Foto kedua pun berhasil dan selesai diambil. Namun, terjadi perubahan ekspresi dari Martin dan juga Tessa. Wajah mereka terlihat sangat kaget. Tessa kaget lalu merasa geram sedangkan Martin kaget lalu merasa takut karena kemarahan seorang Tessa yang sebentar lagi akan terlihat.
"Eh, apasih maksudnya ini, gua udah punya firasat kalau bakal ada yang aneh-aneh daritadi. Ternyata benar kan, sebenarnya tujuan lu foto-foto begini apa?" tanya Tessa dengan tegas yang sedang dalam amarah besar.
"Tessa... Udah, gausah marah gitu dong, mungkin dia di tantang begitu sama teman-temannya, tapi ga berani bilang ke kita karena takut kamu ga bakal bolehin." jelas seorang Martin yang membela Jane dengan maksud agar suasana tidak memanas.
"Lah, kok jadi belain dia? Jelas-jelas dia yang salah, omongan nya ga sesuai dengan kenyataannya. Seharusnya kan kamu juga marah dong." tegas Tessa yang heran dengan nada yang tinggi.
Jane yang melihat situasi tersebut segera mengambil kembali handphone nya dan berlari untuk kabur dari seorang Tessa. Tessa yang melihatnya kabur pun segera mengejarnya. Namun ketika Ia hendak melangkahkan kaki, Martin langsung menangkap tangannya dengan maksud melarang Tessa mengejar Jane.
"Jangan kayak anak kecil, udah gapapa. Aku sendiri aja gamarah kok." ujar Martin menenangkan suasana.
"Ah terserah aja deh. Kamu udah terlalu sering begitu, Aku lama-lama capek kalau begini terus. Seolah-olah yang jadi pacar kamu tuh bukan aku doang. Perlakuan kamu ke orang lain sama aja ke aku, gaada special-spesialnya sama sekali. Gatau aku Tin, heran juga. Sampai sini aja deh... " ujar Tessa dengan mata yang perlahan mengeluarkan air perlahan-lahan dan menjadi hujan.
Kebetulan sekali, supir Tessa sudah sampai dengan mobilnya di depan mereka. Tessa tanpa menunggu dengan lama langsung mengambil tas nya dan masuk ke mobil tanpa mengucapkan sepatah kata pun, bahkan salam selamat tinggal saja tidak. Martin yang mendengarkan perkataan Tessa tadi masih dalam keadaan shock berat. Ia tidak percaya dengan apa yang sudah terjadi kepadanya. Saat mobil Tessa meninggalkan area sekolah, Martin seketika bersikap normal kembali. Terlihat bahwa Ia mencoba untuk menerima semua kenyataan yang ada dan berpura-pura bahwa memang dia yang menginginkan hal tersebut. Dengan merasa begitu, Ia bisa menjadi lebih tenang untuk melakukan hal lain. Begitu banyak yang sudah Martin rasakan dalam jangka waktu yang sangat cepat.
Patrick yang merupakan dalang dari semua kejadian ini hanya terdiam dan menyembunyikan kesenangannya. Ia berpura-pura ikut kaget dan berusaha menghibur Martin yang masih sedih. Akhirnya mereka pun pulang ke rumah masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lebih dari Cukup
Historia Corta"Lu bukan hanya seorang sahabat. Lu adalah teladan dan segalanya yang ternyata gua butuhkan selama ini."