Chapter 5.2: Regret

1.9K 358 39
                                    

Sepanjang hari, aku menemani Bang Agam mengambil data di kantor klien. Begitu kembali, kami langsung bergabung bersama Mas Galang dan Imelda di meja gibah. Sesuai dengan namanya, fungsi utama set meja makan di sebelah pantry itu adalah untuk bertransaksi gosip terkini di kantor.

Sambil menikmati makan malam, Mas Galang dan Imelda melempar topik tentang Mas Radi. Dari Mas Galang, aku dan Bang Agam tahu bahwa Mas Radi terlibat adu mulut dengan Mbak Maira, hanya gara-gara urusan sepele katanya.

Tak mau ketinggalan, Imelda juga berbagi cerita soal Mas Radi. Karena dia terpilih sebagai partner di proyek terbaru Mas Radi, secara otomatis, Imelda turut merasakan imbas dari mood lelaki itu.

"Lagi ada masalah kali sama selingkuhannya, jadi uring-uringan melulu," cibir Imelda di akhir ceritanya.

Celetukan itu membuatku hampir tersedak minumanku. Beruntung, tidak ada yang memperhatikan bagaimana gugupnya aku sekarang.

"Masih aja kau seriusi gosip murahan itu, Mel," komentar Bang Agam.

"Gue malah mikir gosip itu mungkin ada benarnya lho, Bang," sambut Mas Galang. Bang Agam berdecak tak habis pikir sementara Imelda berseru riang. "Ada sebab kuat nih kenapa gue pikir Radi beneran punya selingkuhan."

"Kau pikir masuk akal Radi punya selingkuhan di Jakarta cuma gara-gara dia sering dinas ke sana?"

"Gue justru mikirnya, selingkuhan Radi tuh ada di kantor ini, Bang. Bukan anak kantor pusat atau partner di Jakarta."

Jawaban Mas Galang bikin aku nyaris berhenti bernapas. Astaga.

"Kalian nyadar nggak sih Radi nggak pernah ambil cuti selain gara-gara sakit? Dua tahun menikah, dia sama sekali nggak pernah cuti. Cuti honeymoon aja enggak. Lo semua tahu sendiri, sehari setelah akad dan resepsi, dia ngantor kayak biasa," tutur Mas Galang.

"Eh, bener juga, ya? Gue baru ngeh kalau setelah nikah, Mas Radi nggak pernah ambil cuti," gumam Imelda.

Lain dengan Imelda, Bang Agam menolak hipotesis Mas Galang mentah-mentah. "Tak ambil cuti kau jadikan tolak ukur orang itu selingkuh? Berlebihan kali."

"Yah, gimana. Namanya orang sudah punya istri, aneh aja gitu nggak pernah cuti." Mas Galang memberi jeda sejenak untuk meneguk air mineral. "Nggak cuma itu, Bang. Gue juga ngerasa aneh aja sama dia. Setelah nikah, Radi nggak berubah. Lembur melulu. Kapan dia balik kantor di jam normal? Kayaknya nggak pernah, deh."

"Nah, itu! Itu!" Imelda makin semangat memanaskan suasana. "Gue juga curiganya gara-gara Mas Radi lembur terus. Gue sih suuzannya, dia sengaja di kantor semalaman buat teleponan sama selingkuhan dia."

"Eh, ada satu lagi yang bikin gue makin curiga. Tiap pulang dinas, Radi selalu nyempetin ke kantor, bukannya balik ke rumah. Sudah gitu, selesai meeting sampai sore, Radi selalu milih balik ke kantor daripada pulang. Gue tahu dia pekerja keras, tapi misal sampai segitunya, malah jadi aneh nggak, sih? Single mah wajar lembur melulu, nggak perlu ada yang diurus. Sudah nikah, pasti lain cerita, dong? Gue aja yang baru pacaran doang, suka mikir-mikir mau skip malam mingguan."

Tenggorokanku mendadak kering. Tubuhku pun berkeringat dingin. Di bawah meja, tanganku meremas rok dengan gelisah.

Bang Agam mendesah panjang. "Bisa aja itu bentuk dedikasi Radi ke Maxima."

"Gue nggak yakin motifnya cuma dedikasi, Bang. Dia itu lebih kayak... kangen sama seseorang di kantor."

Ya Tuhan... mudahkanlah aku menghadapi obrolan ini!

"Menurut gue, wajar-wajar aja sih kalau Radi beneran selingkuh," lanjut Mas Galang. "Kabarnya, dia kan nikah gara-gara dijodohin."

"Apa pun motifnya, perselingkuhan nggak bisa dianggap wajar, apalagi kalau posisinya selingkuh setelah menikah. Namanya sudah berkomitmen, berarti sudah siap bertanggung jawab. Berengsek mah berengsek aja," sahut Imelda berusaha bijak. "Tapi yang lo omongin barusan menarik sih, Mas. Kalau memang selingkuhan Mas Radi orang kantor ini, kira-kira terdakwanya siapa, ya?"

Meet, Prodigious Partner!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang