[Part 6]

4.9K 605 428
                                    

🎵Zoe Wees - Control🎵

Aku tidak ingin kehilangan kendali,
Tidak ada yang bisa kulakukan lagi,
Mencoba disetiap hari disaat aku menahan napasku,
Berputar diruang kosong dan menekan dadaku,
Aku tidak ingin kehilangan kendali.

***

Jino mengecup punggung telanjang Ambar sambil memeluk tubuh istrinya itu dari belakang. Ya, mereka baru saja menyelesaikan ritual malam yang panas, waktu yang pas karena keempat anaknya sudah terlelap.

"Kamu kenapa ngelamun, hm?" suara berat Jino yang berada dicekuk leher Ambar membuat istrinya itu terkekeh geli, lalu membalikan tubuhnya hingga posisi mereka kini saling berhadapan.

Tangan lentik Ambar mengelus rambut-rambut halus disekitaran rahang suaminya.

"Padahal udah tua, tapi kok Jino masih aja ganteng?" pertanyaan Ambar membuat senyum Jino tersungging, "kan diurusin kamu terus, lahir batinnya. Lagian aku belum tua-tua banget kali, masih bisa ngurus lima anak lagi."

Ambar mendengus, "ngga ya, empat anak aja udah cukup buat Ambar."

"Loh kenapa? Aku masih bisa nafk--"

"Iya, Ambar ngga khawatir kalo soal itu. Tapi Ambar emang udah ngga mau tambah anak lagi. Empat anak kita aja masih butuh perhatian kita loh sebagai orangtuanya."

Jino mengangguk, "iya, aku ngerti. Makasih ya, udah bersedia hamil anak-anak aku, melahirkan, dan ngurus mereka sampe detik ini."

"Jino ngga perlu bilang makasih, mereka juga anak-anak Ambar. Ambar bahagia banget bisa ngerawat dan membesarkan mereka. Apalagi sikembar yang udah beranjak remaja."

Jino memegang salah satu lengan Ambar dan mendaratkan beberapa kecupan disana.

"Ternyata, semakin besar anak-anak, semakin butuh perhatian kita sebagai orangtua, ya."

"Maksud kamu?" tanya Jino disela kecupannya.

"Ya, harusnya kita lebih perhatian sama mereka, dimasa remaja Zea sama Va sekarang."

Jino tertegun, memikirkan ucapan Ambar, "maaf ... lagi-lagi aku harus lebih sibuk di kantor daripada--"

"Sssttt, bukan gitu Jino. Itu sama sekali bukan masalah kok. Maksud Ambar tuh gini, emm ... gimana ya jelasinnya? Jadi simplenya, kita sebagai orangtua harus sering deep talk sama sikembar. Ngga tau kenapa, Ambar ngerasa kalo ada sesuatu yang Ambar ngga tau dari mereka berdua, terutama Zea. Jino ngerasa juga ngga?"

Jino menipiskan bibirnya, pikirannya jauh berkelana saat Ambar menyebutkan nama anak sulungnya, "Zea? Dia ... kenapa emangnya?"

Ambar menghela napas, "Ambar juga ngga tau, tapi yang jelas, Ambar ngerasa ada sesuatu yang dia tutupi dari kita semua."

Jino menaruh anakan rambut Ambar ke telinga belakangnya, "mungkin cuma perasaan kamu aja, sayang. Setau aku dia ceria dan baik-baik aja--ya walaupun emang agak bandel itu anak satu. Tapi it's ok selama kebandelannya masih dibatas wajar."

Ambar menghela napas, "Jino bisa ngga, jangan marahin Zea lagi? Kalopun dia ngelakuin kesalahan."

"Aku ngga mungkin marahin dia kalo dia ngga bikin ulah yang aneh-aneh, Ambar. Aku marahin dia karena aku sayang, takut terjadi sesuatu yang buruk pas dia ngga dalam pengawasan kita. Zea itu anak yang luar biasa nekat dan terlalu pemberani dibanding Va, jadi aku harus lebih sering kasih peringatan biar dia ngga macem-macem."

Dalam hati, Ambar membenarkan ucapan Jino, "Ambar cuma khawatir, kalo Zea malah takut sama kita kalau sering dimarahin."

"Iya aku paham maksud kamu, tapi setiap sifat anak itu ngga sama, begitupun sikap dan cara kita mendidik mereka, tentu berbeda. Aku lebih keras sama Zea karena dia anak yang sulit dikendalikan dan sering ngelawan, sedangkan Va, aku bentak dikit aja dia bakal nangis. Aku ngomong kayak gini bukan untuk membandingkan mereka berdua ataupun pilih kasih, ngga sama sekali. Disini, aku cuma bersikap sesuai kepribadian anak-anak. Kamu ngerti, kan?"

PUZZLE DESTINY [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang