Menggambar merupakan salah satu hobi Yachi. Setiap pulang dari sekolah, gadis tersebut menyempatkan diri untuk membuat gambar walaupun ia membuatnya sedikit demi sedikit, sebab gadis itu memiliki pekerjaan lain.Seperti biasa, apartement yang Yachi tempati bersama sang ibu sepi. Yah, bahkan menjelang sore saja ibunya masih bekerja mengurus perusahaan yang sebenarnya menjadi tanggung jawab sang ayah.
Namun sudah lima tahun sang ayah tak melaksanakan tanggung jawabnya untuk mengurus perusahaan.
Yachi menghela napas panjang lalu menengadah menatap langit-langit kamarnya. Ia menghela napas panjang. Seorang Yachi merasa sangat sepi akan tetapi ia tak bisa melakukan apa-apa selain berdiam diri.
Tak lama iapun memandang gambar yang telah ia buat dengan pensil berwarna abu-abu.
Yachi berdecak sebal, "Mengapa aku harus menggambar ayah, di kertas ini?"
Ia mencoba mengabaikan kertas putih yang telah diberi gambar yang tak Yachi inginkan.
"Ah, aku hampir lupa jika aku belum mandi."
Dengan pakaian sekolah yang masih melekat di tubuhnya, Yachi bangkit berdiri dari bangku lalu melangkah menuju kamar mandi.
***
"Ngomong-ngomong, Kei sudah memilih kegiatan sekolah yang Kei inginkan?"
Pertanyaan dari sang ibu membuat Tsukishima urung mengunyah makanan yang ada di dalam mulut lebih lanjut. Namun hanya sebentar, setelah itu ia tersadar lalu menelan makanan yang telah hancur karena ia kunyah.
"Nah iya! Kei ikut kegiatan klub apa? Olahraga? Menyanyi? Melukis, menggam--
Ucapan Akiteru terhenti karena Tsukishima menyela ucapannya.
"Diam."
Akiteru yang sebenarnya jenuh karena jawaban Tsukishima yang selalu singkat dan datar mendecak kesal. Sedangkan Tsukishima tak mempedulikan sang kakak yang kini melayangkan tatapan sinis kepada Tsukishima. Lelaki berkacamata itu lebih memilih menghabiskan makan malamnya.
"Sudah, sudah. Akiteru lanjutkan makan saja," ujar sang ibu kepada si anak sulung. Sang ibu tahu bahwa saat ini Akiteru menyimpan rasa kesal kepada adik lelakinya.
"Apakah Kei tidak berminat untuk mengikuti kegiatan klub?" tanya sang ibu.
"Hm," jawab Tsukishima.
"Hei bodoh, ibu mana tahu jika kau menjawabnya seperti itu," celetuk Akiteru.
"Terserah," balas Tsukishima.
Sang ibu tersenyum, "Kei hanya perlu memikirkannya matang-matang. Yang penting jangan terburu-buru."
Setelah itu ketiga insan tersebut fokus kepada makan malam yang mereka santap. Namun semenit kemudian Akiteru kembali membuka pembicaraan.
"Ayah belum pulang, Bu?"
"Ya, tentu saja," jawab sang ibu, "Ayahmu akhir-akhir ini terlalu sibuk."
Akiteru menghembus napas panjang lalu berkata, "Tanpa ayah, rasanya tidak lengkap."
"Iya, Akiteru benar."
Tsukishima berdiri dari posisi duduk. Ia menatap sebentar kakak lelaki serta ibunya lalu berkata, "Aku sudah selesai."
Tanpa menunggu jawaban dari kedua orang tersebut, Tsukishima pergi menuju kamar. Sesampainya di kamar, lelaki jangkung itu merebahkan dirinya di kasur. Namun hanya sebentar, lelaki itu beralih duduk di kasur.
"Oke, sebentar lagi aku harus tidur."
***
"Tsukishima!" panggil salah satu lelaki yang merupakan teman sekelasnya.
"Hm?"
"Apakah aku boleh minta nomor ponselmu?''
Tsukishima terdiam sejenak. Ia masih memandang datar teman sekelas yang ingin meminta nomor ponselnya.
Merasa sudah mendapat kata untuk menjawab pertanyaan dari salah satu teman sekelasnya, Tsukishima mengalihkan pandangan dari wajah teman sekelasnya lalu berkata.
"Tidak boleh."
"Loh, mengapa?" tanya salah satu teman sekelasnya sambil mengerjapkan kedua mata secara cepat.
"Pergi dari hadapanku,'' ucap Tsukishima.
"Eh?"
"Pergi."
"Oh-oh! Baiklah."
Lelaki berambut pirang tersebut sengaja menulikan telinga kala salah satu teman sekelasnya--temannya yang ingin meminta nomor ponsel Kei--tengah membicarakan dirinya dengan teman sekelas yang lain.
Kei sama sekali tak peduli jika ada orang yang membicarakan dirinya.
"Ya ampun, kau belum berubah juga ya, Tsukki."
Tsukishima tahu pemilik suara yang barusan ia dengar. Si jangkung berdecak kecil karena sebal dengan perkataan seseorang yang duduk dibelakangnya.
"Berubah menjadi apa? Power rangers?" kata Kei dengan raut wajah kesal.
"Hahahaha, kau lucu sekali, Tsukki," balas Yamaguchi seraya tertawa kecil.
Si lelaki berkacamata menghadapkan dirinya pada Yamaguchi sambil memasang wajah datar, setelah beberapa menit sebelumnya memasang wajah penuh kesal.
"Sudah ku katakan kepadamu ..."
"Huh?"
"Jangan panggil aku Tsukki."
Bagi Yamaguchi, wajah Kei selalu tampak menyeramkan.
Yamaguchi merapatkan bibirnya kala merasa aura seram dari Kei. Lelaki itu merasa sangat takut dan gugup.
Aku merasa mual. Batin Yamaguchi.
Bersyukur, karena ternyata Kei tak menghadapkan diri ke arah Yamaguchi. Lelaki berkacamata tersebut kembali menatap ke arah depan dan membelakangi Yamaguchi. Perlahan rasa gugup dan takut yang menyebabkan dirinya mual hilang. Yamaguchi kembali bernapas lega.
"Maafkan aku ... aku kembali terbiasa memanggilmu seperti itu," ucap Yamaguchi, namun tak mendapat respon.
Yah, Yamaguchi memaklumi hal itu.
***
Hitoka menyaksikan itu semua.
Melihat ada teman sekelas Kei yang lain meminta nomor ponsel kepada lelaki itu, namun Kei tidak memberikan nomor ponselnya dan malah mengusir teman sekelasnya yang meminta nomor ponselnya. Dan interaksi si Kei dengan sahabatnya.
Ia melihat dengan jelas raut wajah Tsukishima yang penuh dengan ketidakminatan.
"Orang lain meminta nomor ponselnya saja di usir, apalagi kalau misalnya diriku mendekati dia dan ... meminta dia menjadi temanku?"
"Walau dia adalah orang yang menolongku pada saat itu."
Setelah berkata demikian Yachi menghembuskan napas panjang.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
You (TsukiYachi)
FanfictionIni hanya tentang seorang gadis bernama Yachi Hitoka yang jatuh cinta dengan seorang lelaki yang menjadi teman sekelasnya, Tsukishima Kei.