Sudah kucoba
Merubah segalanya
Mengorbankan perasaanku,
Mengabaikan kebahagiaanku.
Sudah kucoba
Memperbaiki segalanya
Menjaga hatimu,
Membuatnya tetap utuh.
Tapi berapa banyak harga yang harus kubayar?
Berapa lama lagi bisa kutahan semuanya?
Kamu tahu kan,
Tidak pernah sekalipun aku bermaksud
Melihatmu seperti ini,
Mendengarmu merintih seperti itu.
Tapi,
Dan maafkan kalau aku egois,
Tapi aku juga pantas bahagia.******************************
Deg.
Hati Dava seakan baru saja dijatuhkan dari ketinggian tak terhingga.
Jatuh menuju duri-duri tajam, menusuk dirinya hingga berdarah.Hal terakhir yang ia inginkan adalah mengecewakan Fina. Apalagi membuatnya menangis. Dan kini, perempuan itu duduk di hadapannya, berusaha sekuat tenaga menahan air mata yang keras kepala mengalir dari kedua mata cokelatnya. Dia tahu betul Fina sebenarnya mencoba tidak peduli. Mencoba tidak merasa apa-apa. Tapi dia juga tahu betul kalau sekarang Fina sedang marah. Patah hati. Menahan rasa kecewanya. Soalnya perempuan itu mengerutkan dahinya begitu dalam, sampai-sampai Dava ingin sekali menyentuh dahinya. Dan bagian paling menyakitkan? Dava salah satu penyebabnya.
Dava tak tahu kalau jadinya akan begini. Kalau tahu juga dia sudah berlari ke rumah Fina, menjadi pijakannya seperti yang selalu ia lakukan. Kemarin, dia pikir Fina baik-baik saja. Dava juga kasihan sama Moya, karena Dava selalu menomor satukan Fina. Jadi ketika Fina menelepon, Dava tidak mengangkat.
Tapi kalau begini kan dia jadi serba salah. Dia sudah berjanji kepada Fina, dulu sekali kalau dia akan selalu ada untuknya. Tentu saja dia tidak lupa. Terkadang keadaan memaksanya mengingkari janji tersebut, tapi Dava paham kenapa Fina kecewa.
Suaranya bergetar ketika dia menjawab "Fina, gue minta maaf. Gue gak tau."
Hening sebentar, kesunyian yang begitu menyesakkan Dava, dia merasa seperti akan mendengar vonis mati."Gue gak butuh permintaan maaf. Gak butuh simpati. Lo seharusnya tau itu lebih baik dari orang lain, Dav. Atau udah gak ngertiin gue lagi. Atau udah sibuk pacaran sampe temen sendiri dilupain? Teman macam apa kayak gitu?" Kata Fina. Walaupun isinya marah, tapi nada bicaranya tetap sama. Datar. Pelan. Serak.
"Gue gak tau lo kenapa kemarin, Fin. Dan jujur, sekarang gue juga gak tau lo kenapa. Gue gak tau harus ngomong apa lagi. Gak akan selamanya gue akan ada buat lo. Gue juga punya kehidupan." Kata Dava. Dia tidak bermaksud sekasar itu, tapi sudah terlanjur keluar dari mulutnya.
Fina memejamkan matanya. Ucapan Dava barusan begitu dalam. Jadi, selama ini Dava menganggap Fina sebagai beban? Hal yang menjauhinya dari kesenangan? Pikiran itu membuat air matanya mengalir lagi.
Dava mengutuk dirinya sendiri. Kenapa sih dia ngomong begitu ke Fina? Bodoh. Sekarang dia jadi menangis lagi, kan. Kalau ada lomba jadi teman terjahat, mungkin dialah pemenangnya.
"Gue gak bermaksud ngomong gitu, Fin. Gue cuma gugup. Lo tau kan gue gak pinter ngadepin orang?" Katanya.
"Dulu lo selalu bisa ngadepin gue." Jawab Fina.
"Tapi mungkin kita harus sama-sama sadar kalau semuanya sudah beda. Lo bukan sandaran gue lagi, karena sekarang ada yang butuh lo juga. Mungkin lebih dari gue. Dan gue bukan orang yang dulu mungkin pernah bikin lo ketawa. Bukan orang yang nelfon lo malem-malem kalau gue gak bisa tidur. Bukan orang yang selalu gue kasih kulit ayam sisa. Not anymore." Lanjutnya.Jeda.
"Semua cuma gara-gara ini?" Kata Dava.
"Lo kan gak tau apa yang terjadi."
"Lo gak pernah ngasih tau gue."
"Lo gak dateng."
"Harus berapa kali kita bahas ini?""Yaudahlah gak penting. Gue udah capek bahasnya." Kata Fina sambil berjalan meninggalkan Dava. Padahal dia hampir saja memberi tahu Dava apa yang terjadi dalam hidupnya kini. Bagaimana nasib orangtuanya.
Tapi sudahlah. Semua itu tak penting lagi. Toh, Dava tidak peduli kan? Dia tadi bilang dia juga punya kehidupan, bukannya mengurusi urusan Fina saja. Jadi kali ini, Fina akan mengurus dirinya sendiri. Biar dia buktikan pada Dava kalau dia juga bisa berdiri tanpa ditopang.
Sedangkan Dava sekarang sedang bertanya-tanya apa yang ada di pikiran perempuan yang baru saja meninggalkannya itu. Ada apa sih, sampai-sampai dia seperti ini? Asal tahu saja, Fina itu bukan jenis orang yang sensitiv. Tapi kenapa sekarang, dia jadi begitu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Tak Berujung
Storie d'amoreKalau hidup mengubah pandangan tentang cinta dan kasih sayang, apa kita masih bisa berpegang pada keyakinan?