#14 Adam

38 3 2
                                    

Hubungan Adam dan kedua orang tua nya tidak begitu baik. Sebagai anak semata wayang, bisa dikatakan Adam jarang mendapatkan perhatian dari mereka. Ayah nya yang bekerja pada perusahaan milik pemerintah selalu disibukkan dengan urusan dinas. Sedangkan ibu nya yang juga bekerja sebagai pengusaha pakaian, lebih banyak menghabiskan waktunya untuk butik, pabrik, atau pun sekedar menyendiri untuk mencari inspirasi. Adam sudah lama melihat keretakan hubungan antara kedua orang tua nya. Namun ia memilih untuk diam dan tidak terlibat.

Sore menjelang, mobil eropa yang ditumpangi Adam akhirnya sampai di rumah. Mami Adam keluar dari balkon atas untuk melihat penampakan anak nya. Sepersekian detik mata mereka bertemu, namun lagi-lagi Adam membuang muka dan bergegas menuju ke kamar nya.

Ponsel yang dikantongi Adam bergetar. Nama serta foto Rizal pun muncul di layar ponsel tersebut. Ia sempat ragu untuk menjawab panggilan dari Rizal. Namun mengabaikannya pun hanya akan menambah masalah lain dalam hubungan mereka. "Halo." Ucapnya dengan penuh kecanggungan. "Dam?" Suara Rizal terdengar lirih dari seberang saluran telepon. "Iya? Hmm lo gimana?" Sambung Adam lagi. Kali ini ia mencoba lebih santai, namun kepalanya masih terus berpikir tentang pertanyaan apa yang harus ia berikan selanjutnya.

"Masih begini aja. By the way, thanks udah jenguk." Suara batuk terdengar selama beberapa detik. Adam membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur sembari menghembuskan napas panjang. "Iya. Sebenernya ada yang mau gue omongin." Ucap Adam kemudian. Rizal terdiam menunggu topik yang ingin dibahas oleh temannya tersebut. "Beneran kamu mau ikut seleksi tim basket?" Rizal masih belum menjawab. Penggunaan aku-kamu yang mendadak ini membuat Rizal curiga akan arah pembicaraan ini.

"Halo? Lo masih disana kan?" Adam kembali bersuara. "Iya. Kenapa?" Nada ketus entah mengapa keluar begitu saja dari mulut Rizal. "Jangan, Zal. Mereka bakal lebih brutal." Adam menutup sebagian wajahnya dengan telapak tangannya. "Mereka? Emang kamu nggak termasuk?" Tanya Rizal dengan lantang.

'KLIK' Saluran telepon terputus.

"Halo Zal?" Nampaknya Rizal menutup panggilan telepon nya terlebih dahulu. "AARRGGH" Teriak Adam sembari melempar bantal nya ke dinding kamar. Sebuah bingkai foto yang ada di dinding tersebut pun terjatuh hingga kacanya pecah berantakan di lantai. Adam mengacuhkannya lalu menutup wajahnya dengan menggunakan bantal yang lain.

"Adam, kenapa? Kamu nggak papa?" Dengan segera Mami Adam berteriak dari luar kamar ketika mendengar keributan yang terjadi. Adam tidak menjawab. Ini bukan hal yang baru bagi Mami. Ia sudah sering melihat Adam melampiaskan amarahnya seperti ini. Apalagi ketika dulu Adam masih menjadi korban bully teman-temannya di Jakarta. Hampir semua barang pecah belah yang ada di kamar Adam harus dipindahkan ke tempat lain.

Pintu kamar terbuka, dengan seksama Mami Adam mencari sumber suara yang tadi ia dengar. Benar saja, kaca dari bingkai foto sudah berserakan di lantai. "Adam, kamu terluka?" Mami pun mendekat ke tempat tidur untuk mengecek kondisi fisik anak semata wayang nya tersebut. Adam menunjukkan wajahnya untuk membuktikan bahwa ia tidak apa-apa. "Mami udah siapin makan malam. Mami tunggu dibawah ya, ada yang mau Mami omongin ke kamu." Adam mengangguk lalu menutupi wajahnya kembali dengan bantal. Mami hanya menggeleng melihat kebiasaan buruk anaknya tersebut.

 Mami hanya menggeleng melihat kebiasaan buruk anaknya tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rival <<END>>Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang