Sesampainya di apartemen, ia membukakan pintu dan mempersilahkan aku masuk dengan anggukan kepala. Aku melangkah masuk, merasakan kehangatan apartemennya menyelimutiku. Ia mengarahkan aku ke stool di counter dapurnya, tempatku duduk menyaksikan Sebastian dengan cekatan menyiapkan omelette. Aroma bawang bombay dan keju yang meleleh memenuhi udara, bercampur dengan aroma maskulin Sebastian yang samar.
"Jangan sampai hangus!" godaku, mencoba meredakan debaran jantungku.
"Yes, Chef!" sahutnya sambil tertawa, melirikku dengan tatapan yang membuatku merinding sekaligus bergairah.
Ia menyajikan omelette di piring kami, dan saat aku mencicipinya, rasa lezatnya melebihi ekspektasiku.
"Hey, ini enak," pujiku tulus.
"Hanya ini yang bisa aku masak," jawabnya merendah diri, namun aku bisa melihat kilatan bangga di matanya.
Kami makan sambil berbincang, tawa kami mengisi ruang di antara kami. Namun, aku tak bisa menahan diri untuk bertanya, "Bagaimana kamu dapat mengikutiku kembali di Instagram? Sangat tidak mungkin kamu menemukanku di notifikasi, kan?"
"Jujur aku tidak tahu kalau kau sudah mengikutiku. Aku hanya mencari namamu di akun kelas teater," jawabnya santai.
"Mencariku?" Aku berusaha menyembunyikan keterkejutanku.
"Ya, apa aku harus jujur juga mengenai hal itu? Aku rasa kamu sudah tahu alasannya."
Perkataannya mengingatkanku pada ucapan Romeo di mimpiku, membuatku merinding. Sebastian menghampiriku dengan segelas air, meletakkan tangannya di pundakku, dan menyingkirkan rambut yang menutupi leherku. Ia mencium leherku dengan lembut, napasnya yang hangat membuatku gemetar.
"Sekarang kamu sudah tahu jawabannya, kan?" bisiknya tepat di telingaku, sebelum kembali mencium leherku. Aku tak bisa menahan diri lagi, meraih tangannya dan menoleh untuk menatapnya. Tatapannya begitu intens, membuatku tenggelam dalam lautan perasaannya. Ia mencium bibirku dengan lembut, tangannya meremas pinggangku, lalu memutar stoolku sehingga kami berhadapan. Aku bisa merasakan senyumannya di antara ciuman kami.
Namun, bunyi notifikasi ponselku menyadarkanku. Aku mendorong Sebastian menjauh, "Um.. Maaf," kataku sambil memegang dadanya.
"Ada yang salah?" tanyanya, dahi berkerut khawatir.
"Tidak. Hanya saja... um..." Aku tertunduk, malu dan bingung dengan perasaanku sendiri.
Sebastian mengangkat daguku dengan lembut, memaksaku menatapnya. "Maaf kalau aku bertindak terlalu cepat. Aku tahu kamu ragu padaku, tapi percayalah kalau ini lebih dari yang kau pikirkan. Aku tidak menggunakanmu untuk tujuan buruk." Kata-katanya tulus, seakan ia bisa membaca pikiranku. Tawarannya untuk mengantarku pulang disambut anggukan dariku.
Sepanjang perjalanan pulang, keheningan menyelimuti kami. Aku tenggelam dalam pikiranku sendiri, mencoba memahami perasaan campur aduk ini. Sebastian memecah keheningan dengan membicarakan audisi drama di kampusku. Ia mendorongku untuk mencoba peran utama, meyakinkanku bahwa aku memiliki bakat. Ia bahkan menyebutkan bahwa ia akan ikut serta dalam pertunjukan itu, yang akan disiarkan langsung dan dihadiri oleh beberapa artis dan pers.
Aku tertegun mendengarnya. "Untuk apa kampusku mengadakan acara sebesar itu?"
"Promosi. Apalagi?" jawabnya sambil mengangkat alis.
Sampai di rumah, aku mengucapkan selamat tinggal pada Sebastian dan melambaikan tangan sebelum masuk. Di kamarku, aku segera menelepon Anna, sahabatku.
"Anna, aku rasa kamu benar, aku memang menyukai Sebastian," ucapku dengan yakin.
"Benarkah? Kemarin aku hanya bercanda. Kenapa tiba-tiba begini?"
Aku menceritakan tentang kencan kami, menyembunyikan bagian di apartemennya. Anna terkejut dan bersemangat mendengarnya. Namun, aku juga mengungkapkan keraguanku tentang ketulusan Sebastian.
"Aku sarankan, kamu jangan terlalu menyukainya dahulu. Cukup jadi dirimu sendiri dan lihat apakah Sebastian serius denganmu," nasihat Anna. Aku setuju dengannya.
Setelah menutup telepon, aku termenung. Jika Sebastian benar-benar menyukaiku, apa yang ia suka dariku? Dan jika ia hanya berpura-pura, apa untungnya baginya? Pertanyaan-pertanyaan ini berputar di kepalaku, namun aku memutuskan untuk tidur, berharap mimpi akan memberikan jawaban.
KAMU SEDANG MEMBACA
Knock Off (Sebastian Stan As Acting Coach X Reader)
Fanfiction[Y/N] seorang mahasiswi yang mengikuti komunitas teater drama berkesempatan untuk diajarkan langsung oleh Sebastian Stan.