5. Balada Pujasera.

109 37 397
                                    

Matahari sudah membubung begitu tinggi, pun dengan sinarnya yang menyorot ke sela-sela gorden, terasa panas ketika menyentuh kulit Bang Sat yang saat ini masih berguling lelap di atas kasur.

Ini bulan Ramadan, di bulan penuh rahmat ini Allah menggandakan pahala, dan setiap helaan napas yang keluar dari orang berpuasa itu adalah pahala. Setidaknya itu sangat diyakini Bang Sat, maka, di hari libur seperti saat ini, daripada dia sibuk marah-marah karena masih kesal pada Setan yang salah membeli tiket, tidur adalah pilihan terbaik.

Menyebalkan sebenarnya karena isu corona yang merebak seperti saat ini, banyak hal mengasyikkan yang tiba-tiba begitu terasa rumit, seperti masker dan perintilannya. Astaga, Bang Sat tidak habis pikir, rasanya percuma saja gitu kalau kita sudah perawatan wajah mahal-mahal, tetapi wajahnya ditutup-tutupi.

Sebenarnya, hal yang benar-benar Bang Sat yakini adalah manipulasi politik yang dilakukan negara dengan populasi terbanyak di dunia itu. Apa tidak ada yang terbuka matanya, bahwa semua ini hanya rekayasa? Apa dia harus berorasi sendirian mengungkapkan pandangannya di depan gedung DPR? Cina yang mengeluarkan isu virus ini, Cina sendiri yang memproduksi massal masker, alat pelindung diri, dan vaksin. Serius tidak ada yang ngeuh? Ah, sudahlah. Masa-masa itu sudah berlalu beberapa tahun saat dia masih menyandang status sebagai mahasiswa.

Kembali pada Bang Sat yang kini masih tertidur lelap, mulutnya terbuka lebar dengan beberapa kali mengesat liur dengan punggung tangan. Rupanya dia tengah bermimpi berenang di lautan es campur yang menyegarkan.

Setan yang melihat pintu kamar sang kakak masih menutup, tiba-tiba saja merasa ngeri sendiri. "Udah jam setengah dua belas loh ini, masa Bang Sat masih tidur, sih? Kalo mati gimana? Bukannya dia tuh primitif banget, bisa abis rejeki dia dipatok ayam. Udah subuhan bukannya nyuci baju kotor segambreng, eh ini malah lanjut molor, ckckck."  Gadis itu menggerutu seraya mengayunkan papan kayu di depannya dan mengambil ancang-ancang untuk membangunkan sang kakak. Sungguh pitingan yang kemarin itu masih membuatnya sakit hati. Balas dendam adalah jalan ninjanya.

"Mbak Nisa! Bang Sat masih tidur, Mbak!" teriak Setan yang jelas hanya rekaan saja. Iya, Seranissa wanita berhijab yang menjadi kelemahan Bang Sat, anak pak Haji Mansur tetangga sebelah kos-kosan. Setan bahkan sering kali berpura-pura gumoh tatkala melihat sikap sang kakak yang berubah 360 derajat jika berada di dekat Mbak Seranissa. Wanita anggun itu terlalu wah untuk ukuran sang kakak yang begitu kuno.

Bukan Setan namanya kalau merasa kasihan pada sang kakak yang tengah bermimpi indah itu. Dalam mimpi pria itu, lautan es campur yang menyegarkan seketika surut berganti presensi Seranissa dengan hijab anggunnya mengangguk dengan bentangan senyum semanis gula yang begitu sempurna.

"Loh! Seranissa!"

Bang Sat sampai berteriak histeris dan terbangun dengan tidak elitnya tatkala melihat sang adik tak beradab itu menyeringai puas.

"Asu! Kowe, Setan!" umpat Bang Sat melayangkan gulingnya ke wajah Setan yang saat ini tergelak dengan tawa penuh pembalasan.

"Plis Bang Sat, ini udah mau Zuhur bukannya siap-siap ke masjid malah molor. Denger nama Mbak Nissa aja langsung dah melek." Sungguh balas dendam itu menyenangkan.

"Gak pake nyebut nama Nissa juga kali." Bang Sat masih menggerutu kesal, menggerakkan tubuhnya untuk bangun dan menyahut handuk di kapstok yang digantung di dinding hendak ke kamar mandi.

"Cuci muka yang bersih, eh mandi deng, Bang! Iler lo ke mana-mana itu, iyuh," ucap Setan menunjuk bantal yang penuh cetakan pulau.

Sejurus kemudian azan Zuhur berkumandang, Bang Sat sudah siap dengan koko dan sarungnya menuju masjid.

Sesudah menunaikan salat, tidak ada yang aneh dengan hari itu, hanya saja perutnya keroncongan tidak mau kompromi, rupanya mimpi es campur itu membuat Bang Sat begitu kelaparan.

Membuka bungkusan kresek putih yang ada di meja, wajahnya cukup senang melihat masih ada ayam krispi di sana. Tanpa menunggu lama, Bang Sat langsung sibuk di dapur, menggoreng ulang ayam krispi dan membuat sambal untuk geprek. Walau tidak suka pedas entah kenapa tiba-tiba saja dia ingin makan ayam geprek.

Lahapan pertama terasa enak sekali, Bang Sat sampai tersenyum saat mengunyah potongan ayam itu di dalam mulutnya.

Lahapan kedua, dia mulai merasakan pedasnya sambal yang dia buat. Nikmat, Bang Sat mulai berpikir akan membuat usaha sampingan ayam geprek. Keringat mulai membanjiri pelipisnya dan lahapan ketiga, Setan datang dengan teriakan bak toa masjidnya.

"Astaga, Bang Sat! Kok makan? Gak puasa?"

Pria bernama asli Satria Baja itu memandang horor ke arah Setan yang membalas sama horornya. Tangan Bang Sat sudah terulur hendak meraih air minum saat Setan kembali berteriak.

"Stop! Kalo lupa ga batal, Bang!"

Sumpah ya, punya adik panggilan Setan itu sungguh sangat menguras emosi. Bisa tidak Setan bilang seperti itu saat Bang Sat sudah menandaskan satu gelas air. Ini sih namanya penyiksaan.

Pria itu menelan salivanya kasar, merasakan pedas yang teramat sangat  di dalam mulut. Ya, memang dia pernah mendengarkan tausyiah seorang ustad perkara lupa tidak membatalkan puasa, tapi tidak begini juga sih.

*****

Selepas salat tarawih, Setan mendapati Lucy si manusia Google bersenandung lirih di atas kasurnya seraya membuka laman Google.

"Whats up, Tantia. Aku mampir, ingin ngobrol tentang oleh-oleh buat ke kampung halaman kamu nanti. Aku gabut di kos," ucap Lucy menyengir. "Kata Bang Satria, kamu salah beli tiket ya?"

"Ish, lo bule kurang piknik ga usah ikut-ikutan riweuh deh. Lo harusnya senang, gara-gara gue salah beli lo bisa jalan-jalan ke Kutoarjo." Setan bersungut-sungut enggan disalahkan.

"Iya-iya thanks, santuy girl." Gadis Amerika itu masih sibuk dengan ponselnya, menatap jeli laman Google mencari kira-kira oleh-oleh apa yang akan dia bawa ke kampung halaman temannya itu. Dia sangat antusias lantaran ini adalah pengalaman mudik pertamanya.

"Tantia, look! Kalau roti buaya? Oke gak buat oleh-oleh?" tanya Lucy dengan manik membola penuh semangat. "The bread looks cute."

Setan yang saat ini sedang melipat mukenanya menatap Lucy tak percaya. "Cy, plis! Lo cari oleh-oleh apa mau lamaran woy." Gadis itu tergelak sementara Lucy menatap temannya tidak mengerti.

"Why not? The crocodile looks yummy and cute."

"Ah, lo. Ada-ada aja, deh. Lagian di pusat oleh-oleh mana ada roti buaya. Ntar deh kita ke sana sehari sebelum pergi. Beli aja cemilan-cemilan gitu gak usah ribet," terang Lucy.

Sementara itu terlihat Bang Sat melewati kamar Setan. "Bang! Bang Sat! Mau ke mana?" tanya Setan dengan suara toanya, yang dipanggil tampak menjawab dengan enggan.

"Ke Indoapril, kenapa?" tanyanya jutek.

"Beliin gue ciki, coklat sama yogurt, ya, Bang?"

"Lo kira gue toserba!"

"Lo 'kan Pujasera, Bang! Pujaan Seranissa Rahmawati."

Dasar Setan paling bisa bikin GR sang kakak, rona merah kini mulai merangkak di wajah Bang Sat. "Lo mau pesen apa lagi, Tan?"

to be continue ....
best regards, itsmeqia mssana7 DRestiPertiwi xxtnaruwlsy RanEsta13 onederfulonly Ren-san22 wishasaaa yuniizhy_ Kokokruunch

WDT Academy Ramadhan [Lucifer Group]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang