TL-14

74 26 26
                                    

"Akhirnya pulang!" ucap semangat Ara.

Edam sedang membereskan barang Ara, tapi ada satu hal yang hingga kini belum Edam katakan pada Ara. Mengatakan bahwa mulai sekarang Ara akan tinggal bersama dirinya dan Ano.

"Ano belum pulang, Dad?"

"Sebentar lagi, lagian kita juga nugguin Ano dulu kan?"

"Assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam!" sahut Ara dan Edam kompak.

"Udah semua?" Ara mengangguk, saat akan dipindahkan ke kursi roda Ara menolak keras. Ia mengatakan ingin berjalan sendiri, dengan tegas Ano menolak dan menawarkan untuk menggendong Ara.

Saat dalam perjalanan pun Ara sangat asik mengobrol hingga tak sadar bahwa jalan yang dilalui bukan menuju rumahnya. Mata Ara tak sengaja melihat ke jalan. "Loh ini kan bukan jalan ke rumah."

"Kamu lihat saja dulu, ya," ucap Edam sambil fokus menyetir.

Ara menganga melihat rumah yang berada di depannya. "Kenapa kita ada di rumah Ano?"

"Karena di sini adalah rumahmu sekarang."

"Maksud Daddy?" bukannya menjawab Edam justru menuntun Ara untuk masuk ke dalam.

"SELAMAT PULANG KEMBALI!" seru semuanya dan ternyata Lika pun ada. Namun, ada seorang laki-laki yang berdiri di sampingnya dan Ara pernah melihatnya.

"Terima kasih!"

"Vian, ini adalah anak dari tante Lika. Raven Nandana Gibran, ingat kan? Daddy akan mengantar Ara ke kamar dulu. Kamu bisa ngobrol dulu dengan Raven." Ano diam dan memberi tanda Raven untuk mengikuti dirinya.

Lika memilih untuk ke dapur bersama ART rumah. Ano berdiri di taman belakang melihat langit. "Nama gue Aristide Keano Favian, lo bisa panggil gue Vian atau Aris. Gue nggak bakal panggil lo abang kecuali di depan mereka."

"Okey, panggil gue Raven aja dan gue mau ngomong sesuatu sama lo." Raven berjalan mendekat ke Ano dan membisikkan sesuatu.

"Kayanya gue tertarik sama cewe tadi," ucap lirih Raven sebelum pergi meninggalkan Ano.

"Brengsek! lo nggak bakal bisa dapetin dia!" umpat Ano membuat Raven berhenti dengan jarak yang belum terlalu jauh.

"Kita lihat aja siapa yang bakal menang, lo atau gue!" ucap sinis Raven dan kembali melanjutkan jalannya.

"SIALAN!"

Ano sampai kapan pun tak akan pernah rela melepaskan Ara. Ara hanya miliknya, selamanya. Tak akan pernah terpisahkan dan jika hal itu terjadi Ano akan memisahkan mereka dan mengikat Ara hanya untuknya.

Akan selalu begitu, ada yang menghalangi? maka dia tak akan muncul lagi dihadapan Ara. Mati-matian Ano menjaga Ara dan Raven yang akan dapatkan? tidak akan, Ano tak akan pernah rela hal itu terjadi.

Itu adalah paten dan tak ada yang memiliki hak untuk mencabutnya. Lagi pula Ano tak akan pernah melepas Ara. Ano yakin seiring berjalannya waktu pun Ara pasti akan jatuh hati padanya.

"Vian, kamu kenapa?" celetuk Edam yang melihat Ano sendirian.

"Hah? nggak papa kok, Dad. Oh iya, gimana keadaan Ara?"

"Setelah Daddy antar dia langsung tidur kok, mungkin masih lemes. Tapi, Ara juga tadi udah makan sebelum tidur, walau awalnya nolak. Sekarang giliran kamu yang makan!" ajak Edam dan menggiring putranya menuju ruang makan.

"Menurut kamu gimana dengan Raven? Daddy memang belum terlalu mengenalnya sih, Daddy mau dengar pendapatmu."

"Menurutku baik," di depan kalian, lanjut Ano dalam hati.

Entah kenapa Ano memiliki firasat tak baik dengan calon kakak tirinya itu. Apalagi setelah pernyataanya tadi terhadap Ara membuat Ano khawatir. Ara tak pernah dekat siapapun kecuali dirinya, ini yang membuat Ano takut Ara terjerumus ke hal yang tidak baik.

Ara tak mengenal dunia luar, Ara termasuk anak yang penurut apalagi ia akan jauh lebih menurut pada orang yang umurnya di atasnya. Ara itu polos, maka dari itu Ano selalu menjaganya. Ano tak ingin hal negatif merasuki pikiran Ara dan membuatnya berubah. Ano tak akan rela jika hal itu terjadi.

"Ian, kok diam aja. Duduk!" Ano seketika sadar dari lamunannya. Benar saja, ia telah sampai di ruang makan. Jika tadi ia berjalan sendiri mungkin akan ada sebuah insiden, syukurnya tadi Ano bersama Edam.

"Mau makan apa, mas?"

"Aku ayam aja sama sayurnya!" dengan telaten Lika mengambilkan makan untuk Edam. Saat ini mereka sudah seperti keluarga yang harmonis.

"Kalau, Vian sama Raven?"

"Ikan baladonya aja ma/tan!" ucap kompak keduanya membuat Lika terkekeh.

Lika pun menyodorkannya pada Ano, tapi Raven menyerobot dan mengambil piringnya membuat Ano reflek merebutnya lagi. "Ini tuh punya gue!"

"Gue!" Edam hanya menatap datar keduanya.

"Udah!" ucap Lika mencoba melerai. Sayangnya keduanya tak mendengarkan hingga ... bunyi piring pecah pun menggema.

"Terus! terus aja! awas ya kalian berdua!" ucap rendah Edam, tapi terkesan menyeramkan. Raven dan Ano pun hanya dapat meneguk ludahnya berat.

Mati! batin runtuk Ano.

Sial, bokapnya serem banget, batin umpat Raven.

"Udah nggak usah ngomongin dalam hati, langsung aja depan orangnya!" sarkas Edam. Badan keduanya sudah gemetaran.

****

"Dad, Ara boleh sekolah kan?" rengek Ara. Saat ini baru 05.30 A.M dan tiba-tiba Ara masuk kamarnya dan terus merengek seperti ini.

"Lusa aja ya?"

"Nggak mau, maunya hari ini. Ya Dad!" Ara mengeluarkan jurus andalannya membuat Edam gigit jari karena gemas.

"Kenapa sih, pagi-pagi udah ribut?" ucap Ano yang baru saja selesai mandi dan ganti seragam.

"Ano! Ara mau sekolah!" tamat sudah, sekarang puppy eyes Ara berpindah pada Ano, sedangkan Edam menghela napas lega. Perlahan Edam turun dari kasur dan menuju kamar mandi.

Ano yang melihat pun membulatkan matanya. "DAD!"

"Keputusan ada di kamu!" seru Edam dari balik pintu kamar mandi.

"Jadi?" Ara masih dalam ekspresi yang sama.

"Okey, tapi kalau ngerasa sakit kamu tidur aja ya! biar nanti Ano yang nulis dan kalau pusing banget kita langsung pulang!" ucap tak terbantahkan. Ara yang kesenangan bergegas ke kamarnya untuk bersiap-siap.

Semua sudah berkumpul di ruang makan begitu juga dengan Edam yang sudah rapi dengan setelan jasnya. "Daddy berangkatnya, mau ada meeting!" pamit Edam dan mengecup pipi kedua anaknya.

"Assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam!"

"Kita juga berangkat yuk!" Ano menggandeng pergelangan tangan Ara dan menuntunnya masuk ke mobil.

"Jalan pak!"

"No, selama aku izin ada Ulangan nggak?"

"Ada kayanya, dua mapel kalau nggak salah. Nanti kalau di kelas Ano kasih tahu, ya?" Ara pun mengangguk setuju dan kembali fokus manatap jalanan. Sedangkan Ano sibuk mengelus rambut Ara.

Mereka telah tiba di depan gerbang sekolah. "Ano, kita kapan ujian?"

"Dua minggu dari sekarang kita bakal ujian sekolah, untuk materi yang belum Ara paham bakal Ano jelasin kok!" Ano merangkul pundak Ara dan menuntun masuk ke dalam sekolah hingga kelasnya. Hari sekolah Ara kembali dimulai hari ini.

















Jangan lupa Vote N Komen dan baca cerita Arissa yang lain.
Satu kata untuk part kali ini😘
Konflik semakin dekat🙂
👇👇👇👇👇👇👇👇

Three Loves (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang