Prologue

257 22 8
                                    

Budapest, Hungaria. 1980.

Aku menyentuh wajah kekasihku dengan tangan gemetar.
Dingin, sedingin salju.
Sepasang mata birunya terbelalak tanpa ekspresi, busa putih memenuhi mulutnya yang menganga, dan darah segar mengalir dari hidungnya yang bangir.

Kekasihku yang tampan, Arthur Jakov.
Ia mati setelah menegak racun yang disiapkannya sendiri.
Ia mati, untuk bersamaku.

Aku berhenti terisak ketika melihat sebuah pistol berkaliber sembilan yang tergeletak di samping jasatnya. Airmataku tak lagi mengalir, tubuhku tak lagi gemetar, bahkan jantungku kini berdetak dengan normal.

Seraya tersenyum aku mengambil pistol tersebut dan berbisik di telinganya.
"Kita akan bertemu lagi di kehidupan selanjutnya. Ketika saat itu tiba, kau dan aku akan memenangkan pertarungan. Kisah kita akan berakhir bahagia."

Aku mulai memejamkan mata dan mengarahkan pistol ini ke kepalaku sendiri.
Di saat bersamaan beberapa orang yang kukenal merangsak masuk ke dalam gereja tempat kami berada.
Baguslah, kematianku akan disaksikan mereka, orang-orang yang merenggut paksa kebahagiaan kami berdua.

"Ilona! Ilona, putriku." Van Herbert, ayahku. Pemimpin kelompok mafia Herbert.

"Ilona, apa yang kau lakukan?!" Izsak Herbert, kakak tertuaku. Pemimpin masa depan kelompok mafia Herbert.

"Arthur?!" Dan Janos Jakov, ayah Arthur. Pemimpin kelompok mafia Jakov.

Aku tertawa puas menyaksikan pemandangan di hadapanku.
Keluarga Arthur yang terduduk lemas setelah melihat botol racun tergeletak di samping jasat putra mereka, dan keluargaku yang panik melihat putri kebanggaan dinasti Herbert mengarahkan pistol ke kepalanya sendiri.

"Berpestalah." Ujarku lirih. Ya, setidaknya aku harus memberikan pidato terakhir untuk orang-orang keji ini. "Kalian menang."

"Putriku, jangan lakukan itu. Tolong maafkan ayah." Aku melihat ayahku berlutut dan mulai menangis. Namun sayang, hatiku sudah tak bisa merasakan apapun lagi. Airmata pria tua ini sama sekali tak berarti.

"Inilah pertarungan, ayah. Menang jadi arang, kalah jadi abu."

"Ilona, dengarkan ayah—"

"Kau yang dengarkan aku!!!" Teriakanku membuat mereka terdiam. Suasana mendadak hening, begitu hening hingga aku bisa mendengar desah nafas semua orang. "Keluarga Herbert dan Jakov akan membayar mahal untuk apa yang terjadi pada kami. Aku bersumpah, mulai hari ini, kalian akan hidup dalam penyesalan tak berujung."

Aku mendengar Izsak mengatakan sesuatu namun aku mengabaikannya.
Perhatianku sepenuhnya tertuju pada Arthur, pria yang kucintai di dunia, pun kehidupan setelah dunia. Sebentar lagi, kami akan kembali bersama.

"Aku mencintaimu." Gumamku sebelum mencium keningnya.

Dan diiringi jerit tangis keluargaku, aku menarik pelatuk pistol ini.

We dead.

In the name of love.

In the name of love

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hungaria 1980 | BBHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang