Brak
Suara dobrakan pintu kamar itu sudah menjadi hal yang biasa di rumah keluarga Nareshwara. Hanya ada satu pintu yang menjadi korbannya. Tak lain tak bukan adalah pintu kamar Nana, gadis satu-satunya di keluarga itu.
Sedangkan sang pelaku tak lain adalah salah satu dari kelima putra disana.
"Ken.. Ntar pintunya rusak, lo dimarahin ayah lagi" ucap Nana yang sedang berbaring diatas kasurnya sembari meratakan masker di wajahnya.
Yah, memang benar. Sudah terhitung sekitar lima kali, pintu kamar yang menjadi korban itu rusak dan diganti. Penyebabnya sudah jelas, karena sering di dobrak oleh mereka.
Pemuda yang ditegur itu meringis kecil, menunjukkan gigi kelinci yang justru membuatnya nampak manis.
"Ada rapat dadakan di kamar kak Ryan"
Gadis itu melotot tak terima, "elah, gue baru aja selesai masang masker. Rapat disini aja dah"
Sebelum Ken sempat menjawab, tubuhnya nyaris terjungkal kedepan karena Damian, kakak keempat mereka yang tiba-tiba saja menerobos masuk kamar.
"Dek, lo bilang sama kak Ryan. Rapatnya pindah disini aja. Kasurnya Nana lebih empuk" ucap Damian yang sudah telentang di sebelah kanan Nana. Tanpa merasa bersalah atas perbuatannya yang hampir saja membuat Ken terjungkal.
"Loh, kenap—"
"Nggak usah. Udah gue sampein tadi" sahut Arga memotong ucapan Ken. Selanjutnya Pemuda itu dengan santai nya merebahkan diri di sebelah kiri Nana yang masih kosong.
Memang anak-anak dari keluarga Nareshwara, mulai dari yang tertua hingga yang termuda itu memiliki sebuah kebiasaan unik, seperti saat ini. Mereka seringkali berkumpul bersama untuk membahas sesuatu yang sekiranya penting untuk menjaga ketertiban antar saudara.
Ken mencibir pelan, merasa sedikit kesal karena ulah kedua kakaknya itu. Kemudian Ia mendudukkan diri di sofa lembut berwarna merah muda yang juga terletak disana. Ia hanya duduk diam Sembari menatap tiga sosok yang sedang berbaring santai diatas kasur.
Beberapa menit kemudian, Darren datang. Ia mengambil tempat duduk di sebelah kiri Ken, disusul sang kakak tertua yang membawa bungkusan berisi dua kotak pizza di tangan kanannya.
"Tadi di resto masih ada bahan, jadi kakak bawa ini" Ryan mengacungkan bungkusan tersebut.
"Ish. Kakak bawa makanan pas aku baru aja masang masker ih" gerutu Nana
"Ini mau bahas apa? Besok hari pertama masuk, aku belum nyiapin apa-apa loh" timpal Ken
"Hm. Darren juga" sahut Darren menunjuk dirinya sendiri. Darren memang selalu menyebut dirinya sendiri dengan nama, jika ia berbicara pada yang lebih tua. Sebenarnya saudaranya yang lain juga di ajari demikian, tapi mereka hanya akan melakukannya tergantung mood.
Ryan tersenyum simpul. Ia duduk bersila di atas karpet. Hal itu membuat kelima adiknya sontak saja bangkit dan ikut duduk di karpet bersamanya. Sudah merupakan kebiasaan mereka. Secara, Ryan adalah anak tertua. Tidaklah sopan membiarkannya duduk sendiri diatas karpet. Kini mereka duduk dengan posisi melingkar.
"Besok hari pertama kalian masuk di sekolah dan jadi murid baru. Tadi kakak udah konfirmasi sama ayah buat menggabungkan kalian di kelas yang sama" Ryan memulai. Tatapannya ditujukan pada kedua adik bungsunya.
Well, mengenai apa yang Ryan katakan, mudah saja bagi ayah mereka untuk melakukan hal itu. Karena, ayah mereka yang bernama Adrian Nareshwara itu merupakan pemilik yayasan Nawara. Sekolah yang mereka tempati.
"Hm. Besok hari pertama kalian mos. Tapi sayang, kakak bukan panitia yang ngurus kelas kalian berdua. Jadi, lebih baik jangan cari masalah" peringat Darren menunjuk kedua adiknya. Ia tau betul mengenai sifat kedua adiknya yang sangat jahil. Kedua bungsu itu hanya mengangguk patuh.
![](https://img.wattpad.com/cover/222473599-288-k998370.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Simple Shimphony : Me and My Bro's
Fiksi RemajaMemiliki lima saudara memang mengesankan. Selain tak akan merasa kesepian, juga bisa digunakan untuk melatih kesabaran. Apalagi jika kelimanya memiliki karakter yang berbeda-beda, Ryan yang care dan meledak-ledak, Arga yang sarkas dan terlalu datar...