Aku membuka mataku dan mendapatkan suatu ruangan yang masih asing bagiku. Aku tersadar, aku menginap di apartemen Sebastian. Aku membalik badanku dan melihat Sebastian masih terlelap. Aku menatap wajahnya beberapa saat, melihatnya saja membuatku bahagia. Aku merasa sangat bersyukur karena bisa kenal dengan laki-laki sepertinya. Di balik sifatnya yang pemalu, ternyata dia bisa menjadi konyol. Bahkan Sebastian memiliki sisi manis yang peduli dengan orang-orang di sekitarnya. Aku tersenyum sendiri hanya dengan melihatnya.
Aku bangun perlahan agar tidak membangunkan Sebastian. Aku pergi ke dapur dan memasak untuk aku dan Sebastian.
Jam menunjukkan pukul 7 pagi saat aku selesai masak. Sebelum membangunkan Sebastian aku ke kamar mandi untuk menyikat gigi dan mencuci muka. Setelah itu aku masuk ke kamar Sebastian dan memeriksa keadaannya. Aku meletakkan telapak tanganku pada dahi dan leher Sebastian. Badannya sudah tidak terlalu panas, ini karena paracetamol yang diminumnya. Aku pun memutuskan untuk membangunkan Sebastian perlahan. Aku duduk dan mengelus pipinya.
"Sebastian" kataku dengan pelan.
Sebastian perlahan membuka matanya. Ia menyipitkan matanya melihat cahaya matahari yang masuk ke kamar melalui jendelanya.
"Pagi [Y/N]" ucapnya perlahan sambil tersenyum. Aku tersenyum balik kepadanya.
"Aku sudah menyiapkan makanan. Mau makan di meja makan atau dibawa kesini?" tanyaku.
"Di meja makan saja." Jawabnya. Aku menunggunya untuk bangkit dari tempat tidur. "Bangunkan aku" katanya seperti anak kecil manja. Aku mengulurkan tanganku dan menarik Sebastian.
Aku malah terjatuh ke badannya. Berat badannya hampir dua kali lipat dariku. Aku dan Sebastian tertawa. Aku kembali bangkit dan menariknya lagi. Kali ini aku hanya membantu setengahnya, ia berdiri sendiri. Aku dan Sebastian ke meja makan dan kami makan bersama. Sebelum dan sesudah makan Sebastian meminum obatnya.
"Masih pusing?" tanyaku.
"Tidak. Hanya agak lemas" katanya. "Hari ini apa yang akan kamu lakukan?" lanjutnya bertanya.
"Hari ini minggu, kan. Biasanya sih tidak ada. Sepertinya aku akan di sini saja menemanimu." Jawabku. Sebastian tersenyum. "Uh, tapi nanti malam aku akan pulang. Aku harus menemani ibuku. Tidak apa kamu sendiri?" Lanjutku.
"Aku akan baik-baik saja. Aku bukan anak bayi, [Y/N]" kata Sebastian.
"Tapi kamu terlihat seperti puppy" kataku meledek.
"Kenapa semua orang mengatakan itu" katanya sambil tertawa.
Seharian ini aku bersama Sebastian. Menonton telivisi, mengobrol lebih dekat, sedikit bercanda, dan saat Sebastian beristirahat, aku mengerjakan tugas di laptopnya. Aku memasak makanan untuknya, dan menyiapkan makanan yang bisa ia panaskan untuk besok harinya. Dan dimalam harinya, aku berpamitan untuk pulang.
"Kamu tidak apa sendirian? Kamu bisa menginap di rumahku kalau mau" kataku sebelum pergi.
"Tidak, tidak. Aku bisa mengurus diriku, [Y/N]. Berhati-hati saat di jalan" katanya.
"Ok. Jangan lupa minum obatnya. Istirahat yang banyak. Hubungi aku kalau butuh sesuatu" kataku.
"Yes, squishy face" katanya sambil tertawa. Ia mencium pipiku dan aku memeluknya.
Aku pulang ke rumah menggunakan jasa taksi. Sesampainya di rumah, aku mandi dan bergabung dengan ibuku di ruang tamu. Aku dan ibuku menonton film series favoritnya. Ibuku menonton sambil memelukku.
"Bagaimana keadaan Sebastian?" tanya ibuku saat acaranya sedang iklan.
"Badannya sudah tidak panas" jawabku santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Knock Off (Sebastian Stan As Acting Coach X Reader)
Fiksi Penggemar[Y/N] seorang mahasiswi yang mengikuti komunitas teater drama berkesempatan untuk diajarkan langsung oleh Sebastian Stan.