Happy reading
Giovani memeluk Reihan dengan erat dan mencium pipinya dengan lembut, dirinya begitu gemas pada sosok kecil yang berada dalam gendongannya, pipi anak itu sedikit memperlihatkan lesung pipi yang membuatnya tampak manis, ingin rasanya ia menggigit pipi berisi milik bayinya.
"Daddy berhenti tersenyum kita harus segera berpakaian dan turun untuk makan, perut Han Han sebentar lagi akan memberikan peringatan" ujarnya, bibirnya mengerucut imut.
Sungguh Giovani benar benar mencintai bayi kecil ini, anak yang begitu manis dan kuat, Reihan benar benar mirip sepertinya ketika dia masih muda, mungkin ini kah yang di katakan buah jatuh tak jauh dari pohonnya, ah Giovani benar benar membanggakan dirinya yang hebat karena bisa membuat anak bayi itu dengan Diana, benar benar luar biasa.
"Daddy?"
Reihan melambaikan lengan kecilnya di depan wajah Giovani karena pria itu terus menatapnya dengan senyuman, sungguh Reihan benar benar tidak paham tentang apa yang ada di kepala Giovani saat ini, ayolah mereka berdua masih berbalut dengan handuk dan kini Reihan rasa perutnya benar benar ingin di isi, dia lapar.
"Daddy! Ayo kita berpakaian! Han Han lapar" pekiknya membuat Giovani mengedipkan matanya kaget menatap reihan.
Dia tertawa kecil lalu mencium gemas Reihan dan membawa nya menuju walk-in closet untuk segera berpakaian, Giovani memilihkan piyama dengan lengan panjang berwarna biru muda polos tanpa motif, Reihan diam dia mengayunkan kakinya ringan ketika duduk di atas meja dan menatap Giovani yang memilihkan pakaian untuknya.
Reihan sedikit canggung karena dia tidak terbiasa dengan semua hal yang baru ini, beberapa hari yang lalu dia masih memasak sendiri, berpakaian sendiri dan juga mengurus neneknya sendiri dengan baik, mandi pun tidak ada yang namanya berendam dengan air hangat, baginya mandi itu hanya membersihkan diri dengan sabun dan selesai tanpa berendam di air yang penuh dengan aroma terapi yang membuat nyaman.
Namun beberapa hari selanjutnya ini terjadi padanya, dia bangun dengan nyaman dan tidur dengan nyenyak tanpa khawatir berpikir apa yang harus dia makan besok, dia yang biasa memakai pakaian sendiri tanpa bantuan kini hanya duduk diam dengan tenang dan menunggu daddynya memilihkan pakaian untuknya, hidup nya kini berbeda, ini berputar jauh dari kehidupannya dulu.
Masa depan berubah dengan sendirinya, saat dulu dia khawatir ingin menjadi apa ketika dewasa nanti demi menghidupi dirinya dan juga neneknya, kini berbeda dia bisa menjadi apapun tanpa memikirkan uang karena ada keluarganya yang akan mendukungnya, belenggu itu hilang dengan sendirinya, tanpa harus memikirkan masalah ekonomi dia bisa meraih kesuksesan dengan apa yang dia senangi tanpa tekanan dan juga rasa khawatir, benar benar damai.
Senyum kecil timbul di bibir kecilnya, wajah manis itu memancarkan aura tulus yang lembut membuat siapa saja ikut tersenyum melihatnya, Giovani menatap Reihan dengan sedikit tersentak, raut wajah itu seperti kelegaan dan hilangnya rasa khawatir.
Namun entah mengapa dia merasa sakit ketika anak itu tersenyum seperti itu, dia lebih suka Reihan tersenyum dengan lebar menampilkan gigi kecil putih miliknya.
"Apa yang di pikirkan bayi kecil ini hingga tersenyum seperti itu?"
Pertanyaan Giovani membuat Reihan mendongkak, anak itu menatap Giovani dengan senyuman lalu menggeleng pelan, seakan bahwa dia tidak ingin rahasianya di ketahui.
"Tidak ada, Han Han hanya senang saja dan juga Han Han bukan bayi, sebentar lagi umur Han Han akan 11 tahun, Han Han akan lulus dari sekolah dasar" Ujarnya.
Giovani terkekeh kecil dia mengambil minyak kayu putih dan membalurkan nya dengan tipis di tubuh Reihan.
"Lalu apa yang kamu inginkan saat ulang tahun mu tiba?" Tanyanya.
Reihan mengerutkan keningnya, jari telunjuknya berada di bibirnya, ia menggeleng pelan, "tidak ada" ujarnya.
Keterkejutan timbul di wajah Giovani, "sungguh?"
Reihan menganggukan kepalanya, "sungguh Han Han tidak menginginkan apapun Daddy, karena keinginan Han Han sudah tuhan penuhi bahkan sebelum hari ulang tahun Han Han" ujarnya.
Giovani tersenyum kecil, dia memakaikan Reihan piyama setelah dia membalurkan baby powder, "lalu bolehlah Daddy mengetahui apa yang telah Tuhan kabulkan bahkan sebelum hari ulang tahunmu?"
Reihan tertawa kecil, "Han Han ingin Daddy"
"Hah?"
Reihan tertunduk, dia memainkan piyama yang baru saja Giovani pakai, pipinya memerah dengan lembut, "dulu Han Han selalu iri ketika melihat anak anak merayakan ulang tahun mereka dengan para orang tua mereka, ketika Han Han ulang tahun Han Han hanya merayakannya dengan nenek dan juga kakek sebelum kakek meninggalkan kami, karena itu setiap hari ulang tahun Han Han, Han Han selalu meminta kepada Tuhan bahwa Han Han ingin mommy dan juga Daddy ada bersama dengan Han Han" Reihan dengan lembut menghelan nafasnya.
Dia melanjutkan, "Han Han paham bahwa itu tidak mungkin dulu, karena Han Han saja tidak mengetahui dimana Daddy berada, apakah Daddy menginginkan Han Han atau tidak, tapi pikiran Han Han saat itu adalah keinginan untuk memiliki orang tua yang ada untuk Han Han, bukannya Han Han tidak bersyukur bahwa nenek ada untuk Han Han, tapi tetap saja keinginan pertama seorang anak adalah keberadaan orang tua mereka ketika hari penting mereka tiba, karena itu Han Han selalu meminta bahwa Daddy dan mommy ada saat ulang tahun Han Han tiba, entah Daddy membenci Han Han atau tidak, Han Han tidak meminta apapun selain itu, karena itu saat Daddy datang hati Han Han merasa senang, karena Tuhan telah mengabulkan keinginan terbesar Han Han dan Han Han tidak membutuhkan apapun lagi Sekarang" ujarnya.
Giovani terdiam ketika mendengar jawaban dari anak itu, "maafkan Daddy, karena tidak bisa melindungi mu dengan baik, maaf karena Daddy terlambat untuk menemukannya, maafkan Daddy karena membiarkan mu mengalami hal ini, maafkan Daddy sayang" Giovani meraih kedua lengan Reihan.
Mengecup dengan lembut, lengan halus itu telah melalui banyak rintangan untuk bertahan hidup, di umur yang seharusnya tubuh dalam kehangatan dan kenyamanan keluarga, dia telah hidup dalam sel penjara yang dingin dan kejamnya dunia, Giovani benar benar menjadi orang tua yang buruk karena telah membiarkan hal mengerikan itu terjadi pada anak kecil yang dia sayang.
"Daddy tidak perlu meminta maaf, nenek berkata bahwa takdir akan selalu ada dalam diri seorang manusia, entah itu baik atau itu buruk, namun tetap saja itu adalah sebuah karunia yang tuhan berikan pada seseorang dan kita harus selalu bersyukur mungkin saja di luar ada takdir seseorang yang lebih buruk dari Han Han, namun selalu ada kebahagiaan di balik keburukan, akan selalu ada pelangi setelah hujan dan itu bukankah salah siapa pun karena jalan kehidupan seseorang sudah teratur dengan rapih tanpa ada yang bisa merubah nya, jadi Daddy tidak perlu peminta maaf" ujarnya
Giovani menghelan nafasnya dia mengangkat wajahnya dan menatap senyum manis milik anaknya, "pintar nya"
Ciuman jatuh di pipi Reihan dari Giovani, anak itu tertawa kecil ketika Giovani menciumi wajahnya, "Daddy hentikan, ayo kita turun mommy pasti menunggu" ujarnya.
Giovani mengangguk, dia mengusap air mata yang entah kapan turun, namun pintu terbuka sebelum Giovani menyentuh gagang pintu nya.
"Mengapa begitu lama?" Tanya Diana.
Reihan tersenyum kecil, "maafkan kami mommy, tapi mommy lihat Daddy dia menangis, Han Han tidak tahu bahwa wajah dingin Daddy akan sangat tampan ketika dia menangis, tapi tetap saja itu tidak cocok dengan Daddy, dia seperti kehilangan cinta sejatinya, Daddy seperti seorang yang sedang mengalami patah hati" ujarnya
Diana tertawa kecil, dia mengambil Reihan dan pelukan suaminya, "kamu benar, dia seperti seseorang yang di tinggal mati, tampan namun suram benar benar tidak cocok, sekarang ayo kita makan" Ujarnya.
Giovani hanya bisa menghelan nafas ketika melihat ibu dan anak itu membicarakan dirinya tepat di depannya hidungnya, namun senyum timbul di wajahnya ketika melihat tawa timbul di wajah Reihan dan Diana.
"Mommy lihat Daddy senyumnya Daddy seperti gadis yang dilamar kekasihnya" ujarnya.
Ah bisakah seseorang menutup mulut anak kecil tercintanya untuk tidak membuat gosip tentang dirinya lagi, rasanya sedikit menjengkelkan.
Rasa asing ini dia benar benar menyukainya.
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAIN ART
RandomReihan selalu melukis, melukis semua 'rasa sakitnya', melukis semua kebingungannya, melepaskannya dengan berbagai warna yang berbeda, dia memulai itu sejak umurnya 5 tahun dimana dia di beri tahu oleh neneknya bahwa ia bisa menggambarkan rasa sakit...