Blood For Blood

106 15 2
                                    

"So, apa jawabanmu?" Tanya Chaeyoung ketika kami dalam perjalanan ke rumahku.

Ya, seperti hari kemarin, Baekhyun mengantarku ke apartment Chaeyoung, dan kini Chaeyoung terpaksa mengantarku pulang. Sungguh merepotkan.

Tadinya aku ingin memberitahunya alamatku yang asli, but fuck! Aku terlalu gugup untuk sekedar berkata-kata.

"Aku bahkan tidak mengeluarkan sepatah katapun setelahnya, Chaeyoung-aah." Aku menyandarkan kepalaku di jendela mobil dan memijat keningku sendiri.

"Dasar bodoh." Tandasnya sambil tertawa. "Besok sudah weekend, right? Artinya kalian tidak akan bertemu dalam dua hari. Bagaimana jika dia berubah pikiran?"

"Yah!" Aku memutar bola mata dan menghela nafas panjang. "Aku terlalu gugup, semua terjadi tiba-tiba."

"How?"

"What?"

"Ciuman pertamamu." Goda Chaeyoung tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan raya.

"That was amazing."

"Is he that good?"

Aku hanya menganggukan kepala seraya meliriknya malu-malu. And we burst into laughter.

Damn! Sepertinya aku tidak akan bisa tidur malam ini.

Aku baru akan membuka pintu ruang kerja ayah ketika Maurer datang dan langsung mencubit pipiku.

"Yah!"

Ia tertawa dan mengusap kepalaku. "Ayah juga memanggilmu?"

Aku hanya mengangkat bahu lalu masuk ke dalam, diikuti Maurer. Terlihat ayah sedang duduk bersandar di kursinya, raut wajah pria ini nampak tegang, seperti biasa.

"Ayah." Maurer membungkuk untuk memberi hormat, sementara aku hanya berdiri seraya memainkan jari jemariku sendiri.

"Maurer, Somi." Ia menatap kami bergantian. "Ada hal penting yang harus kusampaikan pada kalian berdua. Terutama kau, Maurer."

"Apa ada masalah, ayah?" Tanya Maurer dengan nada khawatir.

"Aku rasa, kau harus mempercepat pernikahanmu dengan putri keluarga Lee."

Aku melihat Maurer menelan ludah dan mengepalkan kedua tangan, jelas ia tidak senang dengan apa yang baru saja didengarnya.

"Kau masa depan kelompok Duma, dan aku tau kau akan melakukan apapun demi bisnis ini."

What the fuck? Bukankah harusnya ia bertanya dulu apa yang putranya inginkan?

"A..ayah." Dengan suara terbata-bata, Maurer memberanikan diri menatap mata pria kejam itu. "Ini terlalu cepat, a..aku rasa—"

"Mulai tahun ini kita sudah rutin menyuplai senjata ke beberapa kriminal dan pengusaha besar di Busan, dan kau tau kelompok Lee menguasai kota itu. Hanya penyatuan dua keluarga yang bisa mempermudah segalanya." Ayah berjalan ke arah foto keluarga kami yang tergantung di dinding, dan menatapnya dengan ekspresi sendu. "Lagipula, kau tau keuntungan apa yang bisa kita dapat dari pernikahan ini."

Maurer menundukan kepala dan meremas ujung jaketnya. Bagaimanapun, kami adalah saudara, aku tau ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.

Hungaria 1980 | BBHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang