GIO
Tempat tinggal Sandy besar dan asri dengan tanaman merambat di bagian tembok penyangga. Dinding dipasang batu-batu berwarna hitam sehingga memberi kesan suasana alam. Di bagian atas terdapat balkon yang pagarnya pun ditanami tumbuhan merambat. Dari jendela balkon, aku seperti melihat sosok yang sedang mengamati ke bawah, kira-kira ada dua orang.
Sandy mengenakan pakaian serba hitam. Celana kebesaran. Atasan baju berlengan panjang dan bawahnya sampai ke dengkul. Tidak terlihat seperti anak yang suka bergaya.
Aku mengikuti Sandy masuk ke rumah dengan perasaan waswas. Meski rumah Sandy termasuk mewah, tetapi begitu aku masuk ke dalam, suasana menjadi terasa dingin. Warna lampu di ruang tamu terlihat temaram, sehingga membuat seseorang yang masuk merasa lebih hati-hati.
"Kau sudah pulang, Sandy?" tanya seorang laki-laki berbadan kekar dan tinggi.
"Ya. Hanya ada beberapa mata kuliah. Jadi bisa pulang cepat," jawab Sandy dengan tatapan tenang.
"Selamat sore, Om," sapaku berbasa-basi.
Laki-laki itu hanya mengangguk tanpa membalas sapaanku. Ia memandangku seperti sebuah alat pemeriksa seluruh tubuh hingga aku merasa sedang diawasi. "Jangan biarkan dia berlama-lama di sini!" Ia berbicara kepada Sandy, tetapi matanya masih tertuju padaku.
"Aku tahu. Tapi mungkin beberapa hari dia butuh tempat ini," balas Sandy.
"Terserah kau saja." Laki-laki itu berlalu meninggalkan aku dan Sandy.
Tatapan yang menusuk langsung tersimpan dalam memoriku. Jika bukan karena Sandy yang membawaku ke tempat ini, aku juga tidak ingin dipandangi dengan tajam.
"Kau tidak perlu risau dengan ayahku. Dia memang begitu. Kau bisa tinggal di sini selama kau mau."
"Aku sangat berterima kasih. Tetapi aku rasa itu tidak perlu. Aku masih bisa pulang ke rumah," ucapku yang masih merasa tidak enak hati.
Kini aku mengikuti Sandy menaiki tangga yang berada di pojok. Dinding bercat hitam, lampu cukup tinggi di atas kami sehingga cahaya tidak banyak menyebar. Sandy berjalan cukup tenang, seperti sudah biasa dengan suasana yang berkesan muram ini.
Ia menuntunku sampai ke sebuah kamar. Pintunya bercat hitam. Ia masuk dan disambut dua anak kecil yang langsung memeluknya. Aku tersenyum kepada mereka. Mereka tampak malu-malu, hanya berani melirik tanpa memandangku lama-lama.
Kamar Sandy berdinding batu alam, lampu juga berkesan temaran. Baru pertama kali aku memasuki kamar laki-laki yang begitu tenang. "Kamarmu sengaja dibuat seperti ini?" tanyaku yang sedikit merasa tidak nyaman dengan suasana alami ini.
"Bukan aku yang membuatnya, tetapi memang ayahku yang mendesain dari awal. Tetapi memang lebih nyaman dan tenang untuk ditempati. Kau pasti belum terbiasa dengan suasana sepert ini?" Ia memandangku, lalu beralih ke kedua anak kecil yang sudah duduk manis di kasur. "Mereka juga awalnya menangis saat pertama kali datang ke sini."
"Mereka siapa? Bukan adikmu?"
"Bukan, mereka anak-anak terlantar di pinggir jalan. Aku mengajaknya ke sini, dan ternyata mereka betah. Jadi aku merawat mereka."
"Kamu berbaik hati juga," pujiku, lalu menghampiri kedua anak kecil, satu laki-laki dan satu perempuan. "Hai, Adik-adik. Perkenalkan nama kakak Gio."
"Aku Sinta," ucap anak perempuan.
"Aku Santo," ucap anak laki-laki.
Aku mengusap kepala mereka satu per satu.
Sandy tersenyum melihatku yang begitu SKSD dengan kedua anak kecil tersebut. Kupikir Sandy sosok laki-laki berdarah dingin yang tidak bisa senyum. Ternyata, ia memiliki hati mulia karena begitu peduli dengan anak kecil yang terlantar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Finding Unknown Fragrance ✅ (Terbit)
Misterio / SuspensoCERITA INI DIIKUTSERTAKAN DALAM 1ST ANNIVERSARY ANFIGHT BATCH 8 Blurb: Shopie begitu menyukai parfum hingga mengoleksi berbagai bahan dasar parfum yang ia taruh di stoples kaca. Namun, kegiatannya itu membuat Opi dan Sonia, orangtua Shopie merasa an...