TL-1

176 32 16
                                    

"Kamu nanti, ya. Lagian kamu masih ada tas lama," ucap ibu dari anak itu.

"Ma, kakak mau beli sepatu, ya!"

"Adek mau ponsel baru, Ma!"

"Iya, nanti besok papa belikan," ucap sang ayah. Anak perempuan yang meminta pertama kali hanya dapat menatap nanar semuanya. Padahal dirinya hanya meminta sebuah tas, yang harganya murah pun ia tak apa. Terakhir kali dibelikan adalah saat kelas enam saat sekolah dasar dan sekarang ia telah memasuki kelas sembilan di bangku SMP.

Perlahan ia mulai menjauh dari yang lain dan memasuki kamarnya. Keluarganya memang bukan dari kalangan atas, namun bukan juga dari kalangan bawah. Keluarganya berada di kalangan menengah dan rumah yang sedang ditempati memiliki ukuran yang pas.

Lagi dan lagi ia mendapat perlakuan berbeda, hal ini sudah dirasakan oleh gadia berusia 14 tahun ini sejak kecil. Gadis itu memiliki nama lengkap Lovie Qyara Edzard atau biasa  dipanggil Ara. Memang tidak heran bagi Ara mendapat perlakuan seperti ini. Bahkan dari kamarnya saja terlihat berbeda, kedua saudara diperbolehkan memilih desain kamar sendiri. Berbeda hal dengannya saat akan memilih mamanya sudah memilihkan untuknya.

Namun, sekarang Ara sangat membutuhkan benda yang ia minta. Saat tadi di sekolah tiba-tiba saja tasnya jebol menyebabkan isinya keluar semua. Untung saja sahabatnya Aristide Keano Favian biasa dipanggil Ano olehnya membantu membawakan bukunya.

Hanya Ano yang Ara punya saat ini, Ara nyaman dengan Ano. Ara merasa Anolah pelindung yang sebenarnya, yang bahkan tak Ara rasakan pada keluarganya. Ano bahkan memperlakukannya seperti seorang putri, membuat sikap manja terkadang keluar. Tapi, itulah sebenarnya sifat dari Ara yaitu masih kekanakan. Karena lingkungan sekitarnya membuat sifat dan sikap Ara menjadi dewasa, bahkan jika dibandingkan dengan kakak yang sudah berada dibangku kuliah Ara jauh lebih dewasa.

Mungkin untuk besok Ara akan menggunakan totebag terlebih dulu. Ara pun mulai mendekati mejanya dan mulai mengerjakkan tugasnya. Ara bersekolah di salah satu SMP Negeri, ada alasan mengapa Ara memilih di SMP Negeri. Lagi-lagi Ara diperlakukan berbeda, karena kakak dan adiknya disekolahkan di sekolah dengan akreditasi bagus atau dapat dibilang elite.

Semakin tahun Ara merasa semakin tersingkirkan dari keluarganya sendiri. Bahkan Ara tidak pernah berbelanja ke mall sekalipun. Ini disebabkan kedua orangtuanya memberikan uang pas pada jatahnya. Memang Ara hanya diberi jatah satu juta termasuk uang di luar saku sekolah, sedangkan saudaranya bisa diberi hingga lima juta perbulan.

Saat sedang fokus mengerjakkan ponsel milik Ara berbunyi. Ara pun mengalihkan fokusnya dan melihat nama yang tertera pada layar ponsel miliknya itu.

"Hallo?"

"...."

"Iya, udah tahu."

"...."

"Nggak dikasih."

"...."

"Nggak usah, Ara masih ada totebag kok."

"...."

"Dibilang nggak usah, Ano. Kok kamu ngotot banget sih!"

"...."

"Pokokmya aku ngambek sama kamu!"

Tut tut

Tanpa menunggu balasan darinya Ara langsung memutuskan sambunganya, terlihat juga raut wajah Ara yang kesal. "Huh! dasar Ano!" dengus kesal Ara.

Namun, dengan ini Ara dapat melupakan apa yang baru saja ia rasakan. Ano memang memiliki dampak besar bagi Ara dan kehidupannya. Mungkin tanpa Ano seperti tanpa lampu jalan yang tak menyala. Karena pertama kali bertemu Ano adalah saat di mana Ara kecewa pada kedua orangtuanya dan disitulah Ara mulai menyadari perbedaan sikap kedua orangtuanya.

Three Loves (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang