9. Truth

527 125 2
                                        


"A-apa maksudmu?" Tanya Sana.

"Parfait adalah cerita series buatan ayahku. Semua yang ada di dalamnya di rancang dan dibuat oleh ayahku, termasuk dirimu." Ucap Jeongyeon.

"Aku tau bagimu ini tidak masuk akal, tapi coba lihatlah ini. Seharusnya saat ini sudah ditayangkan." Jeongyeon menyalakan tv.

Sana terkejut melihat animasi di dalam tv persis seperti gladiator beberapa hari lalu. Ia melihat dirinya, Jeongyeon, Jimin, dan semuanya yang ada di parfait namun dengan rupa yang berbeda.

"Saat aku ber ulang tahun, seseorang memberikanku kalung ini dan ternyata kalung ini dapat membawaku ke parfait. Kau ingat pertama kali kita bertemu? saat itu aku tidak sengaja memegang kalung ini sehingga aku bisa tiba tiba berada di hutan kerajaan." Cerita Jeongyeon.

"Jadi saat ini kau berkata bahwa semua yang aku alami adalah skenario yang ayahmu buat??" Tanya Sana.

"Maafkan aku, tapi itu yang sebenarnya. Ayahku sudah tiada bertahun tahun lalu dan saat ini adikkulah yang melanjutkan ceritamu. Bila kau ingin tau siapa yang membuat kau sakit, kau bisa marah padanya." Ucap Jeongyeon.

"Serangan kerajaan timur, kematian orang tuaku, sakit yang aku rasakan, kau bilang semua itu adalah sebuah cerita karangan seseorang?! hidupku adalah karangan?!" Sana menitihkan air matanya.

"Maafkan aku, itu cerita yang buruk. Adikku berusaha menyelesaikan ceritanya dengan membuatmu meninggal karena sakit keras." Ucap Jeongyeon.

"Lalu apa yang kau lakukan? mengapa kau membawaku ke sini?" Tanya Sana.

"Aku tak mungkin membiarkanmu mati begitu saja." Ucap Jeongyeon.

Sana menoleh menatap Jeongyeon.

"Saat aku pergi ke Parfait, aku sadar kalian semua di sana layak hidup." Ucap Jeongyeon.

"Kembalikan aku ke Parfait." Perintah Sana.

"Aniyo.. kau harus dirawat dulu disini." Tolak Jeongyeon.

"KEMBALIKAN AKU KE PARFAIT SEKARANG!!!!" Teriak Sana.

"Sana-ssi..."

"Aku tidak peduli pada cerita bodohmu!! kembalikan aku ke parfait sekarang!!" Teriak Sana.

"Kalian seenaknya saja mempermainkan hidup kami. Hidupku Jeongyeon! hidupku! hidup orang tuaku! bisa bisanya kau seenaknya melakukan itu." Sana terisak.

"Bagaimana bisa kehidupanku selama ini ternyata adalah karangan?!" Sana tak terima.

"Aku tak ingin melihatmu lagi Jeongyeon. Pulangkan aku ke parfait dan jangan pernah muncul lagi di hadapanku." Perintah Sana.

"Tidak." Tolak Jeongyeon.

"Kau akan tetap disini, sampai kau sembuh dan aku akan tetap pergi ke Parfait apapun yang terjadi." Ucap Jeongyeon.

"Saat aku berada di Parfait, cerita akan berjalan tanpa campur tangan adikku atau aninator lainnya. Ceritanya akan terbentuk begitu saja. Waktu di sana akan berhenti saat aku kembali ke dunia nyata dan akan berjalan lagi saat aku kembali. Tapi bila aku tak ke Parfait lagi, adikkulah yang akan melanjutkan jalan ceritanya. Segala yang ada di parfait akan berjalan sesuai dengan keinginannya. Karena itu aku aku akan kembali ke Parfait bersama kau yang sudah sehat. Supaya kau bisa memerintah Parfait sesuai kehendakmu, bukan kehendak adikku." Jelas Jeongyeon.

"Kau bukan ratu yang kejam Sana. Bukan itu yang diajarkan orang tuamu." Lanjut Jeongyeon.

"Dari mana kau mengetahuinya?" Tanya Sana.

"Aku bisa melihat kasih sayang terpancar di matamu saat kau tersenyum. Kau ratu yang bijak, baik hati, dan penuh kasih sayang. Bukan ratu yang kejam dan berdarah dingin." Jawab Jeongyeon.

"Jadi berhentilah meminta kembali dan beristirahatlah disini. Aku akan menjagamu dan memperkenalkan  dunia nyata kepadamu." Ucap Jeongyeon dengan tulus.

"Baiklah." Sana mengalah sambil membuang pandangannya.

"Beritahu aku jika kau membutuhkan sesuatu. Adakah yang kau inginkan saat ini?" Tanya Jeongyeon.

"Tolong tinggalkan aku sendiri." Pinta Sana.

"Baiklah." Angguk Jeongyeon.

Jeongyeon pun pergi keluar meninggalkan Sana sementara wanita itu kembali menangis terisak.


.
.
.

Malamnya Jeongyeon pun kembali ke kamar Sana dengan membawakan sebuket bunga. Jeongyeon menaruhnya di vas diatas meja lalu mendudukan dirinya di samping Sana. Jeongyeon memandangi wajah tidur Sana. Jeongyeon meraih tangan Sana dan mengelusnya dengan lembut. Merasakan kelembutan itu, Sana pun terbangun dari tidurnya dan menatap Jeongyeon.

"Ah maafkan aku, aku membangunkanmu." Jeongyeon menarik tangannya.

Sana mengangkat tangannya dan kembali meraih tangan Jeongyeon.

"Kau kemana saja?" Tanyanya.

"Kau bilang kau ingin sendiri." Jawab Jeongyeon.

"Kau pergi terlalu lama." Sana mengenggam tangan Jeongyeon.

"Maafkan aku." Sesal Jeongyeon.

"Jangan tinggalkan aku lagi, aku takut sendirian disini." Pinta Sana.

"Iya, aku takkan kemana mana." Jeongyeon membenarkan selimut Sana.

"Tidurlah." Ucap Jeongyeon sambil mengelus rambut Sana.

"Kau pria pertama yang berani mengelus rambutku selain ayahku." Ucap Sana.

"Benarkah? ahh maafkan aku, aku biasa melakukannya pada sahabat wanitaku." Ucap Jeongyeon.

"Kau.. melakukannya ke wanita lain juga?" Tanya Sana.

"Hanya ke sahabatku saja. Aku merasa seperti begitu dekat denganmu karena telah mengenalmu sejak dulu, maafkan aku." Sesal Jeongyeon.

"Kau selalu menontonku?" Tanya Sana.

"Sebenarnya tidak, aku tidak terlalu tertarik pada animasi jadi aku tak menonton semuanya. Tapi aku mengetahui ceritamu, kau cukup terkenal disini." Ucap Jeongyeon.

"Benarkah?" Tanya Sana.

"Ne, semua orang membahas tenang seriesmu." Angguk Jeongyeon.

"Aku sedikit penasaran tentang kehidupan disini." Ucap Sana.

"Cepatlah sembuh, aku akan mengajakmu jalan jalan dan mentraktirmu makanan makanan yang enak." Ucap Jeongyeon.

"Baiklah, aku akan segera sembuh." Sana tersenyum.

"Kau selalu terlihat manis saat tersenyum. Bisakah kau tersenyum padaku lebih banyak?" Tanya Jeongyeon yang berhasil membuat Sana tersenyum malu.

"Berhentilah menggodaku." Ucap Sana malu malu.

"Kalau begitu berhentilah menjadi terlalu cantik." Balas Jeongyeon.

"Jeongyeooonnnn." Wajah Sana memerah.

"Baiklah baiklah aku akan berhenti. Aku takut kau akan meledak, wajahmu sudah terlalu merah." Ledek Jeongyeon.

Malam itu pun mereka habiskan untuk berbincang dan bercanda. Mereka begitu dekat tanpa ada lagi rahasia. Sana pun sudah merasa lebih baik sejak mengetahui segala kebenaran yang ada.


























Croquis ParfaitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang