Bab 1: Aroma Mawar Segar

91 14 14
                                    

Salah satu kebahagiaanku ada di situ.

~~~

Shopie

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Shopie

Aroma mawar yang manis dan segar mengudara di koridor. Setiap hidung yang berada di jangkauan dapat menyerap kesegaran tersebut, tetapi tidak semua bisa menerima molekul berbau harum itu.

Dari hidung lari ke mata.

Aku hanya tersenyum semringah seakan tidak ada beban padahal beberapa sorot mata sedang mengamatiku dengan berbagai komentar. Aroma yang kukenakan pasti sudah tercium ke hampir setiap mahasiswa yang dekat denganku saat melintas. Aku cuek saja.

Shopie Anandita, itu namaku, mahasiswi Manajemen Bisnis semester dua. Aku menuju ruang kelas sambil tetap tersenyum. Senyumku bukan sekadar keramahan, tetapi karena aku sedang berbahagia akibat sesuatu yang baru kupakai. Kebahagiaan yang aku bawa bukan berarti bisa menyebarkan kebahagiaan yang sama untuk orang lain. Namun, aku tidak peduli.

Biar saja sebagian orang tidak menyukai aroma yang tersebar dari tubuhku dan memilih buru-buru menjauh.

Bukan berarti bau badanku tidak enak seperti misalnya bau debu, bau keringat, atau bau apek. Justru aku menyebarkan aroma yang teramat wangi. Begitu wangi hingga bisa membuat beberapa orang senang atau malah mabuk karena bauku yang berlebihan. Yang terpenting, aku suka dengan bau tubuhku.

"Shop... Shopie!" teriak suara perempuan dari beberapa jarak di belakangku. Aku sangat kenal suara itu.

Aku pun menengok. Mataku menyipit karena kesulitan menangkap sosok yang mendekat. Sedikit buram. Setelah sosok itu cukup dekat, baru diriku bisa melihat lebih jelas. Senyum pun aku kembangkan untuk menyambut kedatangan sahabatku ini. "Pagi Ista. Muka kamu kusut bener? Kesiangan lagi, ya?" tanyaku seraya memperhatikan wajah Ista.

Ista memiliki tubuh lebih tinggi daripada aku, kira-kira setinggi 160 sentimeter, badannya juga lebih berisi. Rambut Ista pendek sebahu dan bergelombang, bagian bawahnya di cat cokelat samar. Ia tersenyum kecut. "Iya nih. Karena kerjain tugas semalaman. Terus buru-buru naik ojek online biar gak kena macet."

"Gak bareng Zaki lagi?" tanyaku lagi sambil mengeluarkan sisir dari tas, lalu menarik Ista ke dekat dinding.

"Kayaknya udah duluan dia. Dia telpon enggak aku angkat. Mungkin udah sampai dari tadi," jawab Ista yang mulai merasa risi karena rambutnya tiba-tiba disisirin olehku. "Gak di sini juga kali Shop nyisirinnya."

Karena tinggiku sekitar 145 senitemer menyebabkan aku harus sedikit berjinjit agar bisa meraih rambut Ista. Tidak seperti Ista yang suka menggerai rambut, aku lebih memilih mengepang rambutku dan hari ini kukepang satu agar tidak gerah.

"Udah terlanjur. Biar rapian dikit." Tidak peduli pandangan orang, aku melakukan dengan suka rela karena ingin merapikan rambut sahabatku yang tadi megar akibat tertiup angin. "Sudah beres. Ayo ke kelas."

Finding Unknown Fragrance ✅ (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang