Pertemuan 1

244 26 5
                                    

Mulai menulis cerita anda

Michele POV

Aku bukan melarikan diri atau tak menerima kenyataan bahwa Lidya hanya mempermainkan ku. Tapi aku hanya mencari cara untuk terbebas dari sejuta tanya yang akan ditanyakan oleh Zara. Karena aku tak tahu alasan apa yang harus kuberikan padanya. Dia masih terlalu belia untuk mengetahui semua kebenarannya.

Bukan sekedar Lidya, aku pun memberi batasan yang sangat berjarak pada teman-temanku tanpa terkecuali. Huh. Aku hanya tak ingin mereka memberi kabar pada Lidya dan akhirnya Lidya kembali memberi kami harapan. Aku Takut. Takut sakit. Sakit Karena pengharapan dan cinta yang ternyata tak bertuan.

Oh ya, aku ke Singapura hanya untuk mendapatkan penerbangan tercepat untuk menuju Belanda. Di Belanda aku mengunjungi nenekku yang memang asli keturunan Belanda. Rotterdam. Ya kota pelajar yang mempertemukan kedua orangtua ku. Namun, aku tak menghabiskan banyak waktu di sana, hanya sekitar 3 Minggu saja. Aku memutuskan untuk berkeliling Eropa, terutama negara tetangga Belanda.

Belgia adalah negara yang pertama kami kunjungi, aku dan Zara berjalan-jalan di Brussel kemudian hampir sebulan aku tinggal di kota kecil yang menakjubkan pemandangannya, De Haan. Disana aku mengajak Zara mengenal sejarah, mengunjungi pantai De Haan dan juga mengunjungi kota terdekat dari De Haan.

Selanjutnya menuju Negara kecil Luksemburg. Mungkin para penjelajah Eropa seringkali melupakan negara kecil satu ini, tapi aku ingin memperkenalkannya pada Zara. Menyusuri Padestrian Corniche pemandangan benteng tua yang berada di tepi suangai Alzette. Berswafoto di jembatan Passerelle Viaduct. Makan siang di Kongo di Echternach dengan memandangi tepi sungai Sure.

Selanjutnya aku menuju Spanyol, lebih dari dua bulan kami berada di Spanyol. Mengingat di sini sangat banyak kota-kota yang menarik di kunjungi. Tentunya Madrid, Valencia, Barcelona, Sevilla, Granada, bahkan kami menuju ke kepulauan Canary yang sangat indah Pantainya La Olivia salah satunya patai dengan pemandangan gurun.

Menuju Portugal perjalanan kami selanjutnya, di Aveiro kami tak melewatkan tur menggunakan gondola melihat bangunan sejarah sekitarnya. Mengingat Zara sangat menyukai dongeng atau cerita putri ku ajak dia ke Sintra banyak istana kastil bergaya kuno dikelilingi pepohonan dan bunga-bunga eksotis. Menaiki trem di Lisbon.

Berhubung aku salah satu penggemar AC Milan, tidak seru rasanya jika tak mengunjungi Negara Pizza ini. Italia. Tentunya Milan menjadi salah satu tur wajib dalam agenda Itali, Menuju museum sains dan teknologi Nasional Leonardo da Vinci di Olivetan dimana terdapat galeri Leonardo da Vinci, pameran fisika dari mulai Galileo, Newton, Volta, berkaitan dengan optik, transportasi, kendaraan bermotor. secara keseluruhan 15ribu sejarah teknis dan ilmiah yang mewakili sejara sains dan teknologi di Italia. tentunya akupun menuju stadion san siro.

Sebulan di Italia rasanya tak cukup. Tapi bagaimana lagi masih banyak destinasi yang ingin aku perkenalkan pada Zara. dari Italia kami menuju Switzerland dengan menggunakan Bernina Ekspres, dari Tirano  Italia. Dengan kereta kami sangat menikmati perjalanan kami yang sangat indah disuguhkan sepanjang perjalanan. Mengunjungi Danau Jenewa, Swiss Museum of Transport, Zoo Zurich, Menuju Museum seni Kunsthaus Zurich, dan tentunya ke  Piz Gloria menikmati makanan dengan pemandangan salju.

Dan sekarang aku dan Zara berada di Jerman, tepatnya di Leipzig kami baru saja mengunjungi naturkundemuseum

yang merupakan museum bintang.  Namun tiba-tiba saja Zara muntah-muntah membuat kami memutuskan untuk kembali ke penginapan.

ku gendong Zara masuk ke penginapan yang ku sewa selama sebulan dan baru seminggu kami tempati. Zara tampak lelah, wajahnya pucat. 

"sayang, kamu istirahat yaa.." ucapku membaringkannya di ranjang sembari mengelus keningnya. "Ama buatkan bubur dulu."

aku hendak pergi, Zara menahan tanganku. menatapku dengan sayu, "Ama,, appa Ama. appa." ucapnya penuh pengharapan.

Aku hanya tersenyum tipis. "Sebentar ya."

Ku tinggalkan Zara, agar dia beristirahat dengan tenang dan aku membuatkannya bubur. 

Akhir-akhir ini Zara lebih sering menanyakan Lidya. Aku dapat membaca raut kerinduan dalam wajahnya.  Padahal sebelum-sebelumnya dia amat menikmati perjalanan ini. Tapi saat di Swiss tiba-tiba saja dia selalu membicarakan Appa. "Aku ingin ke sini sama appa, aku ingin main sama appa, aku ingin digendong sama appa." 

Aku egois. Mengesampingkan keadaan Zara yang masih kecil,  berharap Zara melupakan Lidya dengan perjalanan panjang ini membuatnya melupakan semua hal tentang Lidya. Tapi ternyata aku salah, Zara sama sekali tidak melupakan Lidya. 

Sekarang apa yang harus aku lakukan? Aku tak mungkin egois. Tapi, bagaimana pula aku menemukan Lidya?

Semalaman Zara mulai demam, beberapa kali dia mengigau menyebutkan nama Lidya. karena demamnya yang tak kunjung turun aku memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit.

Aku segera membawanya ke rumah sakit Helios Park Leipzig, mengingat itu yang terdekat dengan penginapan kami. Zara mendapatkan penanganan yang cepat dari dokter IGD, Zara mengalami Acute Respiratory Infection atau kalau di Indonesia lebih dikenal dengan ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) membuatnya harus menginap di rumah sakit.

Hah. aku benar-benar merasa bersalah pada Zara. Atas keegoisanku dia menjadi seperti ini. Kata dokter, Zara mengalami infeksi saluran pernafasan akibat virus, karena mobilitasnya yang tinggi membuat daya tahan tubuhnya menurun sehingga membuatnya lebih rentan terkena paparan virus.

Ku elus rambutnya, dengan penuh rasa bersalah. tangan kanannya yang diinfus, hidungnya yang terpasang oksigen. Wajahnya tampak pucat.

"Kesayangan Ama cepet sembuh yaa." ucapku seraya mengecup keningnya.

Setelah keadaan Zara tenang dan lebih baik dari sebelumnya, aku memutuskan untuk ke kantin. tentunya tidak lupa ku titipkan Zara pada suster. 

aku perlu asupan yang cukup agar tubuhku tetap fit dan aku bisa terus menjaga Zara. Walaupun sebenarnya kali ini sebenarnya aku sedang sangat tak nafsu makan, karena memikirkan keadaan Zara. Tapi aku harus memaksakan diri untuk Zara.

Aku mengambil makanan siap saji, menghangatnya di oven. Selagi menunggu hangat aku membayarnya di kasir. 

"Danke." ucapku pada kasir. 

Langkahku terhenti. Menatap dengan tidak percaya. Tidak. Tidak mungkin bisa  menemukannya disini. 

Aku berinisiatif mengikutinya, aku mencoba mengejar langkahnya yang sangat terburu-buru. Sebisa mungkin aku tak ingin jejaknya.

Menghilang?

Kemana perginya?

Aku tidak mungkin salah lihat.

tbc

Apa sih yg lagi hangat di Jeketi?
Masih ada tubir" an?

kitaaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang