"Auumm, aku akan menangkap kalian."
Harimau itu terus melangkah mendekati dua kakak beradik yang langsung memanjat ke puncak pohon. Sang harimau ikut memanjat pohon dan memperpendek jarak di antara mereka.
"Tuhan! Tolong selamatkan kami!"
Kakak beradik itu berdoa. Doa mereka terkabul. Tak lama sesudahnya, sebuah tali besar turun dari atas langit. Tali itu cukup kuat untuk menahan beban tubuh mereka berdua.
Tanpa berlama-lama, mereka langsung memanjat naik ke atas dengan menggunakan tali tersebut. Sambil memperlihatkan taringnya, sang harimau memanjatkan doa yang sama. Sebuah tali lain turun dari langit dan langsung dipanjat oleh sang harimau untuk mengejar calon santapannya.
Ctas!
Tali sang harimau putus.
Kedua kakak beradik yang berhasil memanjat sampai langit itu kemudian menjelma menjadi Matahari dan Bulan.
"Kenapa mereka tidak bisa membuat cerita yang lebih masuk akal? Jadi maksud mereka, sebelumnya Matahari dan Bulan tidak ada, begitu?"
Dengan cemberut, Seokjin menutup buku cerita bergambar yang baru saja dibacanya.
Jadi, kedua kakak-beradik itu masing-masing menjadi matahari dan bulan? Bagaimana mungkin.... mereka berdua hanya anak kecil.
Lalu, sebenarnya apa yang terjadi pada mereka setelah sampai di langit?
Percaya atau tidak, para dewa mengucilkan dua anak manusia itu. Sudah pasti begitu ceritanya. Baik itu di langit, di bumi, atau di bawah bumi, pasti ada kelas sosial yang berlaku. Jadi tentu saja, bagi dewa-dewi yang sudah menghabiskan waktu untuk belajar tentang banyak hal, kedatangan dua anak manusia di antara mereka menjadi satu hal yang mengejutkan.
Tidak hanya mengejutkan dan menjadi perbincangan di kalangan para dewa saja, kedua kakak-beradik itu pun merasakan berbagai macam kesulitan setelah tinggal di langit. Bagai katak yang bisa saja mati ketika lingkungan tempat tinggal mereka berubah.
Hoseok, sang Matahari, yang lebih tua beberapa tahun dibandingkan Seokjin, mampu beradaptasi dengan baik. Namun sayangnya hal yang sama tidak terjadi pada Seokjin, sang Bulan, yang tidak memedulikan lingkungannya dan tidak punya rasa takut sedikit pun. Dengan perbedaan itu saja, kehidupan yang mereka jalani akhirnya berbeda.
Para tetua dan dewa-dewi penghuni langit tidak terus-menerus bersikap tidak peduli pada Seokjin dan Hoseok. Namun justru Seokjin—yang bukan hanya sekadar perwujudan bulan, tetapi juga kandidat untuk menjadi malaikat langit—malah menjauhi penghuni langit. Hal itu membuat mereka memilih untuk angkat tangan dalam mengatasi pembuat onar seperti Seokjin.
Waktu terus berjalan dan sudah cukup lama berlalu semenjak Seokjin dan Hoseok berhasil menyelamatkan diri dari kejaran harimau yang hampir memangsa mereka, tetapi Seokjin masih sama seperti dulu. Karakternya tidak berubah, sama dengan ketika ia masih menjadi manusia. Sekalipun para dewa-dewi sudah mengajarinya banyak hal tanpa henti, Seokjin tetaplah Seokjin yang keras kepala dan senang bertindak semaunya sendiri.
Berurusan dengan Seokjin dan kepribadiannya, adalah hal yang jauh lebih sulit dilakukan dibandingkan berurusan dengan manusia. Setidaknya itulah yang dikatakan oleh para pengajar di sekolah dewa-dewi. Seokjin pun tampak tidak pernah melupakan keluguan dan kejujuran yang dibawanya sejak kecil. Sifat yang sebenarnya menjadi nilai lebih Seokjin itu di sisi lain justru menimbulkan kesulitan bagi beberapa pihak.
Seokjin dengan kepribadiannya yang selalu ingin buru-buru, kerap kali menyebabkan terciptanya huru-hara di langit. Tidak jarang Kaisar Langit pun dibuat murka olehnya, tetapi tentu saja beliau tidak mungkin membenci Seokjin. Karena bagaimanapun juga, calon malaikat langit itu memiliki nilai kejujuran yang baik.