TL-20

71 22 12
                                    

"Apa yang terjadi pada kamu Ra?" ucap panik Ano ketika melihat Ara menangis.

Sebenarnya Ano masuk untuk memberitahu bahwa sudah waktu makan. Namun, dirinya dikejutkan dengan kondisi Ara yang seperti ini.

Melihat Ara yang terus bungkam membuat Ano memeluk erat Ara. Ia mengelus punggung Ara, mencoba menenangkannya.

Ada apa sama kamu Ra, batin panik Ano.

Kemudian mata Ano tak sengaja melihat secarik kertas yang jatuh di bawah Ara. Perlahan Ano memgambilnya dan mulai membaca perkalimat. Saat membaca ekspresi Ano selalu berubah-ubah, tapi hanya ada satu ekspresi yang terus ada, ekspresi terkejut.

"Kamu dapat ini dari mana, Ra?"

"Dari hiks ... hiks ... dari Kak Xander hiks ... hiks ...."

Kenapa bisa disurat ini ayah Ara sampai menulis seperti ini. Apa ia sudah menduga bahwa ia tak akan sanggup atau tak kesampaian mengatakannya? ucap batin Ano bertanya-tanya.

"Ra, sebaiknya kamu sekarang istirahat!" Ano pun menuntun agar Ara berbaring.

"Ta-"

"Ssstt! lebih baik kamu istirahat sekarang ya? aku temani kamu, aku akan selalu berada di samping kamu, Ra. Jadi, kamu nggak perlu sungkan cerita sama aku, kamu itu napas bagi aku, Ra." Hancur sudah pertahanan Ara yang sedari tadi ia tahan.

"Huaa! hiks ... hiks ... hiks ... huhuhu ... hiks ...." Saat ini Ano hanya dapat menenangkan Ara dengan memeluknya.

Secara terus menerus ia mengelus kepala Ara, hingga tak sadar Ara tertidur karena cape menangis. Ano yang merasa nyaman pun ikut tertidur di samping Ara dengan posisi memeluk erat tubuh Ara.

Sementara itu Edam yang merasa Ano lama pun menyusul keduanya keatas. Saat masuk ia malah melihat putranya sedang memeluk Ara dengan mata terpejam. Namun, ketika akan menutup pintu matanya melihat sesuatu yang menarik.

Ia pun masuk dan mengunci pintu kamar Ara dari dalam. Ia mengambil kertas itu dan duduk di sofa. Edam mulai membaca tulisan yang berada di secarik kertas itu. Edam membaca beberapa kali karema tak menyangka apa yang tertera di kertas itu.

"Apa maksudnya ini!" Edam pun menelpon asistennya untuk menyelidiki hal ini.

Setelah itu Edam memilih keluar dan membawa kertas itu. Sepertinya Edam tahu mengapa Ano dan Ara berpelukan. "Loh mas, Vian sama Aranya mana?"

"Mereka tidur, mungkin tadi Ara tidur dan saat membangunkan Ara, Ano justru tidur," alibi Edam yang ternyata dipercayai oleh Raven dan Lika.

"Ya sudah yuk makan, oh iya nanti simpan makanan untuk Vian dan Ara. Mungkin nanti mereka bangun dan lapar!" Lika pun mengangguk paham dan mengambilkan makanan untuk sang suami beserta Raven.

Suasana makan malam pun berlangsung dengan tenang. Apalagi tak ada pemecah suasana seperti Ara membuat makan malam kali ini menjadi sunyi.

"Ven, kami masuk ke dalam kamar dulu!" Raven pun bangkit dan berjalan menuju kamar Ara.

Ternyata apa yang dikatakan Edam benar Ano dan Ara sedang tidur berdua. Untuk meredam rasa irinya ia pun memilih bergabung dan tidur di sisi lain Ara.

Raven juga memeluk Ara yang posisinya memunggungi dirinya. Raven mulai memejamkan mata, entah kenapa rasanya ia langsung mengantuk ketika membaringkan badannya.

Belum lagi Raven tak pernah merasakan suasana seperti ini. Hidup berdua hanya bersama Mamanya membuatnya tak pernah merasakan bagaimana kebersamaan bersama saudara. Raven bersyukur mendapat ayah tiri seperti Edam, karena Edam sungguh sangat berbeda dari ayah kandungnya yang bahkan tak pernah menjenguknya. Berbeda dengan Edam yang sangat memperhatikan Raven yang notabenya hanya anak tiri.

Three Loves (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang