Aku meliriknya dengan ujung mataku.
Damn it, bagaimana ia bisa menyetir dengan tenang setelah membunuh orang lain? Sama sekali tak ada beban atau ketakutan di wajahnya.Siapa dia? Kenapa pemuda sepertinya memiliki senjata api?
"Ugh." Tanpa sengaja aku menyentuh bekas cengkraman di leherku.
"You okay?" Tanya pria ini tanpa melepas pandangan dari jalan raya.
Ini kalimat pertama yang kudengar darinya sejak kami berada di dalam mobil.
Ia bahkan tak mengatakan apapun ketika aku memintanya untuk membawaku pergi dari gang sialan itu.Aku mengambil cermin kecil dari dalam tas untuk melihat apa yang penjahat itu tinggalkan.
Benar saja, terdapat memar dan bekas cakaran di sekitar leherku."Fuck!" Seruku, mengalihkan perhatiannya.
"Hey, kau baik-baik saja?"
Bagaimana bisa aku baik-baik saja? Karna penjahat-penjahat itu, aku harus pergi ke pesta ulang tahun Kristal dengan memar dan bekas luka ini?
Maurer harus membayar mahal untuk kekacauan yang ia buat.
Mendadak pria ini menghentikan mobilnya di sisi kiri jalan, membuat kepalaku nyaris membentur dasbor.
"Yah! Kau—"
"Kau mengenal orang-orang itu?" Ia menatapku intens, ada kebingungan dari sorot matanya. "Jawab aku! Apa kau mengenal orang-orang itu?!"
What the fuck?
"Ti..tidak." Come on, aku Jeon Somi Duma. Tak ada yang pernah meninggikan suaranya padaku.
"Kau yakin?" Kali ini ia terdengar lebih tenang. "Lalu kenapa mereka mengejarmu? Siapa kau sebenarnya?"
Aku terdiam. Haruskah aku jujur tentang alasan mereka ingin menculikku? Jika iya, artinya semua akan terbongkar. Dan aku benci ketika orang lain tau tentang latar belakangku.
Baiklah, mari anggap ini kebohongan putih.
"Ntahlah, aku baru akan pergi ke markas club puisi dan—" Aku meremas ujung kemejaku dengan kikuk, sementara ia nampak serius menunggu penjelasan. "Dan tiba-tiba mereka memaksaku untuk masuk ke dalam mobil."
"Sungguh? Kau tidak tau siapa mereka?"
Aku menggelengkan kepala, masih tak berani menatapnya.
"Baiklah." Ia memejamkan mata dan menghela nafas lega.
"Ka..kau tau siapa mereka?"
"Tidak." Gumamnya seraya tersenyum samar. Untuk sesaat mata kami bertemu, dan lagi, aku nyaris terpaku. "Aku hanya kebetulan lewat dan melihat mereka mengejarmu."
Oh.
"Lehermu—" Ia menunjuk memar di leherku. "Apa sakit?"
Aku mengangguk ragu.
Dengan tergesa-gesa, ia mengambil box P3K dari dalam laci dasbor dan mengeluarkan beberapa obat-obatan. "Bekas cakaran itu harus diobati."
"Tidak perlu, aku bisa—" Aku berhenti bicara ketika satu tangannya mengangkat daguku, memberi akses untuk mengoleskan obat pada luka tersebut.
"Ugh!" Aku meringis kesakitan. Sungguh, rasanya tetap perih walau ia melakukannya dengan perlahan.
"Byun Baekhyun."
"Huh?"
"Namaku Byun Baekhyun."
Byun Baekhyun. Byun Baekhyun. Byun Baekhyun.
Aku menyebutnya berkali-kali di dalam kepalaku. Nama yang indah, begitu ringan untuk dilisankan.
![](https://img.wattpad.com/cover/266050126-288-k697168.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hungaria 1980 | BBH
Fanfiction"Kita akan bertemu lagi di kehidupan selanjutnya. Ketika saat itu tiba, kau dan aku akan memenangkan pertarungan. Kisah kita akan berakhir bahagia." Budapest, Hungaria. 1980.