12

336 28 9
                                    

"Maaf, anda tidak bisa mendapatkan nomor ponselnya begitu saja!" Tegas Naruto.

"Kenapa tidak bisa? Anda siapanya ya?" Tanya Sasuke tak mau kalah.

"Saya pacarnya!!!" Jawab Naruto. Semua orang yang ada di sana cengo mendengar jawaban Naruto itu.

Jadi mereka benar-benar pacaran!! Pikir mahasiswa TOU.

Tanpa menghiraukan semua orang, Naruto membawa Hinata pergi dari lapangan.

_______





Hinata memandangi tangannya yang digenggam kuat oleh Naruto.

Ingatannya kembali saat pertama kali keduanya saling mengenal.

Mereka yang bahkan tidak mengenal satu sama lain harus terjebak dalam benang merah yang mengikat mereka dimasa lalu.

Mereka mencoba mendekatkan diri guna mengetahui dan menggali semua masa lalu yang menghantui keduanya. Namun siapa sangka, berbagai momen yang mereka jalani membuat mereka saling terjatuh. Membuat mereka kembali terjebak pada cinta yang mereka miliki di masa lalu.

Hinata kembali menerawang. Pertemuan tidak sengaja dengan pemuda yang kini menggenggamnya membuat hati Hinata berdesir aneh. Membuat mimpi yang selalu membayanginya terlihat jelas dan terbuka.

Lamunannya tersentak kala Naruto memakaikan sebuah helm padanya.

"Kemana?" Cicit Hinata.

Naruto tidak menjawab pertanyaan Hinata. Tangannya malah merambat naik mengelus kulit mulus Hinata.

Setelahnya mereka menaiki motor sport hitam milik Naruto. Tangan Hinata yang malu-malu melingkar erat di pinggang kokoh Naruto.

Angin sore kala itu menjadi saksi betapa canggungnya suasana yang diciptakan keduanya. Hinata bungkam. Matanya menatap mata safir Naruto dari kaca spion. Begitupun Naruto, yang sesekali mata safir-nya menatap amethys Hinata di kaca spion. Namun, kontak mata itu tidak membuat keduanya saling berbicara. Mereka menenggelamkan semua pikirannya pada suasana canggung yang menguasai saat itu.

.
.
.

Lima belas menit kemudian, keduanya sampai di sebuah taman bunga yang biasa mereka jadikan tempat mengenang-berkencan- Boruto dan Sumire.

Naruto dengan pelan membuka helm yang mengikat Hinata. Membuat gadis itu sontak memerah karena sikap manis Naruto padanya.

"Ayo..." Naruto kembali menggenggam erat tangan Hinata. Langkahnya membawa Hinata duduk di taman mawar lavender kecil yang selalu mereka tempati.

Beberapa menit setelahnya, keadaan kembali canggung. Naruto yang tidak tahu harus memulai dari mana dan Hinata yang tidak tahu tujuan Naruto, tentu saja membuat keduanya canggung.

Lagipula, setelah pernyataan Naruto pada Sasuke tadi, membuat suasana hangat yang biasanya tercipta, menjadi lenyap begitu saja.

'Apa aku harus mengatakannya sekarang? Tapi apakah itu tidak terlalu cepat?' Begitulah batin Naruto yang membuatnya bungkam.

'Apa yang akan Naruto-kun sampaikan? Apakah mengenai Boruto dan Sumire? Atau tentang pacar__' Hinata menggeleng pelan, tangannya menutupi tangan wajahnya yang kini sudah memerah akibat perkataan hatinya.

'Aku tidak kuat dengan suasana ini! Apa langsung katakan saja? Tapi bagaimana jika Hinata menolakku?" Naruto menolehkan wajahnya pada Hinata. Menatap wajah manis sang pujaan dengan lekat.

"Apa yang harus aku katakan pada Naruto-kun?' Hinata pun menolehkan wajahnya menatap Naruto.

Keduanya saling memandang, hingga rasa malu membuat mereka memalingkan wajah mereka yang merona hingga ke telinga.

'Dasar bodoh!' batin keduanya mengumpat.

Suasana semakin canggung. Kini keduanya berusaha memadamkan merah yang menjalar hingga ke telinga.

Hampir sepuluh menit lamanya mereka terdiam dengan suasana canggung. Naruto yang merasa kurang nyaman berusaha mengubah suasana.

"Hinata..." Panggilnya pelan.

Hinata menolehkan wajahnya pada Naruto. Melihat wajah Naruto yang begitu dekat dengannya, membuat Hinata menahan nafas.

"Bolehkah aku berbicara?" Naruto semakin mendekatkan wajahnya pada Hinata. Tangannya yang bebas kini kembali menggenggam tangan kanan Hinata.

"Y-ya" Hinata yang merasa malu mencoba menjauhkan wajahnya.

Naruto menghembuskan nafasnya pelan, mencoba menenangkan diri dari degup jantung yang berdetak hebat. Setelahnya dia terduduk di bawah Hinata, tanpa melepaskan genggaman tangan keduanya.

"Na-naruto-kun..." Gugup Hinata.

"A-aku tahu ini cepat, ta-tapi biarkan aku mengungkapkannya." Ucapnya tergugup.

Naruto kembali menghela nafasnya, "sejak pertama kita bertemu, jantungku berdegup kencang. Aku menjadi semakin penasaran dengan sosokmu. Hingga kita saling mendekatkan diri karena alasan yang sama. Disitu aku memiliki kesempatan untuk selalu berdekatan denganmu, membuatku semakin gencar mencari jawaban mengenai euforia yang aku rasakan untukmu." Naruto menjeda perkataannya.

"Awalnya aku berfikir, mungkin euforia itu terjadi karena sosok Boruto yang merindukan Sumire-nya. Namun aku berfikir sekali lagi, jika benar itu hanya perasaan milik Boruto, mengapa aku tidak mengenalmu sebagai Sumire?" Wajah Hinata kini sudah memerah padam.

"Hinata, meskipun dirimu bukan sosok Sumire yang memiliki hati Boruto, selalu ingat ini, aku adalah Naruto, dan aku hanya mencintai sosok Hinata. Bukan sosok Sumire."

Hinata mulai menitikkan air matanya, "Na-naruto-kun. Terima kasih sudah memberikan cintamu untukku."

"Jangan berterima kasih. Sebaliknya, aku yang harusnya berterima kasih karena kau hadir dalam hidupku. Mengisi kata cinta dalam hidupku yang kosong." Naruto mengecup tangan Hinata lembut.

"Aku akan mengatakan ini satu kali, dan aku tidak menerima penolakan!" Naruto berkata tegas, membuat Hinata menahan tangisnya.

"Will you be mine, Hinata?"

Hinata mengeraskan tangisannya, "kau melarangku untuk menolakmu kan?"

"Tentu saja!"

"Yes, i am yours."

Naruto tersenyum bahagia. Tangannya kini memeluk erat tubuh sang kekasih. Mengangkatnya tinggi dan membawanya berputar.

"Terima kasih Hinata. Aku mencintaimu..." Naruto menurunkan tubuh Hinata. Kini tangannya berada di pinggang mungil Hinata. Membawa Hinata mendekat padanya, hingga hidung keduanya saling bersentuhan.

"Aku juga mencintaimu, Naruto-kun." Keduanya semakin mendekatkan diri, hingga kedua indra perasa itu saling bersentuhan dan saling mengulum satu sama lain. Kedua bibir itu terus meraup rasa cinta yang mereka tuangkan dalam sebuah ciuman dalam.

Hari itu, sunset jingga dan taman mawar lavender menjadi saksi dua insan saling bersatu. Keduanya menjadi saksi persatuan Naruto dan Hinata, serta saksi momen bahagia Boruto dan Sumire di masa lampau.

Mereka memang terikat benang merah di masa lalu, tapi bukan masa lalu yang membuat mereka kembali terikat, melainkan rasa cinta yang mereka berikan untuk satu sama lain.

.

.

.

END

Maaf ya, tiba-tiba hilang ehhh pas dateng malah selesai.
Aku enggak janji, tapi aku bakalan usahain buat season dua yang kisah borusuminya. Doain aja aku-nya enggak males wkwkkk.

Until We Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang