Dhatu, yang berusia lima tahun lebih tua darinya.

"Cantik banget kamu, Amiya. Pasti asli Bandung, ya?" tebak Mbak Dhatu.

Aku terkekeh. "Bisa dibilang gitu," jawabku mantap. Walaupun lama tinggal di Jakarta, aku lahir dan menghabiskan masa kecilku di Bandung. "Mbak Dhatu juga cantik."

"Ah, bisa aja," sahutnya sambil memukul pelan pangkal lenganku. "Memang nggak salah deh perkiraanku, calon penghuni unit ini pasti cantik. Sekadar info aja nih, di lantai ini, penghuninya terkenal caem-caem. Sebelah unitku cowok ganteng lho, Mi. Kata suamiku, dia masih single."

"Mbak sudah kenalan memangnya?" tanya Mas Yudha.

"Sudah, dong. Tahu sendiri kakak iparmu kan orangnya supel banget," jawab Mbak Dhatu. "Kemarin, tetangga sebelah pinjam kunci inggris. Terus, diajak ngobrol deh sama pak suami. Mau nggak mau, Mbak jadi ikut ngobrol juga. Omong-omong, kamu belum married ya, Mi? Jadi tinggal di sini sendirian atau sama teman?"

Aku mengangguk. "Sendirian, Mbak."

"Kok nyari apartemennya yang dua kamar? Kan bisa cari yang satu kamar, atau tipe studio."

"Biar nyaman aja kalau adikku main ke Bandung."

Obrolan terus bergulir dan tanpa sengaja, Mbak Dathu menyinggung tentang orangtuaku. Saat tahu bahwa ayah kandungku sudah lama meninggal—dan sekarang punya ayah serta adik tiri, Mbak Dhatu terlihat menyesal dengan keingintahuannya.

Mbak Dhatu mengajakku melanjutkan obrolan sambil melihat-lihat unit apartemennya. Aku sangat terkesan dengan hunian yang akan dia tinggalkan selama menemani suaminya menempuh kuliah S3 ke Belanda. Mbak Dhatu mengubah desain interior sehingga hunian seluas 70m2 ini tampak sangat nyaman untuk ditempati. Sepertinya, aku akan betah tinggal di unitnya Mbak Dhatu.

Mataku berbinar melihat saat Mbak Dhatu menjelaskan bagian dapur. Di kabinet bawah, Mbak Dhatu menyimpan peralatan memasaknya. Lengkap! Mbak Dhatu bahkan punya mikser serbaguna Kitchen Aid.

"Wah! Kebetulan aku suka banget masak!" seruku. "Boleh aku pinjam mikser dan alat-alatnya, Mbak?"

"Eh? Kamu bisa pakainya?"

Aku mengangguk senang. "Bisa. Pas tinggal serumah sama Ibu, aku sering ngoprek dapur dan alat-alat baking. Aku juga pernah ikut baking course gitu."

Selesai melihat-lihat apartemen, kami langsung melakukan negosiasi biaya sewa. Mbak Dhatu memasang harga yang sedikit lebih tinggi dari pasaran, tapi nominalnya masih masuk akal buatku. Setelah kami menyepakati angkanya, aku tidak membuang waktu untuk membayar DP supaya perjanjian sewa-menyewa kami bisa segera diurus notaris.

Terkesan buru-buru? Mungkin. Aku nggak mau menghabiskan waktu berkeliling mencari unit kosong. Lagi pula, aku merasa cocok sama unitnya Mbak Dhatu, terutama bagian dapur dan segala kelengkapannya.

Di sela obrolan kami, bel pintu apartemen Mbak Dhatu berbunyi. "Ah, itu pasti tetangga sebelah."

"Mbak ngundang tetangga?"

"Nggak ngundang sih, Yud. Cuma minta tetangga balikin kunci inggris, sekalian nitipin Amiya lah," guraunya. "Ikut yuk, Mi?"

Candaan Mbak Dathu diseriusi oleh Ibra. "Gih. Sekalian kenalan sama calon tetangga baru. Lumayan kan. Siapa tahu akrab."

"Siapa tahu jodoh juga," celetuk Mbak Dathu.

Aku hanya terkekeh, tapi menuruti idenya. Dalam satu gerakan singkat, aku beranjak dari kursi ruang makan dan mengekori Mbak Dathu.

Begitu Mbak Dathu membuka pintu, mataku terbelalak. Lelaki yang kutatap sama sekali tidak menunjukkan rasa kaget atau semacamnya. Dia menatapku lempeng, nyaris seperti orang yang tak mengenalku.

"Kenalin, Miya. Ini Adian, calon tetangga sebelah kamu," ujar Mbak Dathu sebelum beralih ke Adian. "Dia yang bakal ngisi apartemen ini selama aku dan suamiku di Belanda, Yan."

Adian melempar senyum tipis. "Oh," sahutnya.

"Hai, Pak Adian," aku menyapa sambil mengulurkan tangan. Adian meyambutnya disertai seulas senyum formalitas. "Kita bakal sering-sering ketemu dong, ya?"

"Eh? Kalian sudah kenal?"

Anggukanku menjadi jawaban untuk pertanyaan Mbak Dathu. "Kami teman sekelas di MBA ITB, Mbak," jelasku. Aku yakin, Adian tidak akan memberitahu Mbak Dathu kalau kami berteman, makanya, aku mengambil alih kesempatan untuk menjawab. Sekalian meminimalisir celetukan yang enggak-enggak dari Mbak Dathu.

"Senang lihat kamu di sini, Miya. Semoga saya bukan tetangga yang merepotkan, ya."

Aku menangkap sarkasme dalam kalimat Adian barusan. Kalau di antara kami ada yang punya bakat ngerepotin, tentu saja orang itu adalah aku. Bukan Adian.

"Masuk dulu yuk, Yan? Sekalian makan siang. Belum makan, kan?" tawar Mbak Dathu. Dalam hati, aku keheranan. Kok bisa ya Mbak Dathu punya ide buat nawarin Adian makan bersamanya? Maksudku... apa yang diharapkan dari makan bersama Adian? Dia kan orangnya nggak asyik diajak ngobrol!

"Mungkin lain kali," Adian menolak dengan sopan. "Saya permisi dulu ya, Dathu."

Nggak lama setelah pamitan, Adian meninggalkan aku dan Mbak Dathu. Selepas kepergian lelaki separuh bule itu, kami kembali masuk ke apartemen.

"Seingat aku, Pak Adian tinggal di Setra Duta. Makanya tadi aku agak kaget lihat dia."

"Iya, dia memang tinggal di sana. Suamiku cerita kalau rumah Adian lagi direnovasi, makanya dia pindah ke apartemen buat sementara waktu."

Duh, perasaanku jadi nggak enak.

Niat hati nggak mau terlibat sama Adian, kok malah jadi tetanggaan!

Semesta memang lucu. 


TBC

Siapa yang pernah kayak Amiya? Niat ngejauhin, eh sama semesta malah didekatkan! :"))

XOXO,

Rachel

Meet, Prodigious Partner!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang