Udara segar nan sejuk khas desa, membuat Lucy tak lepas mengabadikan setiap sudutnya ke dalam kamera, terlebih setelah menjelaskan panjang kali lebar tentang Klaten yang membuat Lucy ingin tinggal di sana, rombongan Bang Sat, Setan, Lucy, dan Taeyang berjalan menyusuri perkampungan rapi dan bersih. Rombongan itu kemudian berhenti di depan pos ronda.
“Ferrr,” teriak Bang Sat menyapa sahabat lamanya. Lelaki yang dipanggil itu dan sedang duduk kemudian berdiri seraya membenarkan sarung yang dipakainya.
“Satria Baja.” Dia mengulurkan tangannya. Kedua sahabat lama itu kemudian saling berseru, adu tos, saling bertukar kabar, kemudian berpelukan singkat.
Feri—nama sahabat Bang Sat, melirik ke dua orang asing yang datang bersama Bang sat. Seolah tahu arti wajah bingung campur terkejut Feri, Bang Sat kemudian memperkenalkan Lucy dan Taeyang. Ketika ketikanya sedang bersalaman, muncul Mawar dari belakang rombongan heboh itu. Melihat Bang Sat dan teman-temannya, Mawar tersenyum malu, terutama ketika dia melihat Taeyang.
“Ono opo iki, pagi-pagi sudah ngumpul?” tanya Mawar dengan suara lemah-lembut yang dibuat-buat, sambil tetap melirikan matanya melihat Taeyang.
“Kita ... kita lagi Tour de kampung,” jawab Setan pada sahabatnya yang sibuk menatap Taeyang.
Mawar mengangguk-angguk. “Oppa,” panggil Mawar tanpa peduli jawaban Setan. Taeyang mengangguk ragu pada Mawar.
“Oppa, dance-nya jago banget. Keren bisa sampai viral.” Mawar kemudian menunjukkan video menari Taeyang di gerbong kereta dengan raut wajah semringah dan sorot mata berbinar saat memuji Taeyang. Melihat video itu, baik Taeyang, Lucy, Setan dan Bang Sat saling lirik bangga. Namun, berbeda dengan Feri.
“Hum, joget-joget gitu doang, kulo juga bisa,” sunggut Feri melempar ekspresi tak suka karena merasa Mawar melebih-lebihkan produk asing, terlebih dia merasa tersaingi dengan keberadaan Taeyang di sini ini sebagai jawara joget kampung. Gawat kalo yang warga lain lihat, pamorku bisa turun.
“Can you also dance like this?” tanya Lucy penasaran pada Feri.
“Yes, of course. Easy, Mbak bule.” Feri menyentil jari antara ibu jari dan telunjuknya, bermaksud sombong.
“Alah, kowe mung iso joget dangdut. Sopo sing nyanyi iku, Najar, eh Nassar,” celetuk Mawar.
“Eh, Mawar, meski dangdut, tapi itu produk lokal. Harus cinta sama produk dalam negeri. Kamu baru lihat yang begitu langsung … ih genit begitu.” Feri menatap Taeyang dengan tatapan meremehkan.
“Coba kamu dance juga, kalau menurut kamu ini gampang,” ujar Taeyang menantang Feri. Dia tidak terima diremehkan karena bisa menari seperti itu butuh latihan bertahun-tahun.
“Eh, Feri, Tayang. Masih pagi, kalian udah berantem,” protes Setan seraya melirik Bang Sat.
“Biarin aja, Tan. Ini namanya harga diri laki-laki.”
“Betul,” sahut Feri setuju dengan Bang Sat. Taeyang pun mengangguk-angguk antusias.
Pagi yang damai, sejuk, nan teduh itu kemudian berubah menjadi panas akibat persaingan dua gengsi laki-laki beda negera tersebut. Ibarat tinju, sisi ring kiri ada Feri—sang pemuda lokal, sahabat Bang Sat yang terkenal jago joget dangdut. Lalu di sisi ring sebelah kanan ada Taeyang—sang pemuda asal Korea yang juga teman Bang Sat. Akibat video viral yang mengusik ketenangan Feri, Bang Sat pun mengusulkan mereka agar battle alias adu menari.
Feri dan Taeyang pun setuju. Mereka pun terbagi ke dalam dua kubu. Setan, Lucy, dan sudah pasti Mawar mendukung Taeyang. Sementara Bang Sat bersama beberapa anak muda yang tadi duduk-duduk di pos ronda mendukung Feri. Bang Sat pun kemudian memberikan aturan mengenai adu joget itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
WDT Academy Ramadhan [Lucifer Group]
RandomKepulangan bukan hanya sekadar "mari berangkat", "belilah tiket kereta", "siapkan bekal untuk perjalanan", atau "jam berapa kita harus sampai di peron?". Lebih dari itu, pulang terkadang adalah perjalanan panjang, meski jarak yang harus ditempuh seb...