Part 20: "Maybe You Should See Him"

427 73 11
                                    

Keesokan paginya aku mengabari seluruh keluargaku dan teman-teman ibuku tentang ibuku. Dan menginformasikan kalau pemakaman ibuku akan dilaksanakan hari ini jam 3 Sore. Aku juga mengabarkan Sebastian dari pesan, tapi ia tidak membalas. Aku dan Anna mengurusi semua keperluan untuk pemakaman ibuku. Aku bersyukur masih ada teman seperti Anna yang selalu hadir di setiap lika-liku hidupku.

Di sore hari, aku menghadiri pemakaman ibuku. Ayah kandungku datang. Aku sudah lama tidak melihatnya. Aku masih menyayanginya, tapi ia sudah memiliki keluarga baru. Saat melihat ayahku aku langsung mendekat dan memeluknya. Ia mengucapkan belasungkawa kepadaku. Bagaimanapun juga aku adalah anaknya, dan ibu adalah ibu dari anak kandungnya. Semua orang sudah datang di pemakaman ibu. Pimpinan agama menyampaikan kotbahnya di hadapan kami semua. Aku tertunduk, aku tidak dapat mencerna ucapannya dengan baik. Aku menyesali ibuku yang sudah pergi.

Saat pimpinan agama selesai berkotbah, aku melihat para tamu. Ya, aku mencari Sebastian. Tapi aku tidak melihatnya. Aku menghadap ke proses pemakaman ibuku lagi. Ayahku dan Anna berdiri di sampingku.

Setelah semua selesai. Aku tertunduk pada makam ibuku.

"[Y/N], jika butuh sesuatu. Kabari aku." Kata ayahku kepadaku.

"Oke" kataku singkat. Ayahku mencium keningku dan meninggalkanku.

Aku berharap Sebastian hadir dan menenangkanku. Tapi ia begitu berengsek.

**

Anna menginap di rumahku selama hampir 2 minggu. Aku mulai dapat megikhlaskan kepergian ibuku dan tinggal sendiri di rumah. Dengan uang asuransi dan tabungan ibuku, serta pemberian bulanan dari ayahku seperti biasanya, aku mampu hidup sendiri tanpa bekerja untuk beberapa saat. Uang dari asuransi dan tabungan ibuku aku gunakan untuk mengurus rumah, seperti tagihan listrik, gas dan lainnya. Uang dari ayahku aku gunakan untuk keperluan sehari-hariku.

Aku menjalani hari-hariku. Kuliah, mengerjakan tugas, pergi bersama Anna. Tapi semua itu tidak membuatku seakan hidup. Ada sesuatu dalam diriku yang hilang. Ditambah lagi ada masalah baru. Ayahku sedang ada masalah keuangan. Ia memberhentikan kiriman uangnya semenjak 2 minggu lalu. Jadi aku harus berusaha mendapatkan uang tambahan dengan bekerja.

Aku sering melamun tanpa disadari, sampai aku harus disadarkan oleh Anna atau temanku yang lainnya saat sedang melamun. Aku tidak dapat menghitung berapa kali sehari aku melamun. Hal itu rupanya membuat Anna khawatir. Anna memintaku untuk datang ke pertemuan orang-orang yang baru saja kehilangan seseorang dalam hidupnya. Awalnya aku menolak, tapi aku sadar aku harus menolong diriku.

Aku datang ke pertemuan itu. Aku ragu haruskah aku ikut? Tapi memanglah harus. Aku masih berdiri di luar pintu. Aku sangat ragu.

"Hei? Ayo masuk" kata seorang pria yang kira-kira se umuran denganku.

Aku menoleh melihat ke wajahnya. Aku mengikutinya masuk. Pria itu duduk, dan aku duduk di kursi sampingnya membuat lingkaran bersama orang lainnya. Kami semua melakukan perkenalan. Semua memperkenalkan diri, dan giliranku.

"Hai...." aku tersenyum. "Namaku [Y/N]. Umurku 21 tahun. Aku seorang mahasiswa" kataku sambil memainkan jari jemariku. Aku agak gugup untuk berkenalan dengan orang baru. Semua menyapaku dan kemudian aku duduk.

Ada sekitar 8 orang yang hadir dalam pertemuan ini. Mereka semua bergantian berbagi cerita. Seorang ibu yang baru saja kehilangan anaknya bercerita. Kemudian seorang kakek yang berbagi cerita kalau ia baru saja kehilangan seluruh keluarganya dalam kebakaran rumah. Kemudian pria yang tadi mengajakku masuk mulai giliran bercerita.

"Ini kedatanganku yang ke 3 kalinya. Aku kehilangan keluargaku, bukan karena mereka sudah tiada. Tapi karena aku bertengkar hebat dengan ayahku. Saat itu ayahku mencampakkan ibuku. Sampai aku tidak kuat melihatnya, aku menghajar ayahku. Tapi ibuku, ia terlalu sabar dan terlalu mencintai suaminya. Ayahku seorang yang manipulatif, setelah menghajar ibuku, ia akan membuat ibuku berasa menjadi orang yang spesial. Kemudian kembali menghajarnya. Dan saat aku bertengkar dengan ibuku, aku diusir oleh ayahku. Aku menyesal tidak dapat membawa ibuku." Katanya. Setelahnya, giliran aku.

Knock Off (Sebastian Stan As Acting Coach X Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang