Happy reading
...Mobil hitam mewah memasuki area mansion bergaya Eropa klasik, setelah mobil berhenti Giovani keluar dari mobil dan melihat Diana menunggunya di depan pintu.
"Mas, baby????" Ujar Diana cepat ketika ia melihat suaminya pulang.
Giovani tersenyum lembut dan memeluk istrinya, lalu berkata dengan lembut. "hasilnya akan keluar besok kita berdoa supaya hasilnya sesuai dengan harapan kita ya? Baby juga tidur waktu mas pulang, sebentar lagi tunggu sebentar lagi yaa"
Diana mengangguk lemah, tak apa jika menunggu sebentar lagi namun ia tidak akan tahan jika harus menunggu bertahun tahun lagi, 10 tahun bukan waktu yang singkat untuk Diana, bayi yang dia lahirkan di culik saat masih berusia 6 bulan bagaimana Diana tidak depresi, dia tidak pernah melihat tumbuh kembang anaknya, bagaimana dia merangkak, dan bagaimana dia berjalan, bahkan dia tak pernah tahu kata pertama apa yang anaknya ucapkan.
"Tak apa jika sebentar, tapi mas kamu harus janji bahwa ini benar benar sebentar" ujarnya sembari menatap suaminya yang lebih tinggi darinya, Giovani mengangguk mengiyakan, memang benar apa adanya bahwa mereka hanya perlu menunggu sebentar lagi.
"Mas ceritain tentang baby, mas dia imut kan? Oh iya dan jelasin kenapa Baby bisa tidur di pangkuan mas?" Ujarnya penasaran.
Giovani terkekeh melihat tingkah istrinya dia merangkul istrinya, dia menjelaskan sambil menggiring istrinya masuk kedalam.
"Gimana yaa, baby kita tidak imut" ujarnya
"Bohong kamu mas tadi aku lihat waktu video dia imut lohh" ujarnya tak terima.
"Iya baby memang tidak imut tapi imut sekalii, badannya kecil pendek lagi, bahkan cuman selutut lebih sedikit jika berdiri di samping ku"
Diana tertawa kecil, dia memukul pelan lengan kekar Giovani sembari berkata, "Lagian ini semua salah kamu kenapa harus tinggi coba, suruh siapa tinggimu hampir 2 meter begituu"
Giovani tertawa, "Maaf sayang kan namanya juga mantan atlet basket jadi wajar dong tinggi, tidak apa apa walaupun baby pendek dia masih dalam masa pertumbuhan, tapi lebih baik pendek deh nanti mas gampang gendongnya" ujarnya.
Diana terkekeh mendengar apa yang di katakan suaminya, kini mereka duduk di ruang keluarga, beberapa menit membicarakan Reihan, ayah Giovani datang bergabung tanpa di undang.
"Gimana boy, baby Han sudah mau ikut?" Tanyanya penasaran.
Giovani menggeleng, "belum pah, gio gak berani ngambil Han han sekarang, neneknya lagi butuh dia, gio di beri tahu neneknya bahwa umurnya gak akan lama lagi, gio takut kalau Han Han di ambil sekarang dia malah akan membenci keluarga kita karena pasti dia berfikir bahwa dia di ambil paksa dari neneknya" ujarnya.
Harris mengangguk mengerti, "kamu sudah melakukan tes DNA?" Tanya nya lagi.
"Sudah, akan keluar besok, oh ya pah siapkan ruangan khusus untuk menyimpan alat lukis" ujarnya membuat kedua dua orang yang ada disana mengerutkan wajahnya bingung.
"Kenapa? Kamu tertarik untuk melukis mas?" Tanya diana kanget.
"Bukan untuk ku tapi untuk Reihan sayang, anak kita suka melukis, kamu tau lukisan dia benar benar bagus mungkin jika di jual harganya akan sangat fantastis dia juga pintar, anak kita sekolah di sekolah yang aku dirikan dan juga dia mendapatkan full beasiswa hingga lulus kamu tahu sendiri siswa yang hanya mendapatkan beasiswa itu kriteria kepintarannya harus seperti apa" pujinya dengan bangga.
Diana tersenyum, "Reihan bibit unggul mas, jadi wajar saja kalau dia hebat, gak mungkin anak ku bibit ulung mas" ujarnya.
Harris tertawa mendengar perkataan menantunya, "iya semua anak dari darah Lawrence pasti bibit unggul semua" ujarnya di angguki Giovani.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAIN ART
RandomReihan selalu melukis, melukis semua 'rasa sakitnya', melukis semua kebingungannya, melepaskannya dengan berbagai warna yang berbeda, dia memulai itu sejak umurnya 5 tahun dimana dia di beri tahu oleh neneknya bahwa ia bisa menggambarkan rasa sakit...