Happy reading
...Jam masih menunjukan pukul 5 pagi, namun bocah bernama Reihan itu sudah berkutat di dapur sederhana dia sedang memasak bubur untuk neneknya yang sedang sakit, karena kemarin neneknya bekerja di kebun belakang rumahnya di tengah terik panas matahari membuat nenek tua itu terserang demam karena kelelahan dan juga mungkin disebabkan oleh faktor usianya yang sudah tua.
Reihan mematikan kompor dan menaruh bubur yang dia buat di mangkuk, ia dengan cepat berjalan menuju kamar neneknya.
"Nek ayo bangun, nenek makan yaa Han Han sudah memasak bubur untuk nenek" ujarnya lembut.
Nenek membuka matanya, dia menatap cucu nya yang menggemaskan, mata nya masih bulat sama seperti dulu, pipi putih sedikit berisi, namun tubuhnya tidak terlalu tinggi berbeda jauh dengan usia rata rata anak 10 tahun, mungkin karena asupan nutrisi untuk Han Han nya dulu kurang karena keterbatasan ekonomi yang mereka alami.
"Han Han, ini masih pagi kenapa sudah memasak makanan?" Ujarnya lemah.
Han Han tersenyum, dia meletakan mangkuk di meja kecil samping tempat tidur. "nenek Han han akan sekolah nanti, jika han tidak masak maka siapa yang akan memasak untuk nenek? Nenek kan demam, lihat demam nenek belum turun juga" ujarnya sembari menyentuh kening neneknya yang panas walaupun sudah dia kompes semalam.
Nenek tersenyum lembut, dia mengusap lengan kecil yang sedikit kasar itu, "Ini hanya demam biasa sayang, tidak perlu khawatir itu lagipula ini masih terlalu pagi untuk sarapan, lebih baik kamu kembali tidur ya, takutnya kamu akan mengantuk saat belajar nanti, nenek akan makan nanti saja" bujuknya halus.
"Nenek yakin?"
"Iya, nenek akan memberi tahu kamu jika nenek akan makan ya, kembalilah kekamar mu"
Reihan menunduk, lalu mengangguk lemah, "baiklah Han Han kembali ya, nanti saat Han Han sudah mau berangkat, Han Han akan menyuapi nenek" ujarnya sembari tersenyum lebar
Nenek tersenyum lalu mengangguk pelan Reihan keluar dari kamar neneknya, dirinya sudah siap dengan seragam sekolah dasar nya, namun jika ia tidur lagi seperti yang di perintahkan neneknya maka seragamnya akan berantakan kembali, anak itu memutuskan untuk membuka buku dan melihat materi yang akan di pelajari di sekolahnya hari ini, bersiap siap jika ada hal yang belum dia pahami, Reihan duduk di kelas 5 dia tidak memiliki teman mungkin karena dia miskin tapi Reihan tidak mempermasalahkan hal itu.
Dia hanya harus belajar dengan bersungguh sungguh dan menjadi anak yang sukses untuk membuat hidupnya menjadi lebih baik di masa depan.
Jam menunjukan pukul 6 pagi Reihan berjalan menuju kamar nenek nya, membangunkan wanita tua itu kembali untuk memakan makanan nya, setelah selesai Reihan mencuci mangkuk tersebut dan bersiap ke sekolah, dia sudah sarapan sebelumnya, Reihan anak yang rajin dia bisanya berangkat sekolah pukul 6, karena setelah di sekolah Reihan akan mengurung dirinya di perpustakaan hingga bel masuk berbunyi, baginya tidak ada yang lebih menarik selain buku, dia juga selalu melihat bacaan tentang arti arti dari warna karena dia suka melukis.
Reihan yang berdiam diri di perpustakaan, mendengar bell berbunyi dengan cepat bocah itu meletakkan kembali buku yang dia baca ke tempatnya, ia berlari keluar menuju kelasnya takut takut jika guru tiba tiba datang lebih cepat.
Sesampainya di kelas dia duduk di bangkunya paling belakang dekat jendela, hari ini adalah hari Kamis dan merupakan hari favoritnya karena ada pelajaran seni, kebetulan sekali kali ini materinya adalah melukis, guru pelajaran mereka segera menggiring mereka menuju ruang seni, dan memilih tempat masing masing.
"Baik anak anak sebelumnya kita sudah belajar dasar dasar tentang seni melukis bukan? Sekarang ibu minta kalian buat salah satu lukisan benda sederhana terserah kalian mau melukis apapun asalkan itu adalah benda, mengerti?" Guru wanita berumur sekitar 30 tahun itu memberi arahan pada mereka dengan lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAIN ART
RandomReihan selalu melukis, melukis semua 'rasa sakitnya', melukis semua kebingungannya, melepaskannya dengan berbagai warna yang berbeda, dia memulai itu sejak umurnya 5 tahun dimana dia di beri tahu oleh neneknya bahwa ia bisa menggambarkan rasa sakit...