Di hidupku, kau berharga.
Menempaku menjadi orang yang seperti ini,
hadir selalu dalam setiap keping memoriku.
Membantu menyatukannya, jika ku bingung.
Menghidupkannya, jika aku lupa.
Tapi kalau begitu, bagaimana aku bisa melupakanmu?
Jadi sebenarnya, aku belum tahu itu anugerah atau kutukan.********************************
Hari ini Dava mengajak Fina ke tempat mereka pertama kali bertemu. Untuk mengenang segala memori yang mereka buat, katanya. Mau itu senang atau sedih, semua membantu Fina maupun Dava menjadi pribadi seperti sekarang ini. Jadi dengan menggunakan bus, berangkatlah mereka ke taman kanak- kanak yang jadi saksi bisu awal persahabatan mereka.
Begitu banyak yang berubah di tk itu. Tapi Fina dan Dava masih mengingatnya sejelas melihat ke kaca yang bersih. Mainannya sudah banyak yang diganti tapi perosotan yang dulu masih ada di tempatnya. Bertahan dalam diam, seakan menunggu mereka berdua kembali.
"Lo ingat, apa yang terjadi disini?" Kata Dava membuka pembicaraan.
"Gimana gue bisa lupa. Pertama kali dibully disini." Jawab Fina sambil tertawa. "Dasar anak tk."
Dava pun ikut tertawa. Kalau dulu rasanya seram sekali. Tapi kalau diingat lagi, segalanya jadi lucu."Kalo lo gak dateng, gue gak tau apa yang bakal terjadi sama gue. Ucapan makasih aja gak bakal cukup untuk ngungkapin betapa bersyukurnya gue."
"Ah lebay lo, Fin. Gue emang your knight in shining armour yah?" Kata Dava. Fina hanya tersenyum manis. Ah lucunya Dava dulu. Berlari dengan kaki kecilnya, membela perempuan yang bahkan belum dikenalnya."Lo tau, apa yang ada di pikiran gue ketika lo berdiri didepan gue, diantara pembully itu?"
"Apa, Fin?"
"Lo itu pahlawan gue. My knight in shining armour, betul."
Dava tertawa kecil mendengarnya.
"Gue berjanji, sejak saat itu gue akan selalu ada buat lo. Menjadi penyelamat lo, seperti yang selalu lo lakukan ke gue. Hahaha kalau saja gue tahu apa yang bakal terjadi sekarang. Maaf ya Dav, janjinya gue ingkari." Lanjutnya.
"Jadi bukan hanya gue yang mengingkari janji nih ceritanya?" dava setengah bercanda, berharap membuat suasananya lebih ringan.
Fina tertawa. Ironis sekali keadaan mereka kini. Kalau saja mereka tahu, tak akan mereka main-main dengan hati."Yaudah deh. Jalan lagi yuk?" Kata Dava. Fina hanya mengangguk kemudian mengikuti langkah Dava keluar dari taman kanak kanak itu.
*******************
Mereka dalam perjalanan sekarang. Dava tidak mau memberi tahu Fina mereka akan kemana, rahasia katanya. Fina akan tahu kalau sudah melihat tempatnya. Jauh juga ternyata. Memakan sekitar 30 menit. Namun akhirnya mereka sampai juga.Fina melihat sekitar sambil mengangguk bersemangat. Dia tahu betul tempat ini. Dulu, disini lah tempatnya dan Dava melarikan diri dari masalahnya. Melepaskan semua resah yang ada di hati. Mereka sedang di taman kota, dengan sejuk angin yang menerpa wajah dan pohon-pohon hijau memanjakan mata, cocok sekali menjadi tempat untuk refreshing dan mencari inspirasi baru.
Dulu Fina dan Dava sering sekali bermain petak umpet diantara rimbunnya pepohonan ini. Kalau Fina sudah marah-marah sendiri yang tandanya dia sudah jenuh, Dava akan mengajaknya kesini. Mereka akan mencoba menebak nama pohon yang ada, berlari sampai kehabisan napas, dan pulang dengan perasaan seratus kali lebih baik dari sebelumnya.
Kini, walaupun tak sebebas dulu, mereka berdua tertawa. Mengingat segala hal yang terjadi disini. Begitu banyak yang terjadi seiring waktu. Seperti ketika waktu Fina kejatuhan ulat bulu, atau ketika Dava menabrak pohon. Tidak ada yang tahu ada apa dengan Dava waktu itu. Mereka tidak menyadarinya tapi ketika diingat banyak sekali bingkai-bingkai kenangan yang mereka ciptakan.
Mereka hanya berdiri saja disana, berdampingan, sampai matahari sudah mulai tenggelam. Cahaya oranyenya mengenai wajah keduanya, membuatnya bersinar. Mereka tersenyum. Sama-sama tahu kalau tak peduli apapun yang terjadi, akhirnya semua akan baik-baik saja. Hidup akan bekerja dengan caranya sendiri, memastikan semuanya berakhir bahagia. Yah, untuk sebagian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Tak Berujung
RomanceKalau hidup mengubah pandangan tentang cinta dan kasih sayang, apa kita masih bisa berpegang pada keyakinan?