Pencahayaan masuk menusuk indra penglihatan dimana hal berhasil membuat sang empu membuka matanya perlahan.
Pertama kali dilihat oleh Jeongwoo adalah langit-langit kamar yang terasa tidak asing. Ternyata ruangan itu adalah kamarnya sendiri.
"Akhirnya bangun juga." Suara tidak asing membuat Jeongwoo melirik ke sumber suara tersebut. Ternyata terdapat Mashiho disana, pemuda itu asik berkutat dengan ponselnya.
Mashiho lantas menaruh ponselnya di atas meja kemudian membantu Jeongwoo untuk duduk.
"Dua kali aja lo gini, gimana sih?"
Jeongwoo tak membalas karena kepalanya masih pening. Luka pada kepala akibat benturan belum sembuh total namun kini bertambah luka gores dalam di pundaknya.
"Fix, Haruto buat lo sial. Mending jangan deket Haruto dah, lihat lo jadi gini."
Jeongwoo mengerutkan keningnya kala mendengar ucapan Mashiho barusan, "Maksud lo gimana?"
Mashiho menghela nafasnya, "Seharusnya sadar, lo begini karena di dekat Haruto terus."
Sejujurnya, perkataan Mashiho ada benarnya. Pertama saat pertama kali bertemu Haruto, Jeongwoo mendapatkan luka benturan keras di kepalanya. Kedua saat bertugas malam itu, ia mendapatkan luka goresan dalam di pundaknya.
Sebentar, tidak benar juga apa yang dikatakan Mashiho.
"Enggak juga kali, ini resiko turun lapangan. Lo yang cuman di ruang interogasi mana pernah dapat begini."
Mashiho hanya mendesus, "Ya gue sih cuman kasih tau aja, gue pernah dapat informasi kalau Haruto punya niat terselubung saat masuk kepolisian ini."
Jeongwoo menatap Mashiho dengan tatapan heran, satu sisi ia penasaran akan informasi tersebut tapi satu sisi ia juga bingung kenapa Mashiho bisa tahu akan hal itu.
"Niat terselubung apa?"
Pundak terangkat sekilas, tanda bahwasanya Mashiho tidak tahu lagi akan lanjutannya.
"Gue pernah introgasi seseorang dan dia ada kaitannya sama kematian orang tua Haruto."
Semakin penasaran, Jeongwoo lantas mendekati Mashiho. "Gimana?"
"Ingat kasus pembunuhan perempuan di apartemen waiji?" Tanya Mashiho, dengan cepat Jeongwoo menganggukkan kepalanya karena ia tahu kasus itu walaupun hanya sekilas.
"Walaupun lo belom jadi polisi lo pasti tahu kasus ini karena kasus ini begitu panas karena korban itu adalah istri dari direktur utama Watanabe."
Jeongwoo nyaris tersedak oleh ludahnya sendiri, "Wait, itu awal banget gue pelatihan tapi gue ingat kasus itu---kalau yang bunuh perempuan itu adalah suaminya sendiri."
Mashiho lantas menjentikkan jarinya, tanda bahwa yang dikatakan Jeongwoo ada benarnya.
"Keluarga Watanabe itu hartanya tak terhitung, kasus itu ditutup paksa dengan alasan pelaku telah ditangkap dan saat penayangan berita pun tidak disebutkan namanya. Ya itu karena dibayar."
"Lalu apa kaitannya dengan Haruto?"
"Haruto, dia ingin balas dendam. Dalam darahnya terdapat dendam dan darah pembunuh. Lo hati-hati aja."
Jeongwoo memiringkan sedikit kepalanya, ia menatap Mashiho tak percaya. Namun ada satu hal yang terbesit dalam pikirannya...
"Mashiho, lo tahu banyak hal tentang keluarga Watanabe. Apakah lo memiliki hubungan dengan mereka?"
Seketika Mashiho membeku, hal itu membuat Jeongwoo terkekeh sesaat.
"Aduh, gue bercanda. Tegang amat lo, kalau lo pun tahu itu pasti karena jaringan lo kan? Enggak heran sih tukang introgasi dapat banyak fakta."
Mashiho menghela nafasnya, seperti ada rasa lega.
"Tapi kalau gue boleh jujur nih, Haruto memang mencurigakan. Dalam skill bela diri dan kesigapan dia dalam lapangan seharusnya dia bisa masuk unit khusus bukan unit daerah." Jeongwoo menjeda kalimatnya, kemudian melirik ke arah Mashiho.
"Yang dikatakan lo sepertinya ada benarnya, dia ada niat terselubung. Pasti ada diantara kita yang berkaitan dengan kasus kematian orangtuanya."
️️ ️️️️ ️️
️️ ️️
️️ ️️
Saha ya kira-kira?
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Balance unlimited - HAJEONGWOO.
Fanfiction"Jangan sok kaya lo Watanabe Haruto." "Eh, tapi lo beneran kaya, sih---" ️️ ️️ ️️ ️️ ️️ Jeongwoo tidak habis pikir dengan Haruto si partner kerjanya itu, saking bergemilang harta Jeongwoo menganggap Haruto gila. Ya bagaimana tidak? Gampang banget H...