TL-27

62 20 7
                                    

Sudah tiga hari semenjak kejadian perbincangan yang menggemparkan. Lika pun sudah bersikap seperti biasa, hanya saja dia masih tak menyangka bahwa selama ini dia usdah tinggak bersama putri satu-satunya.

Hanya satu masalah mereka saat ini, yaitu bagaimana caranya memisahkan antara Raven dan Ara yang notabenya adalah kakak dan adik kandung yang saling tidak tahu. Peran Lika di sini adalah agar tak terjadi hal yang tak diinginkan dari keduanya.

Lika ingin sekali bertemu dan berkumpul dengan anak-anaknya, tapi bukan dengan kondisi begini. Sungguh takdir yang kejam mempersatukan Raven dan Ara yang notabenya adalah kakak dan adik.

"Mas!" panggil Lika pada suaminya yang sedang bersiap ke kantor.

"Ada apa?"

"Aku minta bertemu dengan Xander!" 

"Baiklah, tapi aku nggak janji bisa secepatnya. Apalagi karena kesibukannya, jadi tolong ngertiin ya?" Lika mengangguk setuju, yang terpenting adalah dia dapat bertemu dengan putra sulungnya.

"Yuk ke bawah!" di meja makan semua sudah menunggu kehadiran Edam dan Lika.

"Pagi!"

"Pagi!!" sahut ketiganya bersamaan.

Hubungan Ara dan Raven masih sama. Ara masih diam dan bungkam setelah mendengar pengakuan Raven sebelumnya

Setelah sarapan, Ara segera pamit dan menarik tangan Ano keluar meninggalkan Raven yang sepertinya ingin bicara padanya. "Ma, Raven pamit berangkat dulu," pamit Raven.

"Gimana ini mas?"

"Kamu tenang aja, sebaiknya jangan terlalu pikirkan ya. Aku akan cari jalan keluarnya!" ucap Edam menenangkan sang istri. Dia pun mengecup singkat bibir mungil Lika sebelum keluar dari rumah.

Setelah Edam pergi Lika memilih masuk ke dalam kamarnya. Dia duduk dan bersandar di sandaran kasurnya. "Kenapa ini semua terjadi pada keluargaku, Ya Allah!"

Tak terasa air mata Lika menetes. Sudah sejak tadi Lika menahannya, apalagi melihat anak-anaknya tak tak akur membuatnya merasa sedih. Walau Edam memintanya untuk tak memikirkannya, tetap saja Lika akan terus terbayang-bayang.

"Aku harus kuat. Oh iya, kata mas Edam dulu ayah Ara sudah meninggal, otomatis yang meninggal itu mas Hansa!"

"Innalilahi, nggak yangka aku. Aku ingin berziarah, tapi aku kan nggak tau di mana dimakaminnya. Kalau tanya Ara pasti curiga, gimana kalau mas Edam aja?"

"Hallo mas!"

"Ada apa Honey? kamu udah kangen aku?"

"Nggak, aku hanya ingin bertanya sesuatu."

"Tanya apa?"

"Aku mau tahu di mana mas Hansa di makamin?"

"Oh, dia dimakamin di TPU deket rumahnya kok."

"Okey, makasih ya. Aku boleh kan ziarah ke sana?"

"Kenapa nggak? aku nggak akan larang, hanya aja kamu harus izin seperti ini ya!"

"Iya mas. Aku tutup ya, mau siap-siap."

"Hati-hati honey!"

Tut tut

Jangan heran Edam akan memanggil Lika dengan sebutan 'honey' jika memang benar-benar berdua. Jika sedang ada salah satu anaknya atau sedang berkumpul Edam gengsi atau lebih tepatnya malu jika dirinya yang biasa bersikap cool akan bersikap romantis dan bucin.

Edam tak akan membiarkan itu. Edam ingin menjadi contoh dan seseorang yang dibanggakan oleh anak-anaknya. Edam ingin Ara menganggapnya ayah kandungnya. Maka dari itu Edam sellu bersikap cool.

"Bik!"

"Iya bu?"

"Saya akan keluar ya, saya nggak tahu punang jam berapa, tapi saya akan pulang secepatnya."

Saat ini Lika sudah berada di depan makan Hansa. Dia berjongkok dan mengusap nisan Hansa, selagi menaburi bunga.

"Assalamualaikum mas. Maaf aku baru ke sini, aku tahu kita sudah bercerai. Namun, bagaimana pun kamu akan tetap menjadi ayah dari anak-anak kita. Kamu tahu sekarang anak kedua dan terakhir kita sedang terjebak dalam hubungan sepasang kekasih. Konyol sekali, aku harus melakukan apa mas? apa yang harus aku lakukan agar mereka dapat kembali ke jalan benar. Kamu juga nggak perlu khawatir, aku akan tetap menceritakan segalanya yang aku tahu. Aku pamit, mas!"

Setelah selesai Lika memilih untuk mampir ke sebuah restoran dan memesan kopi serta cake sebagai pendamping. Seperti memang benar jika keluar tak mampir ke resto atau cafe pasti akan terasa berbeda.

****

Sekarang waktu istirahat seharusnya Ara sudah berada di kantin bersama Ano, tapi karena Raven ia harus terseret dan berakhir di taman belakang sekolah.

"Jadi apa yang ingin kamu omongin?" ucap ketus Ara.

"Maafin aku Ra. Sungguh aku nyesel dengan perbuatan yang udah aku lakuin ke kamu. Apalagi aku udah ngecewain mama aku yang notabenya perempuan seperti kamu. Aku memang bukan manusia sempurna yang memiliki baik. Aku hanya seorang lelaki brengsek yang sangat mencintai dirimu."

Bagaimana Ara tak meleleh jika diperlakukan seperti ini? jangan kan Ara wanita mana pun tak akan bisa melawannya. Gombalan maut dengan tutur bahasa yang baik membuat hati Ara porak-poranda.

"Kamu mau kan maafin aku dan ngasih aku kesempatan kedua?" ucap harap Raven. Dari mata Ara dapat melihat ketulusan Raven, tapi entah kenapa hatinya masih ragu dengan pernyataan Raven sekarang.

Ada diam sebentar, sebelum mengangguk pelan. Bodoh itulah sifat yang dapat mendeskripsikan wataknya sekarang. Ara sudah terbutakan okeh cinta, Ara sudah terbutakan oleh janji manis laki-laki.

"Makasih ya Ra!" saking senangnya Raven sampai memeluk Ara dengan erat. Bahkan Raven mencium pipi kanan Ara dengan cepat.

"Maaf!" ucap Raven setelah tersadar dengan perbuatan yang baru dilakukannya ini.

"Nggak papa!" sahut kikuk Ara dengan senyum terpaksa.

Kenapa kamu menerima dia lagi sih, Ra, batin Ano dari kejauhan.

Memang setelah melihat Ara ditarik oleh Raven pun mengikuti jalan mereka hingga berhenti di taman sekolah. Ano pun mencari tempat yang aman agar dapat mendengarkan apa yang mereka bicarakan tanpa ketahuan.

"Rav, ke kantin yuk aku udah laper," cengir Ara membuat Raven terkekeh kecil.

Ara pun membawanya ke kantin dan memesaknnya makanan dan minuman. "Ini dia tuan putri!"

"Makasih ya!" ucap Ara dengan senyum terpatri di wajahnya.

Ara bahagia akhirnya dia berbaikan dengan Raven, tapi ada rasa yang berbeda dalam hatinya. Apalagi ara heran kenapa dia bisa mengingat terus tentang Ano.

Apa Ano sedang ada masalah makanya dia memikirkan Ano? karena ini emang bukan kejadian pertama kalinya. Setiap merasakan perasaan ini pasti ada saja musibah yang menunggu dirinya.

Setelah pulang Ara langsung pamit menuju kamarnya, sedangkan Raven meminta bahwa dia sudah ada janjian dengan om nya yang satu itu.

"Rav!"

"Ada apa, Ma?"

"Ada yang ingin Mama bicarakan!" ucap Lika dan membawa Raven menuju taman samping.

"Jadi apa yang ingin Mama bicarakan sama aku?" Raven perhatikan ibunya seperti gugup, keringat dingin terus keluar dari tangannya.

"Mama baik-baik aja?"

"Iya, Mama boleh minta nggak?"

"Minta apa?" ucap Raven penasaran.

"Mama minta buat kamu jauhin Ara."





























Jangan lupa Vote N Komen dan baca cerita Arisaa yang lain.
Satu kata untuk part ini😘
👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇

Three Loves (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang