Singkat cerita, ujian berlalu dan pengumuman nilai ujian sudah dicantumkan di papan mading sekolah saat jam pulang. Patrick dan Martin bergegas lari menuju madding sekolah dan melihat pengumuman tersebut. Patrick dan Martin percaya akan kemampuan mereka sendiri sehingga mereka langsung mencari nama masing-masing di barisan atas. Benar saja, nama mereka berdua berada di posisi 2 tertinggi, dengan Patrick menduduki posisi puncak sedangkan Martin menempati posisi nilai tertinggi ke-2. Dengan hasil ini, dapat disimpulkan bahwa Patrick lah yang berhasil mendapatkan beasiswa SMA. Sayang sekali bahwa hasil kerja keras dan payah Martin tidak berbuah dengan baik. Ia terlihat lemas dan kecewa dengan hal tersebut. Patrick yang awalnya tersenyum lebar karena menduduki posisi 1, seketika berwajah datar karena melihat ekspresi seorang Martin.
"Hei Martin, lu dapat posisi ke berapa?" tanya Patrick
"Eh Patrick, selamat ya lu bisa mendapatkan nilai tertinggi satu angkatan sama beasiswa untuk SMA nanti! Sahabat gua memang ga main-main ya." ucap seorang Martin atas kesuksesan seorang Patrick.
"Iya, makasih Tin. Tapi, tadi gua liat wajah lu sedih dan kecewa banget, ada apa Tin?" tanya seorang Patrick yang heran.
"Engga Pat, jadi gua kalau ga dapat beasiswa akan pindah sekolah ke kampung. Sekolah disini kan mahal, lu tau sendiri kalau gua bisa masuk SMP ini juga karena beasiswa juga. Keluarga gua kurang mampu buat membiayai sekolah kalau tanpa beasiswa. Jadi, sepertinya ini bakal jadi pertemuan terakhir kita, hehe.." ucap Martin yang menutupi kesedihannya dengan senyuman lembut kepada Patrick.
Patrick yang mendengar penjelasan dari seorang Martin tidak bisa berkata-kata dan bergegas pulang.
Sesampainya di rumah, Patrick langsung pergi ke kamar dengan menutupi mukanya dari semua orang di rumah. Padahal, orang tua Patrick sudah siap menyambut dirinya karena kesuksesan nya dalam mendapatkan beasiswa SMA yang Ia impikan tersebut. Mereka terlihat bingung dan menanyakan ke supir tentang apa yang terjadi. Pak Taufiq, supir mereka menceritakan bahwa Patrick terus menangis selama di perjalanan menuju ke rumah.
Patrick terdiam di kamar, merenungkan segala perbuatan jahat yang Ia lakukan terhadap sahabatnya sendiri hanya karena rasa iri dan dendam. Ia menangis seharian ketika mengetahui bahwa Ia tidak akan bertemu kembali dengan sahabat yang selalu berada di sampingnya selama di SMP ini. Orang yang selalu menjadi temannya melakukan segala hal, yang selalu ada di saat suka maupun duka. Patrick masih tidak mempercayai apa yang sudah Ia perbuat.
Orang tua Patrick memberanikan diri untuk masuk ke dalam Patrick. Di dalam kamar, Patrick terbaring di tempat tidurnya dengan sampah tisu yang sangat banyak berada di sekitarnya.
"Nak, sini cerita sama Papa dan Mama. Kamu kenapa? Kok bisa sedih seperti ini, padahal kamu mendapat beasiswa lho." Tanya Ibu yang masih heran kepada seorang Patrick.
"Aku bodoh Ma, Pa. Aku bodoh, SANGAT. BODOH." ujar seorang Patrick dengan tangisan nya yang semakin kencang.
"Eh, kok begitu... Kenapa? Cerita dulu sama kami, apa yang sebenarnya terjadi." tanya Ayah nya kepada Patrick.
"Aku mendapat posisi pertama bukan karena kerja kerasku, tapi karena aku curang." ujar seorang Patrick.
Kedua orang tua Patrick merasa bingung dan masih tidak mengerti denga napa yang dikatakan oleh Patrick
"Aku minta OB untuk membobol komputer guru supaya aku bisa mendapat bocoran soalnya. Aku sangat takut jika tidak mendapatkan beasiswa itu. Aku takut kalau kalian akan memarahi ku karena tidak bisa memegang janji ku. Aku takut kalau aku hanya menambah beban kalian jika tidak mendapatkan beasiswa itu. Dan juga, aku ingin membuktikan kalau aku sebenarnya bisa melampaui seorang Martin." Jelas seorang Patrick tentang apa yang terjadi
Orang tua Patrick yang tadinya merasa geram dengan tindakan seorang Patrick menjadi merasa bersalah atas tekanan yang mereka berikan terhadapnya.
"Ternyata, semuanya memang salah. Aku memang tidak pantas untuk mendapatkan beasiswa tersebut. Aku memang tidak pernah bisa memegang janji ku, aku memang hanya seorang anak manja yang membebani keluarga dengan kebodohannya. Aku memang tidak bisa sama seperti Martin, karena aku bodoh. Dan karena tindakan ku, Martin jadi ga bisa mendapatkan beasiswa yang sebenarnya sangat pantas Ia dapatkan dan dia bahkan harus pindah sekolah ke kampung halamannya. Aku gagal menjadi sahabat yang baik untuk Martin." teriak Patrick yang menangis semakin kencang karena penyesalannya.
"Nak, Papa dan Mama sangat menghargai pengakuan dan kejujuranmu kepada kami. Papa dan Mama sangat bersyukur kalau Tuhan memberikan anak yang bisa menyadari kesalahannya. Dan karena itu juga, Papa dan Mama juga mau meminta maaf atas semua tekanan yang Papa dan Mama berikan kepada kamu, khususnya mengenai beasiswa tersebut. Kamu tenang saja, kami berdua akan carikan solusi yang terbaik untuk kita semua, termasuk juga Martin." ucap kedua orang tua Patrick kepadanya.
"Aku siap untuk melaporkan kecurangan ku dan menerima segala konsekuensinya. Tapi, bagaimana dengan Martin? Carikan solusi untuk Martin, aku minta tolong! Aku tidak mau sampai Martin harus pergi." ujar seorang Patrick.
"Sudah, kamu sekarang jangan bersedih lagi. Persiapkan pikiran dan hatimu untuk menjelaskan semua hal ini ke Martin ya." ucap Ayah Patrick kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lebih dari Cukup
Conto"Lu bukan hanya seorang sahabat. Lu adalah teladan dan segalanya yang ternyata gua butuhkan selama ini."