TL-8

82 27 14
                                    

"Kenapa Ara belum siuman, Dad?" ucap khawatir Ano.

"Sabar, Ara kan masih terpengaruh obat bius," jawab Edam sambil mengelus rambut putranya mencoba menenangkannya.

"Tapi-"

"Lebih baik kamu istirahat, biar Daddy yang jaga Ara!" Ano akhirnya menurut, ia bangkit menuju sofa panjang yang berada dalam ruangan. Tak lama Ano sudah terbawa dalam mimpinya dan sekarang Edam yang duduk di samping Ara.

"Hanya kamu yang mampu membuat putra saya seperti ini, Ra," gumam Edam sambil melihat wajah Ara.

Ara memang cantik dan Edam mengakui hal itu. Mungkin itu juga merupakan daya tarik Ara, sehingga membuat orang tak mampu mengalihkan pandangannya padanya. Hanya saja sikap Ara yang terjadang galak dan jutek membuat orang menjadi senggan mendekatinya, tapi ini juga membuat para pria menjadi semangat mendekatinya.

"Om," gumam lemah Ara membuat Edam mengalihkan perhatian.

"Sebentar om panggilkan dokter!" tak lama dokter datang dan Edam pun menyingkir sembari membangunkan putranya.

"Bagaimana?"

"Kondisinya sudah stabil, hanya perlu perawatan hingga pulih kembali dan yang paling penting perbanyak istirahat," jelas dokter itu dan kembali keluar.

"Ada yang sakit?" tanya khawatir Ano.

"Nggak. Makasih ya, No," ucap tulus Ara.

"Tentu saja, aku udah bilang kan, akan melakukan apapun untuk kamu," balas Ano. Edam pun berdehem membuat keduanya malu.

"Inget, di sini ada yang jomblo," sindir Edam, sedangkan Ano tersenyum malu.

"Siapa? bukannya di sini jomblo semua?" ucap polos Ara membuat yang lain tepuk jidat.

"Hahaha ... iya kita semua kan memang jomblo," ucap Ano tertawa garing.

"Ini sudah malam lebih baik sekarang tidur!" titah Edam mencoba mengalihkan perhatian.

"Iya Dad/om!"

Ano pun kembali ke posisinya di sofa paling panjang, sedangkan Edam berada di sofa yang memiliki muat dua orang. Ano dan Edam sudah terlelap walau pun belum pulas, berbeda dengan Ara yang sama sekali tak dapat memejamkan matanya.

"Apa orang rumah tahu bawah aku di rumah sakit?" gumam pelan Ara.

Namun, Ara sudah tahu bahwa mereka pun tak akan perduli ia berada di mana.  Padahal Ara hanya berharap sedikit perhatian dari mereka, tapi sepertinya itu sangat sulit.

"Sebaiknya aku mencoba untuk tidur sekarang!"

Di lain tempat seorang pria sedang memandang langit dari balkon kamarnya. Ia kembali mengingat bagaimana sikapnya selama ini dan kenapa ia baru sadar bahwa ia sudah keterlaluan. Belum lagi tak ada yang mengingatkannya membuatnya berlaku semena-mena.

Padahal mereka juga memiliki darah yang sama. Tapi, ia bahkan lupa akan hal itu. Syukurnya sekarang ia mengingatnya, walaupun sudah terbilang sangat lama. Bukannya itu lebih baik dari pada tidak sama sekali?

"Kak!"

"Ada tumben lo ke sini Zayyan?"

"Nggak papa sih, cuma malam ini kaya ada yang kurang aja," sahut Zayyan yang dibenarkan olehnya.

"Apa kak Xander juga begitu?"

"Apa karena Ara nggak ada?"

"Entahlah, mungkin iya," jawab ragu Xander.

Perasaanya sekarang masih kacau, ia tak bisa memikirkan semuanya dengan jernih. Xander butuh waktu untuk memahami semuanya, untuk menerima semuanya. Apa iya, ia masih tidak ikhlas? tapi, kejadian itu sudah sangat lama sekali.

Three Loves (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang