1. Bazar Emosi.

135 39 310
                                    

"Setan, cepetan keburu ramai bazarnya!"

Entah sudah berapa kali Bang Sat meneriaki adiknya yang tak kunjung selesai berdandan. Ia sudah sangat lelah dengan kelakuan sang adik yang semakin hari semakin aneh.

"Sabar! Gue mau ngalis dulu!" balas Setan sembari berteriak juga.

Bang Sat hanya bisa menghela napasnya dan berusaha sabar. Hari pertama puasa saja ia sudah disuguhkan cobaan yang amat sangat menguji kesabaran, ia tidak yakin hari-hari berikutnya akan berlangsung seperti apa.

Akhirnya setelah tiga puluh menit Bang Sat menunggu, Setan keluar dari dalam kosnya dan menemui Bang Sat yang mukanya sudah memerah karena menahan sabar.

"Cerewet lo, Bang Sat!" ujar Setan sembari berkaca untuk memastikan bahwa riasannya sudah sempurna.

"Cangkemmu!" kesal Bang Sat, kemudian memilih pergi mendahului Setan.

Melihat sang kakak yang sudah kesal, Setan akhirnya segera menyusul Bang Sat untuk pergi bersama-sama menuju bazar ramadhan. Biasanya di hari pertama seperti ini, banyak takjil-takjil yang murah dan mengenyangkan jangan lupakan antrean panjangnya semoga mereka dapat takjil-takjil hits.

Saat ingin menaiki motor, Setan mendengkus kesal lantaran Bang Sat tidak menggunakan masker. Bang Sat memang tipe orang yang menyepelekan Covid-19, bahkan ia tidak percaya kalau virus itu ada, konon katanya itu hanyalah manipulasi politik yang dilakukan negara Cina.

"Bang, masker lo mana?" tanya Setan.

"Gak perlu pakai masker, korona takut karo aku," jawab Bang Sat dengan santai.

Setan merotasikan bola matanya setelah mendengar jawaban Bang Sat. Ada rasa ingin menoyor kepala kakak laki-lakinya itu, tetapi ia sadar bahwa ia sedang berpuasa.

"Sakit jiwa lo, ya? Dikira badan lo anti virus apa?" tanya Setan, "Bang, cepet pakai masker! Nanti lo gak dibolehin masuk kalau gak pakai."

"Kamu diam saja, aku pasti dibolehin masuk," balas Bang Sat dengan yakinnya, masih tidak ingin memakai masker. "Sudah cepat kamu naik, keburu ramai."

Akhirnya dengan perasaan setengah kesal, Setan menaiki motor Bang Sat, kemudian motor melaju meninggalkan halaman kos.

Sepanjang perjalanan, Setan terus aja mengoceh, memarahi Bang Sat yang sangat bebal jika diperingati mengenai protokol kesehatan. Pria itu terlalu tidak peduli dengan kesehatan-kesehatan modern. Bang Sat lebih memercayai adat istiadat tradisional dibandingkan dengan ada atau tidak adanya korona.

Setelah lima belas menit, akhirnya keduanya sampai di depan pintu masuk bazar. Setan segera turun dari motor Bang Sat, sementara Bang Sat pergi menuju parkiran untuk memarkir motornya.

Tak butuh waktu lama, Bang Sat sudah kembali ke pintu masuk bazar. Keduanya kini menunggu antrian di depan pintu masuk. Sebelum masuk, mereka akan di cek suhu terlebih dahulu.

Kini giliran Setan yang dicek, suhu gadis itu normal, itu tandanya ia dapat memasuki bazar tersebut. Namun, saat Bang Sat ingin melakukan pengecekan, petugas di tempat tersebut justru hanya memandangi wajah Bang Sat.

"Wajah saya kenapa toh, Mas? Ganteng, ya?" tanya Bang Sat bingung.

"Maskernya mana, Mas?" tanya sang petugas merotasikan bola matanya malas tanpa menjawab pertanyaan Bang Sat.

"Ada di rumah, Mas."

"Kalau gak pakai masker, gak bisa masuk, Mas. Kita harus menaati protokol kesehatan."

Setan yang melihat kejadian itu segera memukul punggung kakaknya. "Gue bilang juga apa! Masker itu dipakai, Bang Sat!" kesalnya masih dengan tangan yang terus-terusan memukul.

WDT Academy Ramadhan [Lucifer Group]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang