#13 Sebuah Kebenaran

37 3 1
                                    

Matahari belum sepenuhnya nampak ke permukaan. Rizal masih tertidur di atas ranjangnya dengan kondisi badan yang tidak terlalu sehat. Berkali-kali ia terbangun karena merasakan nyeri di berbagai persendian tubuhnya. Sepertinya otot-otot nya kaget karena permainan basket yang ia lakukan kemarin.

Beberapa kali bunyi alarm tidak digubris oleh Rizal. Nampaknya ia sudah membulatkan tekad nya untuk tidak masuk sekolah. "ZAAL...BANGUN! SEKOLAH!" Tidak mempan dengan alarm ponsel, teriakan Mama Rizal pun terdengar lebih nyaring. Rizal tidak bergeming. Ia malah mengangkat selimutnya lebih tinggi karena kini ia menggigil kedinginan.

Mama Rizal yang kesal pun sesegera mungkin membuka kamar anak nya tersebut. "Eh, kok nggak dengerin! Mau ditinggal Papa lagi?" Rizal mengeluarkan kepalanya dari dalam selimut ketika mendengar teriakan Mama nya tersebut. "Rizal nggak enak badan." Jawab Rizal dengan suara yang lirih. "Hah? Kenapa kamu?" Kegalakan Mama Rizal pun sirna ketika mendengar suara anak nya yang mengiba. "Kayaknya aku nggak masuk aja deh, Ma." Ucap Rizal lagi. Mama Rizal pun mengecek suhu tubuh Rizal dengan punggung tangan nya. "Lhoo badan kamu panas gini. Aduh, ini gara-gara kamu kemaren main kelamaan deh. Bentar Mama ambilin air panas buat kompres." Rizal mengangguk, kemudian menyembunyikan kepalanya kembali dibalik selimut.

Adam masuk ke dalam kelas dengan gaya cuek nya yang khas. Ia tidak dekat dengan siapa pun di kelas ini. Semua orang tampak segan kepadanya. Hal ini dikarenakan perlakuan nya kepada Rizal akhir-akhir ini yang membuat seisi kelas dengan siswa-siswa terpintar satu sekolah ini memilih untuk tidak berinteraksi dengan nya.

Puput pun demikian. Ia tidak pernah berada di bangkumya jika pelajaran belum dimulai. Jika awalnya Adam risih berada sebangku dengan Puput, kini Puput lah yang risih melihat penampakan Adam.

"Sof, Rizal kok tumbenan nggak masuk?" Puput segera meninggalkan bangku nya ketika melihat Adam masuk ke kelas. "Nggak tahu, biasanya juga dia udah dateng jam segini. Masa telat?" Jawab Sofi yang sibuk menata rambut ekor kuda nya.

"Kemaren kalian jadi ke lapangan Mugas?" Dengan kasar Puput menarik tas ransel dari bangku nya dan menaruh nya di bangku Rizal. "Jadi. Eh tau nggak, Rizal ternyata bisa main basket lho." Senyum Sofi mengembang seolah menceritakan sebuah mukjizat. "Yee, emang kan dia dulu atlet basket di SMP. Cuma disini doang nih dia belajar terus karena mau masuk perguruan tinggi negeri." Puput melirik ke arah Adam yang sepertinya mendengarkan percakapan mereka.

"Ooh gitu. Iya, terus dia diajakin lah gabung sama club basket sekolah. Hebat kan?" Sofi selesai berias kemudian memasukkan cermin kecilnya kembali ke dalam tas. "Wah, serius? Akhirnya babak pem-bully an dia selesai juga. Aku duduk sini aja ya Sof, fix sih ini Rizal nggak masuk." Bel tanda masuk kelas berbunyi dan semua siswa dengan sigap kembali ke bangku nya masing-masing.

Sepanjang jam pelajaran berlangsung, Adam terus mengingat percakapan Sofi dan Puput mengenai kemampuan Rizal dalam olah raga basket. Hal ini bisa menjadi sebuah ancaman tersendiri bagi Rizal. Jika sampai anak-anak most wanted tahu akan hal ini, sudah pasti aksi pem-bullyan terhadap Rizal akan semakin menggila. Sebenarnya sudah lama Adam ingin menghentikan ulah anak-anak most wanted. Ia merasa perlakuan mereka kepada Rizal sudah mulai melebihi batas.

Beberapa hari yang lalu Dani menyuruh beberapa anak kelas 2 untuk menyekap Rizal di dalam gudang perpustakaan. Perbuatan mereka tersebut membuat Rizal melewatkan seleksi olimpiade biologi yang dilaksanakan di sekolah nya. Memang tidak ada luka fisik yang dialami oleh Rizal, namun ia gagal menjadi perwakilan sekolah dalam ajang olimpiade tingkat nasioal.

Tidak hanya itu. Rudi yang merupakan wakil ketua OSIS SMA, juga ikut andil dalam pelecehan seksual yang diterima oleh Rizal. Pada saat pelajaran olah raga, Rudi mengambil pakaian yang Rizal gantung di atas pintu kamar ganti nya. Dengan kondisi setengah telanjang, Rizal pun keluar dari ruangan itu untuk mencari keberadaan pakaian olah raganya yang tiba-tiba lenyap. Pada saat itu lah, segerombolan siswa dari kelas lain datang dan dengan paksa membuka celana olah raga yang masih Rizal pakai. Adam ada di tempat itu, namun ia hanya bisa menyaksikan pemandangan tersebut dalam diam.

Rival <<END>>Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang