[Part 34]

6.1K 959 1.2K
                                    

"Hai luka, kita kembali bertemu
dititik yang sama.
Di dalam rasa sakit yang begitu rumit."

***

"Pa, maafin Zea. Tolong maafin Zea Pa."

Jino memejamkan kedua matanya sambil merasakan tangan Zea yang menggenggam tangannya dengat begitu kuat namun bergetar hebat.

"Pa maaf, Zea--"

"Berhenti, Zea. Cukup."

Zea menggelengkan kepalanya, "ngga Pa, ngga akan pernah cukup. Zea harus ngucapin berapa kata maaf lagi ke Papa sama Mama? Biar kalian maafin Zea? Seribu kali? Sepuluh ribu kali? Atau--"

"Papa bilang cukup, Zeandra!" Jino menghentak tubuh Zea dengan memegang kedua pundak anak sulungnya itu, sorot sendu keduanya saling bertaut lewat tatapan yang beradu begitu dalam, "cukup. Ngga ada hal yang harus dimaafkan disini. Ngga ada."

Air mata Zea semakin mengalir deras, "Papa bohong. Zea tau Papa bohong."

"Zea--"

"Papa ngga bohong, sayang." Ambar yang baru muncul dari balik pintu langsung berjongkok dan menangkup kedua pipi Zea, sedikit banyak ia mendengar nada lirih Zea yang terus menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian dimasa lalu yang menyebabkan dirinya mengalami keguguran.

Zea langsung memegang kedua lengan Ambar, bahkan Zea membenamkan wajahnya ke lutut Ambar sambil mengucapkan kata maaf tiada henti. Ambar tak kuasa menahan tangis saat melihat Zea yang begitu merasa bersalah.

"Zea ngga salah, itu murni kecelakaan sayang, bukan salah Zea. Sama sekali bukan. Semuanya udah berlalu, Mama sama Papa udah ikhlas, sayang."

"Tapi Kak Zea hampir bikin kita kehilangan Mama juga, Ma. Kak Zea--"

"Mama udah bilang berapa kali sama kamu Va, kalo itu murni kecelakaan, takdir dari Tuhan. Lagipula pada kenyataannya Mama baik-baik aja kan sampe sekarang? Mama ada disini, sama kalian."

"Tapi Ma--"

"Jadi ini alasan lo benci sama gue Va?" Zea berdiri lalu melangkah mendekati adik kembarnya itu, Zea bisa melihat rahang adiknya mengerat dan kedua tangannya terkepal kuat.

"Dari kecil lo udah nge cap gue sebagai pembunuh? Lo ngga sudi kan punya kakak kayak gue? Lo muak sama gue, iya?"

Zeva hanya diam, namun kedua matanya mulai memerah dan berkaca-kaca.

Zea terkekeh kecil, "pantesan, gue ngga pernah ngerasain tali persaudaraan yang kuat diantara kita berdua. Padahal kita anak kembar yang lahir cuma beda beberapa menit. Kita berdua hadir kedunia ini, dihari yang sama. Kita tumbuh dan dibesarkan dirumah yang sama, tapi gue ngga pernah ngerasa kalau kebersamaan kita itu benar-benar ada. Ngga pernah."

"Lo sendiri yang bikin tali persaudaraan kita ngga terjalin Kak, lo sendiri yang bikin gue benci punya kakak kayak lo. Lo tau? Semenjak kejadian itu, gue nyesel dan marah sama Tuhan, karena gue harus lahir bareng sama lo. Kalo boleh gue minta, gue ngga pernah mau punya kakak kayak lo, dan gue ngga pernah mau jadi adik lo."

"Gue pikir selama ini lo ngga suka sama gue karena emang gue belum bisa jadi seorang kakak yang baik dimata lo, tapi ternyata lo bahkan udah benci gue dari kita kecil ya Va?" Zea tertawa nanar, "kalo gitu kita sama, kalo boleh gue minta sama Tuhan, gue ngga pernah pengen hadir didunia ini, gue ngga pernah mau jadi sesosok janin, bayi, dan lahir menjadi anak di keluarga ini. Lo tau sendiri bukan, jadi manusia itu ngga pernah mudah? Tapi sayangnya kita ngga bisa milih untuk ngga jadi manusia. Tuhan udah atur roda kehidupan dimuka bumi ini, termasuk keberadaan kita berdua."

PUZZLE DESTINY [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang