Sebab

9 1 0
                                    

Kami semua berada diruang makan sekarang, baru saja selesai makan malam. Papa dan Mama sudah pulang. Seperti biasa sebelum kembali ke kamar masing, kita semua berbincang-bincang.

"Gimana kuliahnya Va?" sudah menjadi rutinitas Papa bertanya kepada Bang Alva.

"Lancar kok Pa, oiya nanti Alva mau keluar Pa." jawab Bang Alva sambil meminum air putihnya.

"Kemana?" tanya Papa santai.

"Pergi sama pacarnya pa," sahutku membuat Bang Alva tersedak.

"Duh, pelan-pelan dong minumnya Alva.." khawatir Mamaku.

"Ehehe, iya Pa. Mau pergi sama pacar.." jawabnya malu-malu.

"Yaudah, tapi jangan malem-malem pulangnya. Kamu bawa anak orang," ujar Papaku.

"Siap Pa.. Alva mau siap-siap dulu byee.." Bang Alva langsung lari ngibrit ke kamarnya.

"Maaa..." rengek Aya. Aku hanya memutar kedua bola mataku malas. Adikku ini sangat manja.

"Iya kenapa Aya?" tanya Mama.

"Tadi aku disekolah digangguin sama temen-temenku," ujar Aya, aku tau ia hanya berbohong. Ia berkata begitu agar mendapat perhatian dari Papa dan Mama.

"Terus kamu ga diapa-apain kan? Kalo temen-temen kamu masih begitu besok biar Mama ke sekolah kamu." kini Papaku angkat bicara.

"Gausa Ma, tadi Aya beraniin diri buat ngelawan mereka. Akhirnya mereka ga ganggu lagi..."

"Aya hebat, kalau kamu tau ya. Dulu kak Zeline juga diganggu. Pulang-pulang dah nangis," apa-apaan ini, kenapa aku dibawa-bawa.

"Apaan sih Ma," sungutku.

"Gausah ngelak deh Zel, dulu kamu suka banget diganggu sama Arjuna kan?" Papa mengingatkan ku dengan masa lalu, dan aku tak berniat menjawab pertanyaannya.

"Emang Aya lebih berani dari Zeline." ujar Aya dengan bangganya dan diangguki kedua orangtuaku. Tak punya sopan santun, memanggil kakaknya tanpa embel-embel kak.

"Biasa aja," jawabku dingin.

"Zel, jangan gitu sama Aya." ucap Mama memperingati.

Aku hanya diam dan ingin pergi kekamar, namun setelah beberapa langkah. Aku mendengar Papa membanting gelasnya dilantai. Aku tau ini akan terjadi.

"Zeline!" teriak Papaku, aku pura-pura tak mendengarnya.

"Zeline berhenti!" teriakan kedua membuatku berhenti melangkah kaki ditangga. Aku hanya diam, tak berniat untuk membalikkan badan.

"Kamu itu punya sopan santun gak!? Ditanyain diem aja!!" aku masih diam.

"Papa ngomong sama kamu Zeline!" lagi, ia berteriak kesekian kalinya.

"Kenapa sih Pa?" jujur saja aku tak suka dengan suasana seperti ini.

Sedangkan Mama dan Aya hanya diam.

"Kamu itu harusnya bisa menghargai Aya, ia adik kamu!"

Aku hanya terkekeh, "Hah? Pembohong pantes dipanggil adik?"

"Lo ngomongin apa sih?" kini Aya angkat bicara.

"Gue tau ya Ay, lo itu cuma bohong. Buat dapet perhatian dari Papa sama Mama!" teriakku sambil menuruni tangga.

"Lo aja yang sok tau!" kini Aya berdiri tepat didepanku.

"Gue engga sok tau, tapi emang gue tau semuanya," ujarku santai dan aku melipat kedua tanganku didepan dada.

DIANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang