Karena tangannya licin, Taehyung tidak sengaja menjatuhkan cangkir kopi yang tadi disajikan oleh sekretarisnya. Untung saja cairan kopi panas itu tidak sampai mengenai tangan Taehyung, walau cangkirnya harus pecah berkeping-keping. Tidak hanya Namjoon yang terkejut, tetapi Taehyung juga. Bahkan ia pun sampai mengernyitkan dahinya.
"Anda baik-baik saja?"
"Aku tidak apa-apa. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."
Namjoon dan sekretaris Taehyung yang lain buru-buru membersihkan tumpahan kopi itu. Setelah mereka pergi, Taehyung langsung merasa ada yang aneh dengan tubuhnya. Tanpa alasan yang jelas, tubuhnya gemetar. Dan tidak hanya itu, perasaan tidak enak juga muncul menemaninya. Sebelumnya Taehyung tidak pernah merasakan apa yang dirasakannya saat itu. Sekujur tubuhnya tidak nyaman. Taehyung menggigit bibirnya.
Sejauh ini, sepertinya semua baik-baik saja.
Semua urusan kantor, Jinseok, dan juga keadaan dua adiknya yang ada di Amerika, semuanya baik-baik saja. Lantas apa yang membuatnya tidak nyaman seperti sekarang ini?
Tak lama, ponsel Taehyung berbunyi. Seolah-olah ingin menjawab semua kecemasan yang dirasakannya. Sebelum mengangkat panggilan masuk itu, Taehyung sempat mengerjapkan kedua mata dan memandang ponsel itu.
Tidak. Tidak ada apa-apa. Semuanya baik-baik saja. Pria itu mengucapkan kata-kata itu dalam hati layaknya penyihir yang sedang merapal sebuah mantra.
.
.Keringat mengucur dari dahinya seiring Taehyung yang berlari sepanjang koridor rumah sakit. Kurang lebih dua puluh menit lalu, ia menerima kabar bahwa Jinseok sedang dalam kondisi kritis dan berada di dalam ruang ICU. Taehyung masih tidak percaya. Akan tetapi beberapa malam lalu, tunangannya itu memang terlihat berbeda. Wajahnya pucat meski tidak terlihat tanda-tanda sakit. Dengan langkah panjang Taehyung mendekati ranjang tempat Jinseok terbaring. Kedatangan Taehyung membuat anggota keluarga Jinseok pelan-pelan keluar ruangan.
"Taehyung-ssi?"
Jinseok dengan wajahnya yang putih pucat menanti kedatangan Taehyung, yang langsung menggenggam tangan pemuda itu. Tangan Jinseok yang sama dinginnya dengan es mengejutkan Taehyung. Pria itu merasa takut.
"Kau tidak apa-apa, kan?"
Suara Taehyung begitu pelannya sampai nyaris tak terdengar oleh Jinseok.
Tolong katakan kau akan baik-baik saja. Aku mohon, pinta Taehyung dalam hati. Tatapan mata Jinseok terlihat melemah. Tubuh pemuda itu tampak lemas dan tak bertenaga.
Bagaimana mungkin aku akan baik-baik saja? Aku harus meninggalkanmu sekarang. Aku tidak akan bisa bertemu lagi denganmu. Aku sangat mencintaimu, tetapi aku tidak lagi bisa menghabiskan waktuku bersamamu. Apakah menurutmu aku akan bisa baik-baik saja?
"Taehyung-ssi, kita hanya akan berpisah sebentar saja. Anggap saja karena buru-buru, aku memilih pergi lebih dulu untuk menunggumu. Aku harap kau bisa memenuhi janjimu. Aku harap kau tetap bisa mengingatku, walau kau bertemu dengan orang lain." Jinseok berkata pelan dengan suaranya yang semakin melemah.
Untunglah. Untung aku masih sempat mengucapkan perpisahan kepadanya. Untung aku masih sempat melihatnya untuk terakhir kalinya. Aku harus mengingat semua hal tentang pria ini. Supaya aku tidak dengan mudah bisa melupakan keberadaan Taehyung sekembalinya ke langit nanti.
"Sampai kapan pun tidak akan ada orang lain," janji Taehyung.
"Jangan berkata seperti itu."
Jinseok mencoba menggelengkan kepalanya. Suaranya terdengar lemah sekali.