Langit biru perlahan menjadi abu-abu, benar saja karena tak lama setelah itu tetesan air mulai turun dari awan kelabu.
Pakaian serba hitam dapat dilihat dari orang-orang lokasi tersebut, mereka menemani seseorang yang kini akan beristirahat selamanya.
Tak jarang beberapa orang disana menangis sebab tidak percaya orang itu telah pergi. Dikenal dengan sosok yang hangat membuat sebagian orang-orang terpukul akan kepergiannya.
Dengan wajah datarnya, Haruto menatap batu nisan tersebut. Tak seharusnya ia berada di sini, buat apa? Hanya meninggalkan luka tersendiri.
Lantas, ia pun berbalik. Meninggalkan kerumunan pada pemakaman tersebut. Langkahnya dengan cepat menuju dimana mobilnya terparkir.
️
️
️
️
️️
️
️
️
️
***Pintu ruangan serba putih itu dibuka oleh Haruto kemudian dengan langkah cepatnya ia menghampiri seseorang yang kini tengah beristirahat di atas ranjangnya.
"Udah ke makam Bang Jihoonnya?"
Haruto hanya menganggukkan kepalanya pelan, lalu pemuda Watanabe tersebut menaruh satu bingkisan di meja sebelah ranjang.
"Bagaimana luka lo, Woo? Udah baikkan?"
Jeongwoo, pemuda yang baru saja ditanyakan oleh Haruto hanya tersenyum kecil dan menganggukkan kepalanya.
Wajahnya masih pucat, pun pergerakan masih lemas. Ia baru sadar semalam setelah beberapa hari terpejam akibat kekurangan banyak darah. Syukur, saat itu Haruto dengan cepat bergegas membawa Jeongwoo untuk ditangani secara intensif.
"Eits--- Biar gue bantu lo untuk duduk."
Jeongwoo yang ingin bangkit dari tidurnya kini dibantu oleh Haruto untuk duduk di tepi ranjangnya.
"Terimakasih."
Haruto menggelengkan kepalanya cepat, "Aturan yang berterimakasih itu gue, bukan lo. Lo udah nyelamati gue dua kali, anggap aja ini balas budi gue ke lo."
Keduanya saling bertatapan, dua pasang manik saling menyiratkan bahwa mereka sangat bersyukur karena memiliki satu sama lain.
"Maaf... Gue emang yang dorong Ibu lo saat malam kelam itu."
Jeongwoo terkekeh pelan, kemudian tanpa di duga ia mengusap kepala Haruto yang berdiri di hadapannya.
"Enggak apa-apa, itu masa lalu. Terkadang adanya masa kelam itu buat kita menjadi lebih kuat."
Mendengar ucapan itu, Haruto tersenyum kikuk. Benar, Jeongwoo ini terlalu baik.
"Woo, jangan jadi polisi lagi, ya?"
Mendengar hal itu, Jeongwoo lantas terkejut. Ia bahkan sampai mengerutkan keningnya bingung.
"Kenapa? Ini cita-cita gue dari kecil, ya!"
Haruto menggelengkan kepalanya pelan, dengan iseng ia justru mencubit pelan hidung Jeongwoo dengan gemas. Yang dicubit hanya mengaduh berlebihan.
"Lo baru sadar setelah dua hari terpejam, sempat ada di masa kritis karena tiga peluru itu berhasil membuat lo pendarahan. Setelah ini, gue tidak izinin lo jadi polisi, terlalu bahaya."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Balance unlimited - HAJEONGWOO.
Fanfiction"Jangan sok kaya lo Watanabe Haruto." "Eh, tapi lo beneran kaya, sih---" ️️ ️️ ️️ ️️ ️️ Jeongwoo tidak habis pikir dengan Haruto si partner kerjanya itu, saking bergemilang harta Jeongwoo menganggap Haruto gila. Ya bagaimana tidak? Gampang banget H...