Kepingan 3

4.1K 229 10
                                    

Happy Reading

Macet. Itulah kata yang menggambarkan kondisi jalanan Ibukota setiap hari. Suara klakson mobil terdengar bersahutan, belum lagi hawa panas yang kian menyengat karena matahari yang mulai naik.

"Aish.. Sial." kesal Al karena kemacetan yang tak kunjung memudar, padahal dirinya harus segera menghadiri pertemuan bisnis dengan kolega bisnisnya.

Al lantas menghubungi Rendy Hizbullah yang tidak lain adalah asisten pribadinya.

"Halo Ren. Kamu sudah sampai di kantor? "

"Halo pak Al. Iya saya sudah sampai di kantor pak." jawab Rendy

"Saya terjebak macet dan sepertinya saya akan telat datang ke kantor, jadi tolong kamu gantikan saya memimpin rapat."

"Baik pak. Adalagi yang bisa saya bantu?
Ucap Rendy

" Tidak ada. "

"Baik pak."

Tidak seperti biasanya Al bangun kesiangan. Padahal dirinya bukan tipe orang yang suka bangun siang, tapi sialnya hari ini Al terlambat bangun. Andin yang biasanya juga membangunkannya walaupun selalu Al yang lebih dulu bangun daripada Andin entah kenapa hari ini tidak membangunkannya.

"Pasti masih marah nih gara-gara gue bentak semalam." Batin Aldebaran

****

Suara gelak tawa Andin dan Reyna terdengar riuh. Mereka sedang bermain ayunan di halaman belakang rumah Al.
Aldebaran memang sengaja menempatkan beberapa mainan di halaman belakang rumahnya untuk Reyna bermain.

"Sudah siang nak, udah ya mainnya. Sekarang Reyna mandi, terus berangkat sekolah." Ucap Andin sembari menghentikan laju ayunan yang sedang diduduki Reyna.

"Oke, mama. Tapi nanti sore kita main lagi ya ma." jawab Reyna.

"Oke sayang. "

Keduanya lantas beranjak menuju rumah untuk bersiap-siap menuju Happy Kids School yang merupakan tempat dimana Reyna bersekolah.

Awalnya Aldebaran tidak setuju Reyna bersekolah di Happy Kids School, Andin pun tidak tahu mengapa Al begitu kekeh tidak mau menyekolahkan Reyna disana, malah Al lebih setuju jika Reyna Home Schooling saja namun Andin menolak mentah-mentah.

"Kamu ngga bisa gini dong Mas. Reyna itu juga butuh sosialisasi Mas. Aku heran kenapa kamu ngga ngebolehin Reyna sekolah dan malah lebih milih untuk home schooling." Kesal Andin

"Reyna itu anak saya. Saya yang lebih tahu mana yang terbaik untuk Reyna." balas Al dingin.

"Cih, omongan macam apa itu? Bukannya selama ini kamu sama sekali ngga peduli sama Reyna, bahkan untuk menemaninya bermain saja kamu ngga pernah ada waktu. Terus kamu bilang ini yang terbaik buat Reyna, kamu gila ya Mas. Pokoknya aku tetep ngga setuju kalau Reyna home schooling!!!."

"Bisa diperbaiki cara bicara kamu saat sedang berbicara sama suamimu? " Ucap Al, matanya menatap Andin tajam.

"NGGA BISA!!! Sebelum kamu kasih ijin Reyna sekolah di Happy Kids School. " balas Andin

"Terserah kamu. Tapi jangan pernah libatkan saya dalam hal apapun tentang sekolah Reyna."

Al benar-benar membuktikan omongannya, dirinya sama sekali tidak mau dilibatkan dalam setiap urusan tentang sekolah Reyna. Semuanya selalu Andin, Andin, dan Andin. Bahkan untuk mengantarkan Reyna ke sekolah Al sama sekali belum pernah melakukannya.

****

Andin dan Reyna telah sampai di Happy Kids School. Reyna tampak semangat sekali, raut wajahnya nampak ceria sampai ketika dirinya melihat teman-temannya bersama mama dan papanya, raut wajah Reyna berubah menjadi murung. Andin nampaknya menyadari perubahan raut wajah anak kesayangannya ini.

"Sayang, ayo masuk kelas. Itu bu gurunya sudah datang nak. " Ucap Andin sembari menyamakan tingginya dengan Reyna.

"Ma, kenapa papa ngga pernah antar Reyna ke sekolah." ucap Reyna tanpa mengalihkan pandangannya dari teman-temannya.

"Reyna kan tahu, kalau papa itu sibuk nak. Papa kerja juga buat Reyna sayang." ucap Andin mencoba menjelaskan.

"Tapi masa papa sibuk terus sih ma."

Reyna semakin sedih. Andin semakin tak tega melihat raut wajah Reyna.

"Hm, kan papa ngga bisa antar Reyna ke sekolah, nanti mama telpon papa ya supaya bisa jemput Reyna sekolah. "

"Beneran ma?

" Iya nak, tapi Reyna janji sama mama kalau Reyna ngga boleh sedih lagi dan harus semangat sekolahnya. Janji? "

"Janji ma." Ucap Reyna sembari mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking milik Andin.

"Ya udah Reyna sekolah dulu ya ma. Dadah mama. "

"Iya nak. "

Reyna lantas bergegas masuk ke kelas. Setelah itu Andin lantas mencoba menghubungi Al untuk memintanya datang menjemput Reyna sekolah.

****

Kemacetan perlahan-lahan mulai terurai. Laju kendaraan mulai berjalan normal. Aldebaran dapat bernapas lega setelah hampir satu jam terjebak macet. Telponnya berdering, terpampang nama Andin di layar telponnya.

"Andin? Ngapain dia telpon saya. "

Al mengangkat telpon dari Andin.

"Halo Ndin, ada apa?" ucap Al

"Halo Mas, aku mau bilang ke kamu. Aku tahu kalau kamu sama sekali ngga mau direpotkan sama semua yang berhubungan dengan sekolah Reyna, tapi aku mohon Mas, kali ini aja kamu mau ya jemput Reyna sekolah. " ucap Andin

Al menghela napas.

"Saya sibuk. Hari ini jadwal saya padat. Saya ngga bisa. "

"Kamu kan direkturnya mas, ngga masalah kan kalau sekali-kali bolos kerja. Lagian kantor kamu ngga akan bangkrut kalau kamu ngga kerja sehari mas. Lagian juga ada Pak Rendy kan yang bisa nge-handle pekerjaan kamu." ucap Andin kesal karena Al yang terlalu egois.

"Memangnya mentang-mentang sayang direkturnya saya bisa gitu aja bolos kerja, apa kata karyawan saya kalau direkturnya seenaknya saja dalam bekerja. Saya juga punya kewajiban untuk memberikan contoh yang baik bagi karyawan saya Andin. " balas Al yang tak mau kalah.

"Gini deh mas, aku bakalan turutin satu permintaan kamu, tapi kamu kali ini harus mau jemput Reyna sekolah."

Hening beberapa saat setelah Andin mengatakan hal tersebut. Aldebaran tak kunjung berbicara.

"Halo Mas. Kamu masih disana kan? Mas. MAS AL!!! " ucap Andin

"Saya dengar Andin, telinga saya masih berfungsi dengan normal. "

"Lagian punya mulut tuh buat ngomong, lah kamu diam saja. Jadi gimana? Deal? "

"Oke, saya akan jemput Reyna sekolah. Jam berapa saya harus kesana?

Andin merasa senang akhirnya Al mau menjemput Reyna.

" Jam 11 Mas. Terima kasih Mas Al, I Love You. "

Pip.. Telepon dimatikan oleh Andin. Al terdiam setelah mendengar kalimat terakhir Andin sebelum menutup telepon. Jantungnya berdebar kencang hanya karena mendengar Andin berkata bahwa dia mencintainya.

*****

CUAP - CUAP AUTHOR

Hallo guys. Akhirnya bisa up juga. Jangan lupa ya vote, comment, and share cerita aku. Kalau ada typo tolong beritahu aku ya guys. Terima kasih sudah mau mampir untuk membaca cerita aku ini.

Regards,

Gamadesu

I'm With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang