Pagi ini, dilakukan acara sosialisasi yang dibawakan oleh para alumni SMA Nawara. Baik yang sudah bekerja, maupun yang masih menduduki bangku perkuliahan. Semua siswa mulai dari kelas satu sampai kelas tiga dikumpulkan menjadi satu di aula.
Disinilah Nana, duduk ditengah-tengah antara Ken dengan Arga, karena memang tempat duduknya tidak ditentukan bedasarkan kelas. Bebas. Para kakaknya yang lain duduk di sebelah Arga, sedangkan teman-temannya duduk di sebelah Ken.
Setelah pembukaan singkat, para alumni membagikan selembar kertas untuk masing-masing murid. Mereka diminta untuk menuliskan cita-cita mereka disana.
Sejenak, Nana merasa ragu. Jujur saja, gadis itu sama sekali tidak memiliki bayangan apapun terkait masa depannya. Gadis itu melirik kearah kembaran nya,
'Cita cita : menjadi pemain sepak bola'
Haha. Oke.
Kalimat itulah yang tertoreh diatas kertas milik Ken. Nana menghela napas lelah. Yah, meski gadis itu tau bahwa kembaran nya memang sangat mahir dalam bidang olahraga, ia tau bahwa kalimat itu mungkin hanyalah pemikiran sesaat yang terlintas di otak pemuda itu.
Kenapa? Karena pemuda itu seringkali berkata,
'Gue mau jadi pemain basket', ucapnya dua bulan yang lalu.
'Gue mau jadi penyanyi aja deh. Suara gue bagus juga kalo didenger-denger' ucapnya seminggu kemudian. Karena apa yang diucapkan pemuda itu memang fakta, Nana hanya bisa melengos menanggapinya.
'Oke. Gue nggak akan ganti keinginan lagi. Gue udah bertekad untuk jadi dokter. Kata kak Darren, lumayan kalo ketemu sama pasien cantik heheh' ucapnya kemarin sore.
Sekedar informasi, untuk yang satu itu, Ken langsung mendapat bogeman penuh cinta dari Nana begitu ia mengucapkannya.
Sebenarnya masih ada lagi omong kosong Ken terkait cita-citanya. Tapi karena terlalu banyak, Nana sudah tidak ingat.
Merasa tidak akan mendapat inspirasi, Nana beralih pada kakak keduanya,
'Cita-cita : Menjadi batu'
Oh, baiklah. Seharusnya Nana tidak kaget lagi, jika memang Arga yang mengucapkan demikian. Tapi entah kenapa, tiba-tiba Nana merasa pening. Bagaimana bisa, kakaknya yang paling jenius di angkatannya, dapat menjadi peringkat satu bertahan dengan pemikirannya yang seperti itu?!!
Nana capek.
Acara sosialisasi tersebut berlangsung cukup lama. Dari tempat duduknya, Nana dapat melihat bahwa tidak lebih dari sepuluh persen siswa yang masih menyimak apa yang diucapkan oleh seseorang diatas podium. Beberapa dari mereka ada yang sibuk berbicara, hingga tertidur (yang jelas, Arga termasuk kedalam golongan ini).
"Jadi, sebelum saya akhiri penjelasan saya, ada yang ingin kami sampaikan" ucap seorang pemuda yang dari tadi masih setia mengoceh diatas podium. Nampaknya kalimat itu menarik banyak perhatian, karena suasana seketika menjadi hening, sebelum pemuda itu kembali berkata, "karena kami telah mendapatkan izin dari pihak sekolah, dalam dua minggu kami akan mengadakan acara pentas seni"
Ditempatnya, Damian mengernyit kemudian memanggil Arga yang memang tertidur di sebelah kirinya, "kak. Emang ayah ada bilang kalo mau ada acara pensi?"
Arga terdiam sejenak, kemudian menggeleng, "kayanya enggak. Coba lo tanya sama Darren gih. Dia wakil OSIS"
"Lo tau soal ini bol?" tanya Damian, kini pada kembaran nya.
"Gue cuman tau sekilas sih, soalnya pensi kali ini proyeknya alumni. OSIS lepas tangan"
Setelahnya, mereka kembali menyimak penjelasan dari alumni tadi yang kini kembali berbicara pula, "jadi, kami dari persatuan alumni, mengadakan sebuah proyek demi terwujudnya kedekatan dan keakraban para siswa SMA Nawara tercinta ini. Hal ini tentu bertujuan untuk meningkatkan rasa persaudaraan antara kakak dan adik kelas, sehingga tidak ada kesenjangan diantara kalian"
"Pensi ini nantinya akan dikelola, ditampilkan, dan dinikmati oleh kalian sendiri. Sedangkan kami, pihak alumni berperan sebagai penanggung jawab"
Kemudian seorang perempuan berwajah manis maju dan menambahkan, "singkatnya, dalam pensi ini, nantinya yang menjadi panitia bukanlah pihak OSIS seperti yang biasa dilakukan. Karena baik dari panitia, pemeriah acara dan penonton dari acara tersebut semuanya akan diambil dari seluruh siswa yang hadir disini"
"Jadi, untuk penentuannya, nanti akan diadakan undian. Masing-masing dari kalian akan diberikan satu kotak yang berisi selembar kertas. Apabila kertas yang kalian dapatkan berwarna putih, maka peran kalian dalam pensi adalah sebagai penonton yang akan menikmati penampilan yag diberikan oleh teman-teman kalian"
"Jika kertas yang kalian dapatkan berwarna hitam, artinya kalian lah yang nantinya akan menjadi panitia acara ini, menggantikan tugas OSIS. Bagi kalian yang tidak memiliki pengalaman apapun dalam berorganisasi, jangan khawatir, karena dalam mengelola acara ini, kalian nantinya akan dibimbing oleh para alumni"
"Yang terakhir, kertas berwarna biru yang bertuliskan angka, untuk grup penampil. Siapapun yang mendapatkan kertas berwarna biru, nantinya akan tampil untuk mengisi acara pensi. Mengenai hal ini sendiri, akan dijelaskan lebih lanjut kelompok dan temanya, ketika anggotanya telah di tentukan"
Setelah gadis itu selesai berbicara, ia mundur sejenak dan menampilkan rincian pembagian peran pada layar proyeksi. Dapat dilihat, disana tertulis,
TOTAL KESELURUHAN SISWA : 306 ORANG
Dengan rincian,
TIM PANITIA : 38 ORANG
TIM PENONTON : 210 ORANG
TIM PENAMPIL: 58 ORANG
- Drama : 15 orang
-Properti : 15 orang
- Band 1 : 5 orang
- Band 2 : 5 orang
- Modern dance : 7 orang
- Traditional dance : 6 orang
- Duet : 2 orang
- Stand up comedy : 3 orangJika boleh jujur, Nana ingin menjadi penonton saja, dibandingkan menjadi panitia ataupun penampil. Karena tugas penonton hanyalah menikmati jalannya acara, tanpa harus repot menyiapkan apapun.
Namun, nampaknya takdir berkata lain, begitu ia membuka kardusnya, sebuah kertas berwarna biru muncul.
Rasanya nana ingin menangis saja.
"Kak Arga dapet warna apa?"
Dengan lempeng, pemuda itu menunjukkan kertasnya yang berwarna putih. Ketika ia melirik kertas milik Nana, pemuda itu tersenyum jenaka, "Kasian harus tampil"
"Ihhh ayok tukerr"
"Ogah"
"Ish" gadis itu menoleh pada kembaran nya, "Lo dapet apa Ken?"
"Sama kayak lo"
"Airin?"
Gadis bermuka datar itu mengangkat kartunya yang berwarna putih, begitu pula milik Ara, dengan warna yang sama.
"Eh Chan! Kok lo juga dapet warna putih sih?! Ih nggak adil!! Ayok tukerr" Rengek Nana.
"Sorry to say girl" ucap Chandra dengan wajah menyebalkan, "gue udah berencana bolos ke kantin, so.. Gue nggak usah deh, makasih"
Nana mencebik lucu, melihat itu, Damian terkekeh pelan, "udah dek.. Kalem aja, kakak juga dapet warna biru kok. Jadi Nana, Ken sama kak Dimi nanti bareng-bareng tampilnya"
Ken mencubit pipi adik kembarnya gemas, "dia mah mageran kak. Pundung nih pundung"
"Lepasin Ken" seru Nana. Gadis itu menatap sosok kakaknya yang sedari tadi hanya diam menatap kotak di tangannya, "kak Ren dapet warna apa?"
Darren menatap adik perempuannya sekilas, kemudian mengangkat kertasnya yang berwarna hitam, "heran deh. Nggak acara pensi biasa, ataupun proker alumni, kenapa gue selalu jadi panitia?"
Sontak saja, mereka tertawa. Maklum, Darren merupakan wakil ketua OSIS, yang tentu saja turut berperan dalam kegiatan apapun di sekolah. Bahkan di lingkungan rumah pun, ia selalu menjadi salah satu panitia ketika ada acara apapun, karena dia aktif mengikuti Karang Taruna.
"Yang sabar bol. Udah takdir"
***
20 Januari 2021Terimakasih telah membaca, mohon tinggalkan jejak and...
See ya
S. A
KAMU SEDANG MEMBACA
Simple Shimphony : Me and My Bro's
Teen FictionMemiliki lima saudara memang mengesankan. Selain tak akan merasa kesepian, juga bisa digunakan untuk melatih kesabaran. Apalagi jika kelimanya memiliki karakter yang berbeda-beda, Ryan yang care dan meledak-ledak, Arga yang sarkas dan terlalu datar...