Waktu berjalan cepat. Daun-daun mulai berubah warna dan terlihat lebih cerah. Musim semi telah tiba.
Hubungan Taehyung dan Jinseok terasa bagaikan musim semi. Perlahan-lahan, Taehyung tidak lagi memperlakukan Jinseok dengan buruk. Sikap pria itu berubah menjadi jauh lebih baik. Mereka pun tidak hanya bertemu di hari Jumat saja, tetapi setiap saat yang mereka inginkan walau sekadar makan bersama. Setiap hari pun, pasti ada pertengkaran di antara mereka.
Tentu ada alasan di balik perubahan yang drastis itu.
Taehyung memang berubah, tetapi tidak sepenuhnya. Ada beberapa hal yang masih sama. la tetap pria yang tidak memedulikan hal-hal yang tidak berhubungan dengannya. Sebagai contoh, pria itu tidak peduli dengan kegiatan-kegiatan sosial yang bagi sebagian orang adalah perbuatan terpuji yang penting dilakukan.
Baru-baru ini, rapat merger kembali digelar. Di dalam rapat itu dinyatakan bahwa sebagian dividen akan disumbangkan kepada anak-anak tidak mampu. Keputusan begitu saja bisa membuat Taehyung dan Jinseok berdebat.
"Memangnya kau tidak kasihan terhadap mereka?" tanya Jinseok kepada Taehyung saat mereka bertemu setelah rapat merger itu.
"Kenapa aku harus kasihan? Untuk apa aku memperhatikan mereka, sementara aku sendiri juga ditinggalkan oleh orang tuaku? Seharusnya kau yang kasihan kepadaku." Taehyung balik bertanya.
Jinseok hanya bisa mendecakkan lidahnya karena pria yang sehari-hari dihadapinya itu tetap saja egois dan tidak memedulikan orang lain.
"Jadi kau berbuat seperti ini karena orang tuamu memperlakukanmu dengan buruk?"
"Bisa dibilang begitu. Dan asal kau tahu saja, banyak orang tua yang memperlakukan anaknya dengan buruk."
"Aku tidak mengerti kenapa kepalamu selalu berisi pikiran-pikiran negatif seperti itu."
"Bukan begitu. Tetapi kau sendiri tahu kalau hidup ini keras."
Taehyung bersikeras dengan jawabannya.
Sebagai seorang Malaikat, Jinseok sadar kalau tugasnya kali ini lebih berat dari yang disangkanya. la ingin membuat Taehyung menyadari dan juga memahami bahwa di dunia ini tidak hanya hal-hal buruk saja yang terjadi. Seiring berjalannya kehidupan, hal-hal yang baik pun sering terjadi di sekitar kita.
Jinseok menghela napas panjang dan Taehyung menatapnya. Akhirnya mereka tiba di tempat tujuan.
"Kau tidak mau masuk?" tanya Taehyung.
"Tempat apa ini?" Jinseok bertanya balik meski sebenarnya ia sudah tahu.
.
.Lobi gedung apartemen itu luas, berlantai marmer dan terlihat mewah sekali. Jinseok sudah memprediksi kalau Taehyung akan segera memperlihatkan tempat tinggal pria itu kepadanya.
Bip.
Pintu apartemen itu terbuka dan Taehyung langsung menarik tangan Jinseok. Pemuda itu terlihat agak ragu.
"Tenang saja. Aku tidak akan melakukan apa-apa terhadapmu. Lagi pula, aku hanya ingin bicara dan mungkin makan di tempat yang tenang. Itu saja."
"Memangnya aku terlihat takut? Kita sudah pernah berpelukan, melompat dari ketinggian bersama-sama, bahkan tidur bersama."
Jinseok berkata dengan nada dingin. Alih-alih tersinggung, pria itu justru tersenyum mendengarnya. la yakin kalau Jinseok tidak akan menghindar dari apa pun.
Semua perabotan built-in yang ada di dalam apartemen pria itu tertata dengan rapi, bahkan terlihat kaku. Dengan langit-langit yang cukup tinggi, apartemen itu didominasi oleh warna hitam dan cokelat. Perabotan-perabotannya kebanyakan terbuat dari kayu, sofa berwarna abu-abu, dan meja makan kayu yang juga berwarna cokelat. Apartemen ini terasa dingin. Kehangatan sama sekali tidak terpancar dari ruangan itu.