Om Taufik, supir dari Patrick sudah datang dan berhenti di depan lobby yang tepat di depan meja mereka. Patrick segera memasukkan kembali barang-barang yang sempat dikeluarkannya. Tak lupa sebelum masuk ke mobil, Ia melakukan tos khas nya dengan Martin dan mengucapkan salam sampai jumpa kepada Tessa. Ia membuka pintu dan masuk kedalam mobil. Mobil pun berjalan, Ia melambaikan tangannya dari dalam mobil, lalu Tessa dan Martin melambai kembali ke arahnya. Fakta nya adalah, Patrick hanya melambaikan tangan kepada seorang Tessa, Ia masih merasakan sedikit kekesalan terhadap yang terjadi, sehingga Ia masih berat untuk memulihkan perasaannya. Di perjalanan menuju ke rumahnya dia tetap memikirkan semua yang sudah terjadi. Lama-kelamaan perasaan dendam dan kesalnya itu menjelma menjadi suatu niat buruk yang muncul dalam pikirannya. Ia berencana untuk melakukan sesuatu demi membalas kekesalannya terhadap seorang sahabatnya sendiri, yaitu Martin. Namun, seiring berjalannya waktu, Patrick yang masih dikuasai dengan api dendam akhirnya terpadam untuk sementara waktu dalam tidurnya yang lelap.
***
"Mas, ayo bangun, sudah sampai rumah lho. Mobilnya mau diparkir. Bangun dulu, nanti langsung lanjut tidur di kamar nya Mas." ujar Pak Taufik, supir keluarga Patrick dengan lemah lembut.
"Gggrrrrr...Grr... *Uhuk, uhuk...* Oh iya Om, makasih ya." Jawab Patrick yang baru bangun tidur dengan dengkurannya yang keras.
Patrick berjalan dengan lemas secara pelan-pelan ke dalam rumahnya. Saat Ia baru saja mau melangkah ke anak tangga pertama, Ibu nya memanggil dia dengan nada yang tinggi.
"Patrick, jangan langsung naik dulu! Mama mau nanya sama kamu. Tadi mama dapat notifikasi 'WA' dari Martin. Dia mau minta maaf sama kamu. Memangnya kalian ada masalah apasih? Sudah lama banget waktu kalian terakhir bertengkar kayak gini, itupun saat baru-baru kenalan. Coba, cerita ke Mama ada masalah apa?" tanya Ibu dari Patrick mengenai pesan dari seorang Martin.
"Ga ada apa-apa. Udah ah, gausah dibahas, Aku ngantuk berat." Teriak Patrick yang tidak mau masalahnya diperbesar, karena mengetahui kebiasaan Ibu nya setiap ada masalah.
"Mama ga terima alasan seperti itu ya, ganti pakaian kamu, sehabis itu turun langsung ke bawah. Kita bicarain tentang ini dari awal sampai selesai." perintah Ibu dari seorang Patrick.
"Ya...ya...ya, repot banget sih." keluh Patrick dengan kesal.
Patrick naik ke kamar nya yang terletak di lantai kedua di rumahnya. Dia melepas sepatu dan kaos kaki nya, mengambil baju baru dari lemarinya dan berjalan ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya.
Selesai mandi, Ia sudah mengganti pakaiannya dan sudah terlihat segar secara jasmani dan juga pikirannya. Ia bergegas turun ke bawah untuk membicarakan masalah dengan Martin, seperti yang diperintahkan oleh Ibu nya tadi.
"Sudah selesai mandi nak? Oke, sini duduk di samping Mama." ajak Ibu nya kepada Patrick.
Patrick hanya berdiam diri saja dan langsung duduk di sebelah Ibu nya.
"Jadi sebenarnya ada masalah apa yang terjadi di antara kalian berdua, sampai Martin titip salam ke Mama buat minta maaf ke kamu? Tumben-tumben banget lho kalian berselisih kayak gini." tanya Ibu seorang Patrick meminta kejelasan dari perselisihan mereka.
"Sebentar, emangnya Martin ga langsung bilang ke Mama tentang masalahnya? Kok masih nanya-nanya aku?" tanya Patrick kembali kepada Ibu nya mengenai pesan Martin.
"Engga, Martin cuma bilang ke Mama untuk nyampain minta maaf ke kamu kalau sudah sampai di rumah. Ribet kamu ih, langsung kasih tau aja ada apa sih sebenarnya?" jawab Ibu dari seorang Patrick yang kemudian menanyakan kembali kejelasan masalah diantara Martin dan Patrick.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lebih dari Cukup
Short Story"Lu bukan hanya seorang sahabat. Lu adalah teladan dan segalanya yang ternyata gua butuhkan selama ini."