[Part 38]

6.5K 995 1K
                                    

Zea menggeleng lemah, saat otaknya enggan ditampar kenyataan yang berhasil membuat hujaman sesak didadanya begitu buas.

Gundukan tanah, yang bertabur bunga segar diatasnya, menandakan kalau seseorang baru saja berada dibawah sana. Terkubur didalamnya. Seseorang yang dipilih Tuhan untuk kembali ke sisi-Nya.

Semua orang tahu, kalau manusia hidup untuk mati. Semua orang tahu, kalau kehidupan didunia ini tidaklah abadi, namun, luka kehilangan atas kematian seseorang yang sangat berarti itu seperti ribuan belati yang menyayat hati tanpa ampun dan belas kasih, menyakitkan, bahkan lebih dari itu jika dideskripsikan.

Kemarin Opa dan Omanya, dan sekarang, Azka? Haruskah?

"Ngga Tante, ngga..." Zea menahan kuat isakannya yang bergumul didada, "ini bukan Azka, bukan..."

Tari yang paham akan suasana hati Zea hanya diam dengan raut wajah sendunya.

"El," suara Zea tercekat, kepalanya menoleh kearah Gael yang hanya diam dengan tatapan yang tengah terpaku kearahnya, "ya?"

"Ayok kita cari Azka disekitaran sini, El. Ayok kita berpencar buat cari Azka, dia mungkin lagi disalah satu ruangan rumah ini, atau mungkin Azka lagi dikamar mandi--"

"Ncel--"

"Atau Azka lagi tidur dikamarnya, tidur yang benar-banar tidur, tidur yang kedua matanya terbuka pas kita bangunin, El. Ayok bantuin gue El. Cari Azka buat gue, gue mohon."

"Tapi--"

"Ngga mau ya? Ngga papa, biar gue yang nyari dia sendiri, lo pasti capek kan," Zea lalu menatap Tari, "Tante, Zea izin nyari Azka dulu dirumah ini ya? Sebentar aja, boleh kan?"

Alih-alih melarang, Tari malah menganggukan kepalanya sambil tersenyum samar, respon wanita itu berhasil membuat kedua sudut bibir Zea terangkat.

"Makasih Tante," Zea langsung berlari masuk kedalam rumah, saat Gael akan mengejarnya, Tari menahan lengan cowok itu, "ngga perlu dikejar, Nak Gael."

"Tapi Tante--"

"Biarin Zea melakukan apa yang dia percayai saat ini. Hal ini terlalu mengejutkan buat Zea, saat ini dia tengah bingung, dia perlu proses untuk bisa menerima ini semua."

Gael menghembuskan napas berat, melirik makam yang bernisankan nama Azka, "pada akhirnya, Zea akan tau tentang semua ini, Tante."

Tari menepuk pundak Gael, "ya, Tante sudah memperkirakan saat-saat seperti ini, dimana Zea datang, menghampiri Azka dengan sendirinya. Mereka dipertemukan kembali, dihari ini." Tari mengusap sudut matanya yang basah, "Terimakasih ya, Nak Gael, Azka ngga salah memilih orang untuk ia percaya, yaitu kamu. Terimakasih, karena kamu sudah mau menuruti permintaan Azka untuk tak memberitahu Zea perihal kepergiannya. Pergi yang dalam maksud tak akan kembali, dia sudah bersama pemilik-Nya. Tuhan menitipkan Azka pada Tante bukan untuk waktu yang lama, Dia sudah mengambil apa yang berhak Dia ambil, yaitu Azka."

Gael meraih salah satu tangan Tari dan mengusapnya pelan, "Azka pasti bangga punya orangtua seperti Tante dan Om."

Tari tersenyum tipis, "semoga, semoga seperti itu."

Keduanya menoleh saat Zea kembali dengan napas yang terengah, bahkan wajah gadis itu terlihat memerah. Gael menghampiri Zea berusaha untuk menenangkannya walau tak yakin akan berhasil.

"El, gue udah nyari Azka kemana-mana, tapi dia ngga ada. Kira-kira dia ada dimana ya El? Apa dia lagi ngumpet dari gue? Apa dia mau nge-prank gue lebih lama lagi? Atau dia lagi nyiapin suprise buat gue ya?"

"Tapi kan dia yang ulang tahun. Harusnya gue dong yang kasih Azka kejutan, iya kan El? Iya kan Tante?"

Gael dan Tari saling melirik, menatap Zea dengan sorot prihatin.

PUZZLE DESTINY [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang